Hari ini, Ji An sebetulnya sudah memiliki rencana sendiri. Ia ingin menemani Jae Won latihan, ia tahu kalau sore ini laki-laki itu akan berlatih dengan Kyung Woo. Jangan tanya darimana Ji An bisa mendapat info tersebut. Tentu saja dari sambungan yang aplikasi yang sudah disambungkan oleh Kyung Woo.
Sayangnya, hari ini Ji An tiba-tiba dihubungi oleh lembaga kesehatan yang nantinya akan mengurus sang nenek. Iya, tidak ada pilihan lain selain memindahkan neneknya ke panti jompo. Ji An merasa, disana neneknya lebih bisa diurus dengan layak. Di lembaga kesehatan ini, neneknya akan diberi pengobatan yang baik, makanan, serta tempat tidur yang nyaman dan hangat. Sudah lama sebenarnya Ji An mendaftarkan sang nenek untuk tinggal di panti jompo, akan tetapi karena lembaga kesahatan itu dibiayai oleh pemerintah, jadi siapa pun yang ingin "menitipkan" anggota keluarga mereka yang sudah lansia harus menunggu gilirannya.
Tenang saja, Ji An sudah berdiskusi dengan sang nenek terlebih dahulu sebelum mendaftarkannya ke panti jompo milik negara. Awalnya, dia ragu karena takut akan mengecewakan neneknya, namun untungnya Halmeoni mengerti dan dia sangat berterima kasih karena Ji An akhirnya bisa menemukan solusi terbaik.
Jadi, hari ini Ji An tidak bisa kemana-mana. Paling tidak sampai semua barang-barang neneknya sudah beres dia rapihkan. Sekitar besok atau lusa, kalau Ji An sudah siap, dia sudah bisa memindahkan sang nenek ke panti jompo.
Hari ini, untuk sementara Ji An hanya bisa mendengarkan Jae Won berlatih saja. Dia tidak pernah melewati segala pergerakan laki-laki itu. Padahal sebenarnya, Ji An sudah tahu apa saja yang akan biasanya Jae Won lakukan setiap hari. Biasanya Jae Won akan terbangun sekitar pukul tujuh dan langsung melakukan jogging selama tiga puluh menit, siangnya setelah makan siang biasanya Jae Won akan bermain-main dengan Choco atau sekedar menonton televisi dan bermain game, sorenya laki-laki itu akan bersiap-siap untuk berlatih dan bermain baseball sampai makan malam. Di sela-sela waktu latihannya, Ji An sering sekali mendengar nafas berat Jae Won, dan terkadang dia meringis. Dan sudah jelas, Ji An tahu apa yang membuat Jae Won seperti itu.
Lagi-lagi, Jae Won memaksakan dirinya untuk berlatih. Untung saja, biasanya ketika Jae Won sudah mulai kambuh dan merasa sakit atau pegal, laki-laki langsung beristirahat. Setidaknya, walaupun Ji An jauh, dia tahu apa yang Jae Won lakukan. Biarpun, hati kecil Ji An setiap hari selalu ingin melihat Jae Won, tapi dia tidak bisa melakukan itu.
Ji An harus mengurangi kebiasaan muncul di hadapan Jae Won secara tiba-tiba. Dia tidak boleh mengikuti keinginan hatinya yang aneh. Hatinya yang sejak beberapa lalu, selalu mengatakan sesuatu yang tidak bisa Ji An akui. Sebab, mungkin ini pertama kalinya Ji An rasakan selama dirinya hidup. Itu juga yang membuat Ji An mengurangi kebiasaannya untuk bertemu dengan Jae Won. Dia tidak naïf, dia tahu suatu saat nanti, entah kapan...Jae Won akan mengetahui semua ini. Membayangkannya saja, Ji An tidak berani. Itu mengapa, dari sekarang Ji An sudah mempersiapkan dirinya.
"Ji An-ah...kau sedang memikirkan apa?"
Suara neneknya membuat Ji An kembali tersadar.
Ah, aku melamun lagi.
"Tidak, bukan apa-apa." Jawab Ji An sambil mengusak wajahnya. "Halmeoni, nanti malam kalau semua barang sudah selesai aku kemas, kemungkinan besok pagi kita sudah boleh kesana."
Respon yang neneknya berikan adalah sebuah genggaman tangan. Sang nenek menggenggam tangan Ji An, dia tersenyum kepada cucunya dan berkata, "Ji An-ah...setelah aku pindah kesana, aku harap...kau bisa mengejar keinginan dalam hidupmu."
Keinginan? Ji An tidak memiliki keinginan yang tinggi atau berlebihan, ia hanya ingin kembali belajar dan dapat hidup dengan layak. Ji An ingin hidup seperti dulu lagi, kalau bisa lebih baik dari yang dulu. Tapi sebelum itu semua dapat ia miliki, setidaknya Ji An harus tetap mengurus sang nenek. Biar bagaimana juga, neneknya adalah tanggung jawab untuk Ji An.
KAMU SEDANG MEMBACA
His Name is Kwak Jae Won
FanfictionKIta bertemu saat menyerah adalah sebuah pilihan. Ketika mati lebih menggoda daripada ketakutan kita pada kematian itu sendiri. Kita tidak perlu banyak waktu untuk menghadapi ini semua, kita hanya perlu untuk saling melengkapi dalam menghadapi hidup...