"Kenapa baru pulang? Jam berapa sekarang?!" tanya Eko tegas.
"Maaf, Om, saya tadi kebablasan bawa Muzayah main," ujar Raka.
Raka dan Muzayah menunduk takut karena Eko dan yang lain menatap mereka tanpa bicara lagi. Eko mengembuskan napasnya kasar, lalu menunduk dengan raut wajah yang lelah.
"Kalau seperti ini, Muza, percepat saja menentukan tanggal kalian menikah," kata Eko menatap Raka dan Muzayah.
Muzayah terkesiap, dirinya masih enggan untuk dijodohkan. Meski Muzayah tahu bahwa harapannya untuk Anhar harus segera dikubur. Berbeda dengan Raka yang langsung berbinar wajahnya, usulan yang memberinya peluang untuk mendapatkan Muzayah.
"Boleh, Om. Boleh banget, kalau gitu, kapan saya bisa ke sini sama papa mama?" kata Raka antusias, bahkan Raka sampai memajukan duduk di ujung sofa.
Muzayah langsung menengok ke Raka, Muzayah menggemeretakkan giginya. "Apaan, sih, lo! Enggak, ya, gue enggak mau!" kata Muzayah marah
Muzayah langsung beralih menatap Lastri yang duduk di samping kiri Eko. Muzayah menatap Lastri memohon. "Ibu, Muza, enggak mau! Masa hanya karena pulang lewat jam delapan, langsung begini!" rengek Muzayah, "Dulu saja Muzayah pulang jam 12 malam tidak masalah."
Raka yang di sampingnya langsung menatap Muzayah dengan mulut yang sedikit terbuka. Raka kaget karena dulu Muzayah sering pulang larut malam.
"Itu dulu, dan kamu tau, Za, Abang dan Zibran yang susah karena harus jemput kamu di jam 10 atau enggak kita harus awasin kamu dari jauh. Ya, walaupun kamu mainnya hanya nongkrong di kafe dari jam sembilan sampai tengah malam begitu. Heh!" oceh Yasa.
Muzayah bangkit dan langsung pergi ke lantai dua kamarnya. Eko dan yang lainnya membiarkan Muzayah karena ada yang harus mereka obrolkan dengan Raka.
****
Muzayah sudah mengganti pakaian dan sekarang telentang di atas tempat tidur. Muzayah kesal karena orang tuanya seenaknya menjodohkan Muzayah. Karena lelah Muzayah menutup matanya dan mencoba untuk memasuki alam mimpinya.Saat sudah setengah sadar, Muzayah langsung duduk ketika teringat satu surat dari Anhar yang belum selesai dibacanya. Muzayah turun dari kasurnya dan berjalan megambil tasnya di cantelan dekat pintu. Tangannya merogoh isi dalam tasnya, meraba amplop yang sedikit kasar itu dan akhirnya ketemu.
Muzayah membacanya di balkon kamarnya yang menghadap halaman rumah. "Jalanannya sudah sepi, ya. Anginnya juga sedikit kencang malam ini." Muzayah menahan jilbabnya yang berkibar terembus angin.
Surat dari Anhar dia buka dan membacanya perlahan. Muzayah berdecak, "Apasih, Kak Anhar ngirim puisi kayak gini, tapi bagus juga. Muzayah, suka Kak Anhar."
Muzayah melanjutkan membacanya. Anhar menuliskan cerita tentang dirinya yang baru melihat Muzayah dan pandangannya pada Muzayah. Dalam suratnya Anhar bilang dulu Anhar mengira Muzayah adalah perempuan yang bebas dan mendominasi teman-temannya. Anak tongkrongan, dan Muzayah mengakui itu.
Muzayah terkekeh, "kelihatan sekali, ya, dulu gue nyebelin banget."
Muzayah melanjutkan membaca diselingi sedikit tawa pada kata-kata lucu di surat Anhar. Sampai mata membaca satu kalimat yang membuatnya membeku, dan Muzayah membacanya 3x, takut-takut salah baca.
"Saya suka sama kamu Muzayah." Kalimat itu yang membuat Muzayah terisak pelan. Muzayah meringis dan mengelus dadanya yang berdesir.
Saat sedang fokus menggalaukan ungkapan perasaan Anhar, mata Muzayah menatapa ke bawah dan dilihatnya Raka baru keluar dari rumahnya. Menaiki motor dan mendongak, wajahnya kaget, tetapi setelah itu tersenyum pada Muzayah. Tangan Raka menunjuk bawah matanya saat menatap Muzayah. Muzayah mengerti dan langsung menghapus air matanya dan masuk ke kamarnya. Menutup pintu kaca dan menarik tirai menutupinya.
"Gue bakal dapetin, lo, Muzayah." Raka mengeluarkan motornya, dan mengklakson Yasa yang mengantarnya sampai depan gerbang rumahnya.
Yasa mengamati Raka dan saat Raka sudah menjauh. Yasa masuk dan menutup gerbang, mendongak menatap pintu kamar Muzayah yang tertutup. Yasa tahu, Raka tadi tersenyum dan menggerakkan isyarat pada Muzayah yang di luar.
"Menangiskah, Muzayah?" Yasa teringat isyarat Raka yang menunjuk mata bawahnya saat melihat Muzayah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Old Promise
Roman d'amourBlurb : Katanya, apa yang kita ucapkan ketika masa kecil dulu adalah takdir yang akan kita jalani. Jika benar, berarti janji yang diucapkan Muzayah pada Raka akan menjadi nyata. Sebuah janji untuk menikah ketika mereka sudah dewasa. Namun, sepertiny...