Enam

42 7 1
                                    

Ada banyak hal yang dapat kita lakukan selama kita masih muda. Perjalanan masih sangat panjang, masih banyak keinginan yang harus kita kejar, dan masih banyak pembelajaran baru yang bisa didapat selama manusia masih dalam usia muda. Lee Ji An masih sangat muda, namun rasanya belum ada yang dapat dia lakukan selain memikirkan bagaimana caranya untuk bisa makan esok hari. Dia tak memiliki banyak teman, semua teman yang pernah dia miliki seakan menghilang begitu saja ketika kehidupannya berubah. Ada yang menghilang karena memang mereka sudah sibuk dengan hidupnya masing-masing, ada yang menghilang karena tidak ingin berhubungan lagi dengan Ji An, ada yang menghilang dengan disengaja. Atau lebih tepatnya, pura-pura tidak kenal.

Pernah, beberapa bulan lalu, saat Ji An masih bekerja sebagai tukang antar barang. Ji An masih ingat, betapa kecewanya dia ketika diperlakukan seperti itu. Dia bertemu dengan salah satu sahabatnya dulu, waktu Ji An masih sekolah. Mereka cukup dekat, Ji An juga sering membantunya untuk mengerjakan tugas. Tapi, ketika Ji An datang ke rumah bukan sebagai seorang teman, hanya sebagai seorang tukang antar barang, temannya berpura-pura tidak mengenal Ji An dan langsung menutup pintu dengan keras ketika barangnya sudah diambil.

Sejak saat itu, Ji An tidak pernah menganggap orang-orang di sekitarnya sebagai orang yang dekat dengan dirinya. Orang yang Ji An anggap hanyalah neneknya dan Hongjoo beserta keluarganya. Hanya mereka yang dari dulu memperlakukan Ji An dengan sama. Tidak berubah, dan selalu ada untuk Ji An.

Lama-lama, Ji An merasa kalau orang-orang yang hadir di hidupnya semakin berkurang.

Tidak bisa ia pungkiri, neneknya pun sudah sangat tua dan seringkali jatuh sakit. Ji An tahu, neneknya tidak mungkin bisa selalu menemaninya untuk hidup di dunia yang kejam ini. Maka dari itu, Ji An selalu mengingatkan dirinya sendiri kalau tidak ada orang yang betul-betul baik di dunia ini. Tidak ada orang yang betul-betul akan selalu bersamamu seumur hidup. Semua yang ada di dunia ini hanya sementara, dan Ji An enggan untuk bergantung dengan orang lain. Ji An tak ingin merasa kehilangan.

Ji An tidak akan pernah kehilangan lagi. Sudah banyak kehilangan yang dia hadapi sepanjang hidupnya. Jadi rasanya tak ada yang benar-benar abadi di dunia ini.

Itu sebabnya, Ji An masih memikirkan apa yang sebenarnya terjadi pada Kwak Jae Won. Apa yang sebenarnya laki-laki itu hadapi? Apakah dengan memiliki keterbatasan untuk bermain baseball benar-benar membuat hidup Kwak Jae Won sangat menderita? Sampai-sampai dia rela untuk menyakiti dirinya sendiri, dia ingin mengakhiri hidupnya sendiri, dan frustasi sendirian hingga menangis seperti yang Ji An dengar kemarin.

Pasti ada sesuatu yang terjadi pada Jae Won. Dan aku akan menemukan jawabannya. Supaya aku bisa membantunya untuk melewati itu semua, supaya aku bisa menghapus keinginan bodohnya. Bunuh diri.

Bunuh diri bagi Ji An memang sebuah arti yang berbeda bagi siapa pun. Ji An tidak akan pernah mengubah pikiran orang yang berkata bahwa bunuh diri adalah jalan terakhir untuk menghapus segala rasa sakit, tekanan, dan siksa yang terjadi pada hidup mereka. Tapi, menurut Ji An, bunuh diri justru perbuataan yang sia-sia. Belum tentu, dengan mati kehidupan yang manusia hadapi setelah mati itu akan menjadi lebih baik. Tidak ada yang pernah tahu.

Intinya, Ji An hanya ingin membantu Kyung Woo supaya dia bisa hidup dengan layak dan Kwak Jae Won tidak jadi melakukan keinginan bodohnya itu.

Ji An melamun sendirian, di telinganya terpasang earphone. Sejak pagi, dia belum mendengar suara Jae Won. Kemungkinan terbesar mengapa Ji An belum mendengarkan suara apa-apa dari laki-laki itu pasti karena Jae Won tidak selalu membawa handphonenya kemana-mana.

"Eomma?"

Tepat sekali, baru saja Ji An ingin melepas earphone, terdengar suara Jae Won.

His Name is Kwak Jae WonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang