Yasa dan Revania berubah pikiran, malam ini mereka ke luar dan berjalan-jalan di sekitaran taman komplek. Banyak muda-mudi dan pedagang asongan yang berkumpul.
"Vania, aku suka kamu. Aku tahu kamu suka Zibran, tapi aku mau ungkapkan perasaanku, terserah kamu terima atau enggak. Tapi aku berharap kamu terima," ungkap Yasa dengan cepat.
Revania yang mendengar itu membeku menatap Yasa. Kebisingan di sekitar seakan lenyap tergantikan degup jantung Revania.
Revania membisu dan sepertinya tidak terlalu suka pembahasan Yasa. Karena Yasa peka Revania tidak suka, Yasa mengalihkannya dengan mengajak Revania membeli permen kapas.
Setelah membeli permen kapas, mereka duduk di bangku taman yang kosong. Dengan canggung Yasa dan Revania memakan permen kapas masing-masing. Yasa yang tidak terlalu menyukai manis pun memakannya sampai setengah habis.
"Maaf, ya, Vania ... soal yang tadi. Kalau kamu enggak suka, lupakan saja." Yasa memecah keheningan mereka.
"Enggak apa, Bang, Vania paham. Maaf, ya," ucap Vania.
Vania tersenyum lagi, membuat Yasa ikut tersenyum. Mereka menikmati lagi desau angin malam di taman. Sesekali lelucon dilontarkan Yasa dan membuat Revania tertawa. Namun, dering ponsel Yasa mengintrupsi kencan malam mereka— setidaknya begitu bagi Yasa.
"Lo, bawa ke mana adek gue?" tanpa aba-aba, yang diseberang sana langsung menyentaknya.
"Kalem, Cuy! Gue, bawa dia ke KUA." Yasa melirik Revania yang kaget menatapnya. Yasa hanya menarik turunkan alisnya sambil menggerakkan mulutnya menyebut Raka. Revania hanya tertawa geli melihat sikap jail Yasa.
"Jangan macem-macem lah, Bang, bawa balik adek gue sekarang! Dah malem!" ujar seberang sana tegas.
"Iya santai, gue bawa balik. Utuh!" jawab Yasa.
Yasa bangkit dan mengajak Revania pulang. Udara malam juga sudah terlalu dingin sekarang. Revania dan Yasa berjalan pelan sambil mengobrol sedikit. Yasa selalu terpaku saat Revania tertawa, tawanya membuat dadanya berdegup dan berdesir halus.
Mereka sampai dan melihat Raka, Zibran dan Muzayah di teras, menyambut mereka sepertinya. Binar bahagia di wajah Zibran belum luntur, Revania melihatnya dan turut bahagia. Meski bukan dirinya penyebabnya.
"Bang, dia udah di rumah. Ibu suruh dia nginep. Besok gue balik duluan, ya?" Zibran mengatakan itu sambil fokus menatap ponselnya. Meski setiap kumpul Zibran selalu memegang ponselnya, tetapi kali ini tidak miring, tetapi lurus dan jarinya semangat mengetik.
Revania sudah tidak tahan untuk bertanya, 'dia' itu siapa. "Dia itu siapa, Kak Zibran?" tanya Revania yang membuat semua menengok ke arahnya.
Yasa menatap Zibran, mengodenya untuk tidak memberi tahu Revania. Namun, Zibran tak menggubrisnya dan dengan lancar menjawab, "Ooh dia teman kecilku yang sudah lama enggak bertemu."
Yasa mengembuskan napasnya lega. Setidaknya Zibran tidak menjawab, bahwa itu adalah orang yang selama ini dia tunggu dan yang membuatnya mati rasa. Yasa mengajak mereka masuk karena sudah larut malam.
Lisna sudah membereskan kamar tamu dan para lelaki tidur di sana kecuali Angga tentunya, sedangkan Revania dan Muzayah tidur di kamar yang biasa Muzayah tempati. Walaupun sebentar lagi kamar itu akan digunakan untuk anak-anan Angga.
****
Revania sudah kembali dari kamu mandi setelah mencuci wajah, tangan, dan kakinya. Kerudung sudah Revania tanggalkan dan Muzayah pun begitu. Revania menaiki ranjang dan duduk di sebelah Muzayah yang sedang membaca.Revania menunduk, melihat judul buku yang dibca Muzayah. "Waah suka novel ini juga?" tanya Revania.
"Huum. Bagus banget asli ceritanya. Romantisnya dapet banget walaupun ini konfliknya ringan banget sih. Hanya seputar masalah rumah tangga biasa, enggak kayak yang lain, yang poligamiii terus," terang Muzayah.
"Yap, aku setuju banget, novel ini, tuh, buat aku baper banget waktu baca. Keren, MaasyaaAllaah," ucap Revania.
"Btw, Kak, Muza. Kenapa, ya, kok Kak Zibran bahagia banget temannya dateng? Lelaki bukan temannya?" tanya Revania.
Muzayah berhenti melanjutkan membacanya, menatap Revania terkejut. "Kamu enggak tau dia siapa? Dia itu temen kecil Zibran yang selama ini dia tunggu. Dia perempuan bukan lelaki, Chelina namanya. Dia sedikit banyaknya yang membuat Zibran seperti ini. Menjauh dari perempuan," ucap Muzayah panjang.
Seperti ditonjok rasanya dada Revania mendengar itu. Dirinya merasa tidak berguna dan menyedihkan. Jatuh hati pada orang yang hatinya sudah terkunci oleh satu nama, dan itu bukan Revania. Revania tersenyum miris mengingat usahanya yang mendekati Zibran.
Dirinya ingin menghilang saja, tidak ingin bertemu Zibran besok, sampai hatinya sembuh. Padahal, Revania belum melihat wajah perempuan yang bernama Chelina. Namun, dari cerita Muzayah yang menyebutkan bahwa Chelina adalah penyebab Zibran menjauh dari perempuan, sudah membuatnya patah semangat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Old Promise
RomanceBlurb : Katanya, apa yang kita ucapkan ketika masa kecil dulu adalah takdir yang akan kita jalani. Jika benar, berarti janji yang diucapkan Muzayah pada Raka akan menjadi nyata. Sebuah janji untuk menikah ketika mereka sudah dewasa. Namun, sepertiny...