Dua

105 19 1
                                    


Ji An membuka pintu kamarnya dan menemukan neneknya yang sudah tertidur dengan lelap. Kedua kaki neneknya yang sudah tua tidak menggunakan kaus kaki, Ji An merasa kasihan dan memutuskan untuk memakaikan kaus kaki yang sedang ia gunakan. Satu-satunya kaus kaki yang paling tebal yang ia punya. Itu juga pemberian dari Hong Joo, sahabatnya.

Selesai membersihkan diri dengan air hangat yang ia rebus sendiri, Ji An membuka nasi kotak yang dirinya dapatkan dari restoran tempatnya bekerja. Ada makanan sisa disana, sayang sekali kalau harus berakhir terbuang. Lebih baik Ji An bungkus untuk dirinya makan malam ini dan besok pagi.

Selain menjadi cleaning service di sekolah, Lee Ji An juga memiliki pekerjaan sampingan setiap hari Jumat, Sabtu, dan Minggu menjadi tukang cuci piring di salah restoran milik orang tua Hong Joo. Mereka kekurangan pegawai untuk bersih-bersih, dan Hong Joo menawarkan Ji An supaya membantu orang tuanya disana. Tentu saja Ji An tidak bisa menolak, karena bertahan hidup hanya dengan menjadi cleaning service tidak cukup. Ada tagihan listrik, makan, dan obat-obatan neneknya yang harus Ji An bayar.

"Ji An-ah...kau sudah kembali?" tanya neneknya.

Dia meraih tangan neneknya yang sedang meraba-raba mencari Ji An. "Sudah, aku sedang makan malam di sebelahmu."

"Kau tidak makan ramyeon lagi kan?"

Ji An tersenyum miris. "Tidak kok, aku membawa makanan banyak. Besok aku panaskan dan kita akan makan bersama. Oke?"

"Oke. Besok hari Sabtu, dan kau bisa beristirahat sampai sore, Ji An-ah..."

"Iya, aku akan beristirahat. Sekarang, Halmeoni tidur ya."

*

Jika sepi memberikan ketenangan bagi semua orang, bagi Jae Won sepi justru sangat menyesakkan dada. Ia benci jika harus pulang ke rumah dan terus menyaksikan keheningan yang begitu terasa ketika dirinya membuka pintu. Tak ada suara yang dulu selalu mengisi rumahnya dengan ramai. Tak ada tawa yang akan menyambutnya ketika Jae Won sampai di rumah. Yang ada sekarang hanyalah sepi.

Jae Won melepas sepatunya dengan cepat, kemudian membawanya ke lemari sepatunya. Ketika lengannya tersenggol oleh pintu lemari, ia meringis kecil. Tak sadar bahwa ada seseorang yang sudah memperhatikannya sejak ia sampai di rumah.

"Jae Won-ah, hari ini Eomma membuat makanan kesukaanmu."

Dia menoleh ke arah suara itu.

Ibunya sedang tersenyum kepadanya. Senyuman yang sampai sekarang, Jae Won tahu itu hanya sebuah topeng yang Ibunya perlihatkan kepadanya. Jae Won tahu itu hanyalah sebuah topeng untuk menutupi kekecewaan serta kesedihan yang Ibunya hadapi.

Kalau Ibunya saja sanggup, Jae Won juga. Setidaknya untuk berpura-pura saja.

"Eomma, apa pun yang kau buatkan untukku, aku pasti akan memakannya," kata Jae Won sambil tersenyum.

Young Yi menghampiri Jae Won dan memijat-mijat pundak anaknya lalu berkata, "Ganti dulu pakaianmu, baru kau bisa menyantap makanan yang sudah kubuat. Jangan makan dengan tangan yang kotor."

Jae Won tertawa kecil. "Araseo, araseo, tenang saja Eomma."

Di tengah perbincangan singkat mereka, tiba-tiba terdengar suara gonggongan anjing. Gonggongaran ceria itu semakin dekat dan membuat Jae Won serta dan Young Yi tertawa.

"Aigoo, uri Choco. Hari ini kau tidak menganggu Eomma kan? Kau tidak mengotori kamarku dengan kotoranmu kan?" Jae Won mengajak bicara anjing Corginya yang bernama Choco.

His Name is Kwak Jae WonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang