Sebelas

26 6 3
                                    

Ia sudah menduga pasti Hongjoo akan bersikap seperti ini kepadanya. Terakhir kali mereka berdua bertemu, sahabatnya itu sudah menatap dirinya dengan tatapan yang mengandung sebuah arti. Ji An tahu, Hongjoo akan menagih banyak pertanyaan kepadanya ketika mereka kembali bertemu. Beberapa hari belakangan ini, saat Ji An sedang bekerja di restoran milik orang tua Hongjoo, mereka tidak pernah bertemu karena kesibukan Hongjoo sebagai seorang pelajar dan jugatrainee.

Dan sekarang, setelah beberapa hari tidak bertemu, akhirnya kejadian yang telah lama Ji An duga, benar-benar terjadi.

Ji An sedang merapihkan piring-piring yang baru saja dia cuci, pekerjaannya hari ini sudah selesai sejak tiga puluh yang lalu. Akan tetapi, karena melihat banyaknya cucian yang menumpuk, dia berinisiatif sendiri untuk mencuci semua piring tersebut. Dia sedang sibuk dengan pekerjaan tambahannya itu, tiba-tiba Hongjoo menghampirinya dan langsung bertanya, "Jadi, apa sebenarnya hubunganmu dengan laki-laki yang waktu itu datang kesini dan mengajakmu makan? Hmm?"

"Jangan berpikir terlalu jauh. Dia hanya teman biasa," jawab Ji An.

Hongjoo merasa tidak puas dengan jawaban sahabatnya, dia berdeham dan kembali mencoba. "Tapi menurutku dia tampan. Dia cocok denganmu."

Cocok? Benarkah?

Seketika kenangan akan dirinya dan Jae Won dua hari yang lalu di kereta, di restoran samgyetang, di pinggir jalan, di zebra cross tempat mereka menyebrang, di depan rumah Ji An, semuanya muncul dalam benak Ji An.

Saat Jae Won melindunginya dari dorongan orang-orang di kereta, saat Jae Won bercanda tawa dengan Ji An, saat Jae Won tersenyum kepadanya, saat dia menyebrangi Ji An tanpa disuruh, semuanya.

"Ya, Lee Ji An!"

Suara Hongjoo yang melengking saat memanggil namanya membuat Ji An tersadar dari lamunan singkatnya.

"Eyyy, mana mungkin teman biasa mampu membuat wajahnya memerah seperti bubuk pemedas rasa."

Ji An berdeham, dia berusaha terlihat santai kembali. "Kenapa kau berisik sekali membicarakan Jae Won? Tidak ada yang spesial untuk dibicarakan mengenai dia," katanya.

"Ohhhh, jadi namanya Jae Won...." Hongjoo menyenggol pundak Ji An dengan jahil, "kau mengenal orang setampan itu dari mana? Seingatku, kau tidak pernah memiliki teman laki-laki yang sampai rela membayarmu makan dan mengantarmu pulang."

"Bukannya dia sudah menjawab pertanyaanmu? Aku bekerja di sekolahnya," Ji An tidak memiliki pilihan lain selain merespon Hongjoo. Piring-piring yang tadi dia bersihkan, semuanya sudah bersih dan rapih di tempatnya.

Hongjoo mengajak Ji An untuk duduk. "Wah, berarti dia calon atlit! Dia di cabang olahraga apa?"

"Baseball."

Tidak ada jawaban dari Hongjoo, dia tersenyum kepada Ji An dan merangkul pundaknya.

Ji An menjadi heran. "Kau ini kenapa? Jangan bersikap aneh."

Sahabatnya begitu paham bagaimana cara untuk "menginvestigasi" Ji An. Dia masih terdiam dan melakukan hal yang sama, tersenyum sambil merangkulnya.

Ji An akhirnya menyerah. "Aku hanya berteman dengannya, Hongjoo-ya."

"Kau berteman dengan orang bernama Jae Won ini setelah sekian lama kau menutup diri dan tidak bersoalisasi dengan siapa pun. Hebat juga laki-laki itu...," ucap Hongjoo. Dia melepas rangkulannya dari pundak Ji An, "aku tidak berpikir yang aneh-aneh, sebenarnya. Aku hanya bersyukur dan...senang?"

His Name is Kwak Jae WonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang