Bab 25

0 0 0
                                    

Setelah satu jam lebih rombongan Yasa di perjalanan, akhirnya mereka sampai. Yasa sengaja menyuruh Raka dan Revania untuk istirahat sebentar di rumahnya, sebelum mereka pulang nanti.

Saat mereka sampai, mereka disambut oleh dua wanita yang duduk di bangku teras dengan teh hijau kesukaan mereka. Dua wanita itu tersenyum dan bangkit saat melihat mobil Yasa memasuki pekarangan rumah.

Zibran dengan semangat membuka pintu mobil dan menghampiri Chelina, ya itu Chelina. Perempuan yang membuat mood Revania runtuh hanya mendengar namanya, dan kini harus melihat wajahnya juga.

Yang lain turun, menyusul Zibran yang sudah berdiri di depan Chelina dengan cengiran lebarnya. Helaan napas terembus kasar dari Revania. Lastri menyuruh mereka masuk, sedangkan yang lelaki mengeluarkan dan membawa barang bawaan mereka, kecuali miliki Raka dan Revania.

"Zibran, main ngacir aja. Sini! Angkat ini tas-tas nya." Yasa mendumel dengan tangan yang mengangkat satu per satu tas di bagasi.

Zibran terkekeh, hal yang jarang dilakukan, dan bahkan langka. Zibran langsung membantu Yasa mengeluarkan oleh-oleh mereka. Saat tangannya mengambil bungkusan plastik, Zibran segera berlari kecil menghampiri Chelina yang hampir memasuki rumah.

Chelina menaikkan alis kanannya, bingung. "Kenapa, Zibran?" tanya Chelina.

Zibran bergeming, suara yang amat Zibran rindukan, sekarang bisa didengarnya lagi. "Kenapa enggak pernah balas pesanku, Chel?" tanya Zibran dengan spontan.

"Hah? Ooh, maaf soal itu, Zibran." Chelina menunduk tidak enak hati pada Zibran karena mengabaikannya selama ini.

Zibran tersadar dan kembali mengingat niatnya yang ingin memberikan asinan mangga untuk Chelina. "Bahas itu nanti, kamu punya hutang penjelasan sama aku, Chel," ucap Zibran. "Nih, aku bawa asinan mangga, semoga selera kamu enggak berubah, ya," kata Zibran tersenyum.

Perlakuan Zibran tadi tidak luput dari penglihatan Revania yang masuk terakhir. Revania menunduk dan berjalan maju. "Permisi, omong-omong kalian menghalangi pintu," ucap Revania menatap Chelina.

"Ooh, maaf-maaf." Chelina mendorong Zibran mundur.

Revania masuk dan langsung duduk di samping Raka dan Yasa. Yasa melirik Revania dengan bangga karena berani berhadapan dengan Chelina.

"Minum, Van." Yasa menyodorkan gelas berisi teh manis dingin.

****
Muzayah bergabung setelah berganti pakaian. Duduk di samping Zibran dan membuka bawaannya, lalu mengeluarkannya. Namun, Muzayah tidak melihat asinan mangga yang Zibran bawa tadi.

"Cari apa, Muza?" tanya Lastri yang melihat Muzayah mengorek-ngorek plastik bawaannya.

"Ini, Bu, Muza cari asinan yang Zibran bawa," jawab Muzayah yang masih sibuk mengorek.

"Sudah dikasih ke Chelina," ujar Lastri.

Muzayah menyipitkan matanya, menatap Zibran. "Hah, pantas semangat sekali cari oleh-oleh tadi," kata Muzayah mencebik.

"Eeh, Kak Muzayah, kita bisa makan bareng nanti, Kak. Asinanya Chelin dinginkan dulu tadi," sela Chelina.

Muzayah berbinar dan mengangguk. Membayangkan malam nanti memakan asinan mangga yang asam, manis, asin, dan segar membuat Muzayah mengulum bibirnya lembut.

"Kayak orang ngidam, pengen banget asinan." Raka memperhatikan Muzayah, dan Muzayah langsung memajukan bibirnya kesal.

Revania mengeratkan genggamannya pada cangkir tehnya. Ingin sekali Revania mengajak kakaknya, Raka untuk segera pulang, tetapi dirinya masih memiliki sopan santun. Revania tidak akan berani menyela kakaknya yang sedang asyik berbincang dengan Muzayah dan ibunya.

"Kak Raka tuh, enggak bisa bayangin segernya makan asinan yang dingin, asem, manis, asin. Itu enak banget," ujar Muzayah dengan wajah yang membayangkannya.

Lastri tersedak karena mendengar panggilan Muzayah yang berubah. "Kamu panggil apa tadi, Muza?" tanya Lastri sangsi.

"Apa, sih, ibu." Muzayah enggan mengulang.

"Kalian sudah baikan, Raka?" Kini Lastri menatap Raka kaget, dan Raka mengangguk.

"Alhamdulillah, ya Allah. Ayah harus tahu ini," ucap Lastri bahagia.

"Iih, apa sih, Ibu, lebay," cicit Muzayah.

"Heh, ini, tuh, sebuah kemajuan untuk kalian berdua yang sebelumnya seperti tikus dan kucing," kata Lastri.

Revania izin keluar sebentar pada Raka, dan Yasa mengikutinya keluar. Menatap Revania yang menarik napas dan mengembuskannya sambil melihat ke depan. Yasa mensejajarkan badannya di samping Revania.

"Astagfirullah, Bang Yasa, ngagetin!" Revania melotot sebal pada Yasa, dan Yasa hanya terkekeh.

"Bagaimana, Van, sudah mau berpaling?" tanya Yasa dengan tersenyum.

Old PromiseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang