Bab 9

2 0 0
                                    

Ruang tamu rumah Muzayah masih ramai orang mengobrol. Setelah pulang dari yayasan, Raka mengikuti Muzayah dan berakhir di rumahnya, bahkan sampai sekarang, jam sembilan malam.

"Lo ngapain sih? Sana pulang!" Muzayah mengusir Raka yang masih bertahan di depan gerbang rumahnya.

Raka melirik Muzayah dan langsung menghadapkan badannya ke Muzayah. "Ssstt! Gue bukan mau ketemu lo. Jangan kepedean. Gue nunggu Bang Yasa," ujar Raka.

Muzayah mencebik dan meninggalkan Raka di luar. Setelah mengetuk pintu beberapa kali, terdengar kunci pintu dibuka dari dalam. Yasa yang membuka pintu, Raka langsung menyapa Yasa dengan mengajaknya berjabat tangan dan menepuk bahu Yasa.

"Yoi, Bang. Kenapa lu suruh gue ke sini?" Raka melirik Muzayah yang sedang memperhatikan mereka dengan memicingkan matanya.

Yasa mengernyit bingung. "Apaan, gue gak pernah suruh lu ke sini, Ka."

Raka menarik bahu Yasa masuk dengan seenaknya. "Aaah, lu lupa kali, Bang," ujar Raka yang langsung duduk di sofa ruang tamu.

Yasa masih menatap Raka bingung. Raka mengedipkan satu matanya saat melihat Muzayah berjalan ke arah mereka. Yasa membalikkan badannya ke belakang dan berkata, "Haaa, iyaaa. Gue lupa ada urusan sama lu."

Karena itu mereka sampai malam begini masih ramai di ruang tamu. Muzayah tidak bisa tidur dan lebih memilih membaca novel miliknya. Sedari tadi dirinya mencoba fokus menikmati novelnya, tetapi karena Raka dan Yasa yang berisik membuatnya sulit berkonsentrasi.

Ponsel Muzayah menyala, menampilkan pesan dari Zalwa, Kakak perempuannya yang sudah menikah, dan ikut suaminya. Kakaknya ini juga yang membuat ayah Muzayah menjadi Overprotektif padanya.

Foto bocah kembar yang tersenyum itu terbuka, ada juga video yang menampilkan mereka sedang bertengkar memperebutkan mainan. Muzayah merindukan mereka, tetapi juga kesal karena wajah mereka sangat mirip dengan si brengsek itu.

"Aunti, Abang kangen. Kapan Aunti ke rumah?" Anak laki-laki dengan kaus kutang itu memunculkan wajahnya di layar ponsel.

Muzayah sedang melakukan videocall dengan Zalwa. Katanya anak kembarnya itu sedang rindu dengan tantenya yang sekarang beda kota dengan mereka. "Aunti Za, nanti dedek mau tumpengan dateng, ya. Dedek udah khatam iqro soalnya. Bunda bilang nanti nenek sama kakek sama aunti Za sama Om ganteng sama Om cuek mau dateng," cerocos Anak lelaki satunya yang sudah menggunakan baju tidur merah.

"Om ganteng? Om cuek? Siapa itu?" Muzayah menatapnya bingung.

"Om besal sama Om kecil, Aunti." Kakaknya yang menyahut. "Yasa pasti yang mengajarkan mereka," kata Zalwa.

Suara tertawa menggelegar sampai ke kamar Muzayah, untungnya Eko dan Lastri sedang pergi jika tidak mereka berdua pasti akan diusir. "Di rumah rame, Muza?" tanya Zalwa.

"Biasa, Mbak, tamu enggak tahu diri emang," kata Muzayah bersedekap kesal. "Sudah dulu, Mbak, Muza mau usir orang itu dulu."

Muzayah turun dan menghampiri Raka dan Yasa yang sedang bermain PS sambil tertawa kencang. "Heh! Berisik sudah malam," sungut Muzayah. "Dan, lo, kampret balik sana. Sudah malam bukannya pulang."

Raka yang melihat itu merasa tidak enak karena merepotkan Muzayah.

"Muzayah! Panggil orang yang bener!" Yasa melotot menegur Muzayah.

Raka yang semakin tidak enak izin pamit pulang. Jam menunjukkan pukul setengah sepuluh malam. Raka keluar diantar Yasa dan Muzayah kembali masuk ke kamarnya.

"Sorry, ya, Ka soal Muzayah tadi." Yasa meringis mengingat sikap tidak sopan Muzayah.

"Iya, Bang, gue balik dulu. Thanks buat malem ini kerjasamanya." Raka melajukan motornya pulang.

****
Muzayah mencari Atika yang sedari tadi tidak kelihatan olehnya. Biasanya Atika ada di perpustakaan atau di kantin, tetapi saat Muzayah ke sana, Atika tidak ada.

Muzayah berkeliling mencari Atika ke belakang kampus. Berharap Atika ada karena Muzayah ingin mengajaknya ke musala. "Mana, sih, Atika ini," gumam Muzayah.

Atika terlonjak senang mendapati Atika yang sedang duduk di bangku panjang. Muzayah mendekatinya, ternyata ada Anhar juga yang duduk di bangku yang lain, tetapi bersebelahan dengan Atika.

"Mungkin bisa saling mengenal dulu," kata Anhar

Muzayah menaikkan alisnya. "Siapa mengenal siapa? Atika, Kak Anhar?"

Atika dan Anhar terperanjat kaget dan langsung menengok ke belakang.

"Muza," ucap Atika berbarengan dengan Anhar. "Muzayah."

Old PromiseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang