Bab 2

8 5 0
                                    

Seorang pria sedang membenarkan jaket hitam yang dipakainya, bahkan dia sudah berdiri di depan lemarinya selama 30 menit hanya untuk memilih outfit-nya malam ini. Namun, pilihannya tetap pada jaket hitam berkupluk miliknya.

"Woah, aku lebih tampan memakai ini." Pujinya pada diri sendiri.

"Halah, Abang ini. Ayo! Mama Papa sudah tunggu di bawah." Suara imut dari balik punggung mengagetkannya.

"Abang, sudah lama, ya, aku enggak melihatmu seperti ini. Bingung memilih pakaian padahal tetap jaket yang dipilih. Tuxedo sebanyak ini untuk apa, Bang?" tanya perempuan itu menaikkan alisnya.

"Hahaha, itu untuk acara formal. Kalau malam ini spesial. So, Abang harus apa dadanya."

"Ish, apa adanya, bukan dadanya. Hahaha"

Mereka berdua tertawa hanya karena lelucon receh buatan mereka. Sampai suara melengking menghentikan tawa mereka, " Rakaaa, Revaniaaa, cepat turun!"

Ditempat lain, seorang perempuan masih berselimut dengan nyaman di kasur sambil makan dan menonton drama kesukaannya. Padahal lima belas menit lagi jarum jam akan menunjukkan pukul delapan. Namun, dia tidak peduli karena menurutnya ini acara ibu dan ayahnya.

"Oh May God! Kamu ganteng banget, sih, seksi!" Tatapan Muzayah berbinar di depan layar laptop yang menampilkan drama Thailand.

"Muza ... kenapa belum siap-siap?" Pintu kamarnya terbuka menampilkan Lastri yang langsung masuk dan menarik selimut Muzayah.

"Iiih, ibu, laptop Muza jatuh nanti." Muzayah langsung mengangkat laptopnya agar tidak ikut tertarik dan jatuh. "Buat apa, Muza siap-siap? Ini kan, acara ibu sama ayah."

"Sudah, cepat Muza ganti baju! Sampai pukul delapan nanti Muza belum siap, besok uang sangu kamu ibu potong!" ujar Lastri tegas.

Muzayah hanya mencebik, tetapi kakinya tetap turun menyentuh lantai untuk melaksanakan perintah sang ibundarinya. "Baik, nyonya."

Di ruang tamu rumah keluarga Muzayah sudah ramai dengan perbincangan para lelaki. Keluarga Raka baru sampai saat Lastri ke kamar Muzayah

"Silakan, diminum dulu ini, ya." Lastri mengangsurkan beberapa gelas berisi minuman untuk tamu-tamunya.

"Dulu waktu kalian kecil, Ka, Muza selalu datang ke kamu saat dijaili Angga. Hahaha, alih-alih datang ke Om, dia lebih pilih kamu dan suruh kamu untuk hajar si Angga," ucap Eko.

"Hahaha, omong-omong Bang Angga enggak tinggal di sini lagi, Om?" tanya Raka.

"Enggak, dia sudah punya keluarga sekarang. Tinggal sama keluarganya, dekat-dekat sini, kok, rumahnya. Nanti, kamu bisa mampir kalau ada waktu," jawab Eko.

Mereka larut dengan perbincangan mereka sampai Muzayah datang dan kemudian mendadak semua diam terkesiap. Pasalnya pakaian Muzayah malam ini terlihat norak dan berlebihan. Bagaimana tidak, Muzayah menggunakan gamis berwarna kuning, kerudung hijau Armi dan kaus kaki warna pink.

Wajah Muzayah senang karena wajah-wajah di depannya sangat lucu untuk ditertawakan. Ayahnya, Eko, memelototkan mata, sedangkan sang Ibu meringis melihat penampilan terang anaknya.

Orang tua Raka juga tidak kalah lucu. Mahendrama menganga melihat Muzayah, dan Rismaya yang menahan napasnya lama sampai hembusan napasnya terdengar.

Dengan mata melebar dan alis naik, Revania mengacungkan jempolnya, "Wow, Kak Muza kereeen."

Raka, menahan diri untuk tidak mentertawakan calon istrinya ini. 'Aaah, calon istriku ini sepertinya sangat unik.'

Muzayah menatap Raka dengan menantang, dia tahu Raka menahan diri untuk tidak tertawa. Namun, Muzayah juga tidak menampik bahwa dirinya sempat terpana oleh pesona senyum kecil Raka tadi.

"Muza! Apa ini? Ganti!" Suara tegas Eko itu mengalihkan Muzayah dari Raka.

"Mampus gue," gumam kecil Muzayah.

****
"Hai, boleh gue gabung?" Raka menyusul Muzayah setelah Muzayah tidak muncul-muncul setelah kejadian tadi.

"Enggak boleh!" sentak Muzayah dan menatap Raka
sengit.

Raka tetap duduk di bangku yang sama dengan Muzayah di taman belakang rumah Muzayah ini, tetapi Raka duduk bagian pojok bangku. Muzayah melihat itu dan menggerutu, "Ngapain izin kalau duduk juga!"

"Lo, aneh, ya, calon istri, masa enggak ngenalin gue? Apa lo lupa setelah beberapa tahun enggak ketemu? Lo enggak kangen gue?" tanya Raka memecah kesunyian mereka.

Muzayah memutar bola matanya, "Apa lo bilang tadi, calon istri? Mimpi aja lo!"

"Dan mimpi gue akan terwujud. Sebentar lagi." Raka tersenyum smirk.

"Inget, ya! Ini masih rencana perjodohan, bukan acara lamaran. Jadi, siapa pun masih boleh ngelamar gue!" Muzayah menatap Raka sengit.

Raka menghadapkan badannya ke arah Muzayah dan menatap Muzayah lekat dengan senyumnya, "Gue pastiin, gak akan ada yang ngelamar lo sebelum gue."

"PD gila lo!" sentak Muzayah dengan mata melotot dan melangkah pergi.

"Aduh! calon istri lucu banget. Bikin gue deg-degan," kata Raka

"Iyalah, kalo lo enggak deg-degan, mati! Dan itu bagus." Muzayah melangkah lagi memasuki rumah.

Muzayah melewati Lastri dan Rismaya yang sedang di dapur, entah sedang membuat apa. Sepertinya minuman herbal karena Muzayah melihat kayu manis dan jeruk nipis di talenan tadi.

"Apa lo? Mau ikut gue ke kamar mandi?" Muzayah berhenti dan menghadap Raka yang terus mengikutinya.

Raka menggaruk tengkuknya yang tidak gatal, lalu berjalan ke ruang tamu di mana Bang Yasa sedang mengobrol dengan Revania dan Zibran.

Old PromiseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang