Jae Won merasa gelisah. Sejak kejadian beberapa hari yang lalu, dirinya merasa sedikit tidak enak dengan apa yang sudah ia lakukan kepada Ji An.
Apakah aku salah melakukan itu kepadanya?
Haruskah aku meminta maaf kepada Ji An?
Hanya itu yang ada di dalam pikiran Jae Won. Alasan mengapa dirinya tidak tenang dengan pikirannya belakangan hari ini adalah karena ia kesulitan dalam menghubungi Ji An. Perempuan itu menghilang bagaikan angin setelah Jae Won memberanikan dirinya untuk menciumnya di malam natal beberapa hari yang lalu. Semua pesan yang ia kirimkan kepada Ji An tidak ada yang dibalas. Jae Won beberapa kali mencoba untuk menghubunginya, namun nomornya tidak aktif. Itu sebuah pertanda yang jelas bahwa Ji An mematikan handphonenya.
Apa sebaiknya aku datang ke rumahnya saja?
Apakah Ji An marah denganku? Atau merasa tidak nyaman dengan perlakuanku kemarin?
Dia baik-baik saja kan?
Sebetulnya, Jae Won tidak begitu merasakan adanya ketidaknyamanan yang Ji An tunjukkan kepada dirinya setelah mereka berciuman. Ji An malam itu beberapa kali tersenyum dan tertawa dengan celotehan yang Jae Won berikan saat mereka berbincang-bincang malam itu. Tidak ada sikap yang berubah dari Ji An, cara dia menatap Jae Won, cara dia merespon celotehan Jae Won, cara dia tersenyum kepada Jae Won, semuanya terasa sama. Dan sekarang, ketika Ji An menghilang bagaikan angin dan sulit sekali menghubunginya, membuat Jae Won khawatir dan gelisah.
"Jae Won-ah," panggil Kyung Woo.
Dia menoleh ke arah suara yang memanggilnya tadi. Kyung Woo menghampiri dirinya yang sedang terduduk sendirian di dalam batting cage. Ini pertama kalinya Jae Won kembali bertemu dengan Kyung Woo sejak mereka terakhir bertemu saat kejadian yang cukup menghebohkan di rumahnya kemarin. Sulit untuk dipercaya, namun kenyataannya Jae Won sama sekali tidak merasa sedih atau kecewa kepada Kyung Woo. Dia tidak lagi memiliki rasa ingin untuk membenci atau kesal kepada orang yang sekarang sudah duduk disampingnya. Mungkin karena sekarang sudah mulai bisa menerima kenyataan bahwa Kyung Woo memang ayah kandungnya. Mungkin juga karena Jae Won sudah memaafkan semua yang terjadi di masa lalu kedua orang tuanya dan Kyung Woo.
Pikirannya akan Ji An untuk sesaat terlupakan karena kehadiran Kyung Woo disampingnya. Jae Won menghela nafasnya dan berkata, "Tumben sekali kau datang terlambat."
Kyung Woo berdecak. "Kalau aku datang lebih dulu, nanti kau malah jadi tidak berselera untuk berlatih. Aku tahu kau muak melihat wajahku," balasnya berusaha untuk berbicara dengan santai kepada Jae Won.
"Tidak seharusnya aku muak melihat wajahmu. Biar bagaimana pun, aku bisa disukai oleh perempuan-perempuan di sekolah dan di luar sana karena wajah yang kau turunkan untukku," ujar Jae Won tanpa menatap Kyung Woo.
Ucapan Jae Won barusan tentu saja membuat Kyung Woo tercekat. Raut wajahnya seketika berubah. Dan tentu saja, Jae Won tanpa melihat ekspresi Kyung Woo, ia tahu bagaimana sekarang pria disampingnya sedang menatap dirinya dengan penuh arti.
Akhirnya Jae Won menoleh untuk melihat Kyung Woo. Mereka saling menatap satu sama lain, memperhatikan wajah mereka yang terlihat sama. Jae Won tersenyum kecil kepada Kyung Woo.
"Dari sekian banyak hal yang bisa kau turunkan kepadaku, mengapa harus penyakit ini? Kau ingin aku menjadi sepertimu juga?" kata Jae Won.
Kyung Woo masih tidak dapat berkata apa-apa. Hatinya mencelos mendengar ucapan Jae Won.
"Pertama kali aku bertemu denganmu, aku selalu ingin menjadi sepertimu," Jae Won berkata lagi. "Bahkan aku ingin kau menjadi ayahku juga. Aku ingin memiliki dua ayah yang bisa menyayangiku dengan adil. Appa ketika aku sedang di rumah. Dan kau ketika aku sedang di sekolah."
KAMU SEDANG MEMBACA
His Name is Kwak Jae Won
FanfictionKIta bertemu saat menyerah adalah sebuah pilihan. Ketika mati lebih menggoda daripada ketakutan kita pada kematian itu sendiri. Kita tidak perlu banyak waktu untuk menghadapi ini semua, kita hanya perlu untuk saling melengkapi dalam menghadapi hidup...