Bab 24

0 0 0
                                    

Anhar sedang mengajar di musala pesantrennya. Salah satu santrinya mendekati Anhar yang sedang membaca kitab Riyadhussalihin miliknya. "Afwan, Ustaz, dipanggil Ummi," ujarnya.

Anhar mengangguk dan izin sebentar untuk pulang menemui umminya. Anhar masih memikirkan tentang harapan Ummi Indah yang mengingkannya untuk meminang Atika.

Dua hari tidak bertemu dengan Atika dan Muzayah. Namun, Anhar tahu kegiatan Muzayah yang pergi dengan Raka ke rumah Kakak Muzayah. Mudah untuk tahu kegiatan Muzayah karena Muzayah suka membagikannya di sosial media. Berbeda dengan Atika, sejak awal Anhar memiliki nomernya dulu saat awal pelantikan Dakwah Lembaga Kampus, Atika tetap jarang membagikan kegiatannya. Hanya sesekali, itu pun hanya video kue yang sedang Atika hias.

"Assalamualaikum warahmatullahi Ummi," ucap Anhar memasuki rumah. Anhar terkejut sebentar karena melihat Atika yang duduk di ruang tamu sendirian.

"Wa'alaikumussalam warahmatullahi," jawab Atika. Pandangan Anhar dan Atika bertemu, tetapi Atika segera mengalihkannya. "Afwan, Kak, Ummi sedang di dapur," ujar Atika.

"Oh, sudah lama, Tik?" tanya Anhar. Berjalan ke arah kamarnya yang masih bisa melihat ruang tamu.

"Lumayan, Kak." Atika masih menundukkan kepalanya, tetapi sedikit melirik, memastikan Anhar sudah masuk.

Saat Anhar sudah memasuki kamarnya, Ummi Indah ke luar dengan nampan yang berisi gelas dan teko minuman, dan tidak tertinggal juga camilan untuk calon mantunya. Eh! Tamunya.

"Siapa tadi, Nak Atika?" tanya Ummi Indah yang mendudukkan dirinya di samping Atika.

"Kak Anhar, Ummi," jawab Atika. "Makasih, ya, Ummi. Maaf ngerepotin, padahal Atika hanya antar kue pesanan tadi," ujar Atika segan.

"Hush! Enggak ngerepotin, kok. Makasih juga kuenya sudah diantarkan. Cicipi bareng-bareng, ya, Nak." Ummi Indah mengambil piring berisi kue yang dibawa Atika tadi.

Anhar keluar setelah mendengar suara Ummi Indah. Karena Anhar harus kembali mengajar lagi, Anhar langsung menemui Ummi Indah yang sedang berdua dengan Atika.

Pintu kamar Anhar terbuka, orang di dalamnya ke luar dengan baju koko dan celana bahan dan juga peci di kepalanya. Menatap ummi yang paling berharga dalam hidupnya. Sebisa mungkin Anhar akan mengusahakan kebahagiaan umminya, termasuk memenuhi harapan Ummi Indah untuk menjadikan Atika menantunya.

"Ummi," panggil Anhar sambil menatap Ummi Indah yang tertawa dengan Atika. Membicarakan soal kue dan kegiatan mereka sehari-hari. "Ummi, panggil Anhar tadi? Ada apa?" tanya Anhar.

"Oooh, Nak, sini duduk dulu di bangku sana." Ummi Indah menunjuk single seat di sampingnya.

Anhar mengikuti suruhan Ummi Indah, duduk di single seat dengan mata yang tertuju pada Atika sebentar, lalu fokus lagi pada umminya.

"Ini Ummi hanya mau bilang tadi, kue pesanan kamu sudah datang dan kebetulan Atika yang mengantar," kata Ummi Indah. "Dicoba dulu, Har." Ummi Indah mengangkat piring yang berisi kue tadi ke hadapan Anhar.

Anhar menyomot satu potong dan melahapnya. Kue kesukaanya memang tidak pernah berubah rasanya, selalu enak dan mengingatkan masa kecilnya dulu.

"Enak, Mi. Syukron, ya, Atika sudah diantarkan," kata Anhar dengan ramah.

Atika tersenyum dan mengangguk. Anhar pamit dengan dibekali beberapa potong kue untuk dibawa, supaya dimakan bersama dengan guru yang lain, begitu kata Ummi Indah.

"Biasa, Nak Atika, Anhar kalau pagi masih harus ngajar di pondok santri putra." Ummi Indah duduk lagi di samping Atika setelah tadi ke belakang untuk mengambilkan bekal Anhar.

"Oooh, ngajar juga, Mi, Kak Anhar?" Atika tersenyum canggung, dan dibalas anggukkan oleh Ummi Indah.

"Oiya tadi gimana kabar Bunda, sudah sehat? Terakhir kali Ummi tahu beliau enggak enak badan," tanya Ummi Indah sambil menyesap lagi teh buatannya.

"Alhamdulillah, Bunda sudah sehat, kemarin hanya kecapekan karena pesanan yang lumayan banyak, Mi," jawab Atika.

Ummi Indah dan Atika sudah seperti menantu dan mertua yang akur. Meski jawaban Anhar masih menggantung, tetapi besar harapan Ummi Indah Anhar mau dengan Atika.

Ummi Indah menggenggam dan mengusap tangan Atika, menyalurkan kehangatan sampai ke hati Atika. Ummi Indah tersenyum lembut dan menatap Atika.

"Nak, nanti jika Anhar sudah memberikan keputusannya dan ternyata dia menolak. Ummi minta maaf, ya. Hati manusia hanya kuasa Allah," ujar Ummi Indah sendu.

Atika mengangguk dan tersenyum juga menatap Ummi Indah. "Iya, Ummi, Atika juga akan memasrahkan segala urusan ini pada Allah, Mi," kata Atika.

Dua wanita yang berbeda usia itu akhirnya larut dalam obrolan hati ke hati. Mencoba ikhlas dan saling menguatkan untuk apa yang terjadi nantinya. Manusia hanya bisa berencana, tetapi hanya Allah yang punya kuasa.

Old PromiseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang