Bab 12

0 0 0
                                    

"Halo, Kak Zibran! Ini Revania save back, ya." Satu pesan masuk terpampang di layar ponsel Zibran yang sedang bermain gim.

Zibran hanya menggesernya dan melanjutkan permainannya. Raut wajahnya masih sama, kaku. Zibran jarang menggubris semua perhatian dari Revania karena dirinya memang tidak tertarik dan Zibran menghargai perasaan seseorang yang menyukai Revania.

Zibran bangun dari telungkupnya dan berjalan ke arah jendela yang berhadapan dengan lahan kosong dan pohon rambutan. Zibran bersedekap menikmati angin malam yang cukup dingin.

"Bagaimana kabarmu? Sudah lama kita berjarak, kamu tidakkah ada niatan untuk memangkasnya, Chelina?" ucap Zibran, matanya lurus menatap rumah yang sudah berganti penghuni itu.

Zibran berbalik, memeriksa email yang dia kirim pada teman masa kecilnya itu. Zibran menghela napas lelah, masih belum ada balasan. Sudah lebih dari setahun mereka lost contact.

Ketukan pintu membuat Zibran mengangkat kepalanya yang menunduk sedari tadi. "Zibran? Makan malam sudah siap, ayo turun ke bawah." Lastri memanggil Zibran dari luar.

Zibram bangkit membuka pintu. "Iya, Bu," kata Zibran.

Lastri menatap raut lelah Zibran dan mengusap rambut Zibran yang berada di jidatnya. Memeriksa suhu tubuh Zibran. "Kenapa, Zibran? Sakit?" tanya Lastri.

Zibran menyentuh tangan Lastri dan menurunkannya, lalu menggenggamnya. "Enggak, Bu, ayo makan. Zibran sudah lapar," jawab Zibran menarik Lastri turun.

Di bawah sudah ada Muzayah, Yasa, dan Eko yang duduk melingkar di karpet yang sudah disusun nasi serta lauk pauknya.
****
Setelah makan, Yasa dan Zibran duduk berdua di ruang keluarga, menonton TV. Hanya Yasa yang menonton, sedangkan Zibran sibuk dengan gim di ponselnya.

"Zib, Revania di sekolah gimana?" tanya Yasa penuh minat menatap Zibran. Kakinya sudah dia naikkan ke sofa dan badannya menyerong ke kanan.

"Biasa saja, Bang," jawab Zibran santai.

"Apa di seceria waktu itu di sekolah? Apa dia dekat dengan banyak teman laki-lakinya?" Yasa memberondong Zibran dengan pertanyaan yang membuat Zibran jengah.

"Enggak tau, Bang. Enggak deket juga," jawab Zibran.

Yasa meringis dan menghentikan bahunya pada sandaran sofa. "Sepertinya dia tertarik sama kamu, Zib. Apa dia pernah menunjukkan itu? Maksudku pernah dia mengirim kamu pesan, atau makanan?" tanya Yasa.

"Tidak pernah, tapi dia baru saja mengirimiku pesan dan aku abaikan," jawab Zibran.

Yasa langsung melihat ponselnya, tetapi helaan napas kasar yang keluar. "Dia bahkan belum membalas pesanku, Zib," kata Yasa frustrasi.

Zibran meletakkan ponselnya dan menatap TV sekarang. "Lo, Bang, kalo memang suka perjuangin! Lo tau, gue enggak tertarik sama cewek mana pum kecuali satu."

Zibran meninggalkan Yasa yang masih bertahan di ruang keluarga. Ya, Yasa tahu perempuan yang ditunggu Zibran. "Chelina, kapan kamu ke sini? Kasihan adikku mati rasa karena kamu," gumam Yasa sambil tersenyum.

Ponsel Yasa bergetar, pesan dari Revania. "Iya, Kak habis makan tadi. Maaf, ya baru balas," kata Revania dalam pesannya.

Senyum Yasa mengembang, dirinya melangkah ke kamarnya dengan mengetik balasan untuk Revania. Yasa tahu perasaannya bertepuk sebelah tangan sekarang, tetapi nanti dia akan berusaha agar perasaannya itu bersambut.

"Halo, Kak Zibran! Ini Revania save back, ya." Satu pesan masuk terpampang di layar ponsel Zibran yang sedang bermain gim.

Zibran hanya menggesernya dan melanjutkan permainannya. Raut wajahnya masih sama, kaku. Zibran jarang menggubris semua perhatian dari Revania karena dirinya memang tidak tertarik dan Zibran menghargai perasaan seseorang yang menyukai Revania.

Zibran bangun dari telungkupnya dan berjalan ke arah jendela yang berhadapan dengan lahan kosong dan pohon rambutan. Zibran bersedekap menikmati angin malam yang cukup dingin.

"Bagaimana kabarmu? Sudah lama kita berjarak, kamu tidakkah ada niatan untuk memangkasnya, Chelina?" ucap Zibran, matanya lurus menatap rumah yang sudah berganti penghuni itu.

Zibran berbalik, memeriksa email yang dia kirim pada teman masa kecilnya itu. Zibran menghela napas lelah, masih belum ada balasan. Sudah lebih dari setahun mereka lost contact.

Ketukan pintu membuat Zibran mengangkat kepalanya yang menunduk sedari tadi. "Zibran? Makan malam sudah siap, ayo turun ke bawah." Lastri memanggil Zibran dari luar.

Zibram bangkit membuka pintu. "Iya, Bu," kata Zibran.

Lastri menatap raut lelah Zibran dan mengusap rambut Zibran yang berada di jidatnya. Memeriksa suhu tubuh Zibran. "Kenapa, Zibran? Sakit?" tanya Lastri.

Zibran menyentuh tangan Lastri dan menurunkannya, lalu menggenggamnya. "Enggak, Bu, ayo makan. Zibran sudah lapar," jawab Zibran menarik Lastri turun.

Di bawah sudah ada Muzayah, Yasa, dan Eko yang duduk melingkar di karpet yang sudah disusun nasi serta lauk pauknya.
****
Setelah makan, Yasa dan Zibran duduk berdua di ruang keluarga, menonton TV. Hanya Yasa yang menonton, sedangkan Zibran sibuk dengan gim di ponselnya.

"Zib, Revania di sekolah gimana?" tanya Yasa penuh minat menatap Zibran. Kakinya sudah dia naikkan ke sofa dan badannya menyerong ke kanan.

"Biasa saja, Bang," jawab Zibran santai.

"Apa di seceria waktu itu di sekolah? Apa dia dekat dengan banyak teman laki-lakinya?" Yasa memberondong Zibran dengan pertanyaan yang membuat Zibran jengah.

"Enggak tau, Bang. Enggak deket juga," jawab Zibran.

Yasa meringis dan menghentikan bahunya pada sandaran sofa. "Sepertinya dia tertarik sama kamu, Zib. Apa dia pernah menunjukkan itu? Maksudku pernah dia mengirim kamu pesan, atau makanan?" tanya Yasa.

"Tidak pernah, tapi dia baru saja mengirimiku pesan dan aku abaikan," jawab Zibran.

Yasa langsung melihat ponselnya, tetapi helaan napas kasar yang keluar. "Dia bahkan belum membalas pesanku, Zib," kata Yasa frustrasi.

Zibran meletakkan ponselnya dan menatap TV sekarang. "Lo, Bang, kalo memang suka perjuangin! Lo tau, gue enggak tertarik sama cewek mana pum kecuali satu."

Zibran meninggalkan Yasa yang masih bertahan di ruang keluarga. Ya, Yasa tahu perempuan yang ditunggu Zibran. "Chelina, kapan kamu ke sini? Kasihan adikku mati rasa karena kamu," gumam Yasa menggelengkan kepalanya.

Ponsel Yasa bergetar, pesan dari Revania. "Iya, Kak habis makan tadi. Maaf, ya baru balas," kata Revania dalam pesannya.

Senyum Yasa mengembang, dirinya melangkah ke kamarnya dengan mengetik balasan untuk Revania. Yasa tahu perasaannya bertepuk sebelah tangan sekarang, tetapi nanti dia akan berusaha agar perasaannya itu bersambut.

Yasa
Gimana sekolahnya hari ini, Rev? Seru?

Revaniaku 🖤
Biasa saja, Bang. Capeknya enggak berubah, sih, hehehe.

Yasa
Nih, Abang kasih vitamin cinta.
Yasa mengirim foto telapak tangannya yang di penuhi emotikon love.

Revaniaku 🖤
Apasih, Bang, gombal aja.

Yasa
Enggak gombal, Rev, ini asli. Hehehe

Revaniaku 🖤
Udah dulu, ya Bang, aku dipanggil Mama. Bye, Bang.

"Aku tahu, Rev, kamu menghindariku." Monolog Yasa di depan ponselnya yang masih terbuka ruang chat-nya dengan Revania

Old PromiseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang