Bab 6

0 0 0
                                    

Malam ini Anhar menyiapkan barang bawaan yang akan  dibawanya besok pagi. Seharusnya bukan Anhar yang ikut dan mempersiapkan ini, tetapi karena temannya berhalangan mendadak, jadi Anhar harus bertanggung jawab.

"Quran sudah dua puluh. Iqro juga sudah." Anhar memeriksa dua tote bag yang bersandar di lemari kayu miliknya.

Anhar bersandar pada tembok kamarnya yang berwarna hijau. Membuka aplikasi Whatsapp, satu kontak ter-arsipkan. Kontak dengan nama gadis manis, Anhar menekan foto profil yang terpampang. Gadis dengan gamis biruviolet itu tersenyum manis memegang minuman bobanya.

Senyum Anhar mengembang saat mengingat kejadian awal mereka bertemu. Sebenarnya pertemuan pertama yang kurang baik karena salah paham. Namun, itu tidak lama, dan hal itu malah membuat mereka dekat.

"Wah, dia online." Anhar mengakkan pungunggunya saat tulisan online itu muncul.

Jarinya ragu untuk mengirim pesan padanya. "Sudahlah kukirim pesan saja, dan beralibi dengan acara besok."

Anhar
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh Muzayah, maaf mengganggu malam-malam. Besok kita kumpul di musala kampus dulu sekalian bawa beberapa al-quran dan iqronya.

Yap! Gadis itu adalah Muzayah, gadis yang telah berhasil merebut hati Anhar, tetapi juga membuatnya selalu beristigfar kala mengingatnya. Anhar menarik dan mengembuskan napasnya saat melihat Muzayah mengetik.

Muzayah
Lho, memang besok sama Kak Anhar, ya? Bukannya sama Kakak yang lain, ya? Aduh, Muza lupa namanya.

Anhar tertawa kecil. "Apa karena terlalu kaget, dia sampai lupa membalas salamku? Atau sudah dia jawab?" Anhar bergumam di depan ponselnya.

Anhar
Iya, ada yang berhalangan satu, jadi digantikan saya. Besok, diusahakan jangan telat, ya, Muzayah.

Muzayah
Iya, Kak, besok gak telat.

Anhar
Okey, Muzayah, terima kasih. Selamat malam and sweet dream.

Tangan Anhar bergetar. Entah pikiran dari mana jarinya bisa mengetik tulisan itu dan mengirimnya langsung. Anhar membalikkan ponselnya di atas nakas, Anhar enggan melihat balasan Muzayah. "Semoga tidak dibalas, ya Allah," gumam Anhar.

****
Muzayah sudah duduk di teras musala kampusnya, menunggu Anhar dan Yusman yang belum datang. Karena terlalu semangat, Muzayah sampai datang terlalu pagi dan memakan sarapannya di kampus.

Baru dua gigitan roti, dari jauh dua lelaki berjalan ke arah Muzayah. Tote bag dan map kuning di tangan mereka. Muzayah langsung berdiri menyambut mereka.

Yusman langsung menatap bingung Muzayah, lalu melihat jam yang melingkr di pergelangan tangannya. "Pagi sekali, Muzayah datangnya? Sudah lama?"

Muzayah hanya tersenyum lebar dam bergumam pelan, "Hanya sedikit lama."

Yusman dan Anhar menaruh tote bag yang mereka bawa. "Ini, nanti kamu catat, ya, untuk laporan ke pembina nanti." Anhar menyerahkan map kuning di tangannya pada Muzayah.

Muzayah menerimanya dan mengangguk paham. Anhar dan Yusman pergi sebentar untuk mengambil sesuatu, katanya. Muzayah diminta untuk menunggu barang-barangnya di musala. Sambil menunggu, Muzayah melanjutkan lagi sarapannya sampai habis.

"Ayo, kita naik mobil Yusman, Muzayah. Dia sudah di parkiran," kata Anhar membawa tote bag berisi iqro.

Muzayah bangkit dan membawa tote bag yang satunya, mengikuti Anhar di belakang. Anhar berhenti sebentar, berharap Muzayah menyamakan jalannya, tetapi Muzayah tidak kunjung ke sampingnya. Anhar menengok kebelakang dan menyuruh Muzayah untuk berjalan di sampingnya.

Muzayah tersenyum malu dan langsung berjalan di samping Anhar. "Sudah sarapan, Muzayah?" tanya Anhar melirik Muzayah, tersenyum.

"Sudah, Kak. Kakak sendiri sudah?" tanya Muzayah.

Anhar tertawa kecil dan menengok ke arah Muzayah. "Alhamdulillah, sudah."

Mereka berjalan sampai ke parkiran dan menaiki mobil berwarna silver. Muzayah di belakang dan Anhar di samping kursi pengemudi, sedangkan Yusman yang menyetir.

"Muzayah, nanti jangan terlalu jauh dari kita, ya. Mereka agak jail, soalnya," kata Anhar menengok ke belakang.

Yusman berdecak, "Halah! Modus kamu, Har!"

"Iya, Kak, nanti enggak jauh-jauh," jawab Muzayah.

Hening lagi, sampai mobil memasuki lokasi Taman Pendidikan Al-quran. Mereka menurunkan barang bawaan dan melihat beberapa anak yang duduk melingkar sedang hafalan.

Muzayah masih melihat-lihat tempat yang baru pertama kali dia datangi ini. Karena terlalu asik memperhatikan bangunan dan sekitarnya, Muzayah tersandung dan hampir jatuh, jika tidak ada tangannya yang menangkapnya dan menarik lengannya.

Saat Muzayah berbalik, matanya melotot kaget, dan refleks mendorong lelaki yang menolongnya tadi. "Lo–."

"Hai, calon istri. Kita ketemu terus, ya, akhri-akhir ini." Raka mengedipkan mata sebelah kanannya. Menggoda Muzayah.



Old PromiseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang