Bab 7

0 1 0
                                    

Anhar melihat Muzayah di tanah lapang depan yayasan, tanah yang akan di bangun kelas itu memang banyak batu. Anhar tersentak saat melihat Muzayah tersandung, dan lebih kagetnya lagi ada Raka di sana, memegangi tangan Muzayah yang hampir terjatuh.

Anhar menghampiri Muzayah dan Raka. Saat sampai di sana, Muzayah sedang bersungut-sungut pada Raka yang hanya diam memperhatikan Muzayah.

"Ngapain, lo, di sini?" sentak Muzayah.

"Harus gue bilang alesannya? Lo sendiri ngapain di sini?" jawab Raka dengan nada sengaknya.

Anhar yang sudah mendekat pun menepuk pundak Raka dan menyapanya, "Ka, lu kapan sampai?"

Raka berbalik dan mereka langsung bersalaman ala lelaki. "Baru sampai, Har." Raka menengok ke Muzayah yang masih menunjukkan muka kesalnya. "Dia ngapain di sini?"

"Oh, dia anggota Lembaga Dakwah Kampus. Hari ini Muzayah ikut survei lapangan, sekalian bagi beberapa quran sama iqro," jawab Anhar.

Raka tertawa mengejek, "Cewe bar-bar ikut lembaga dakwah? Lo enggak salah pilih, dia ikut hari ini?"

Anhar mengintip ke arah Muzayah yang di belakangi Raka. "Muzayah dipilih anak-anak yang lain, bukan gue yang pilih."

Muzayah yang kesal meninggalkan Anhar dan Raka. Muzayah lebih memilih menyusul Yusman dari pada terlibat dan mendengar obrolan Anhar dengan  Raka yang menyebalkan.

"Sudah, ayo, masuk. Ramai anak-anak di dalam lagi hafalan." Anhar merangkul pundak Raka dan menyuruh Raka untuk masuk.

Yusman sedang membagikan Al-quran dan Iqro yang dibawa tadi, sedangkan Muzayah sedang mendekati beberapa anak di bangku depan. Muzayah tersenyum, dan hal itu tidak luput dari penglihatan dua lelaki yang berdiri di depan meja guru.

Anhar dan Raka menatap Muzayah, wajah Muzaya sedikit berbinar saat menanyakan pada anak perempuan di bangku terakhir itu. Name tag di kerudungnya bertuliskan Anisa. Muzayah sedari tadi memperhatikannya yang masih sibuk menghafal diam-diam di belakang.

"Hai, lagi apa?" Muzayah duduk di samping Anisa.

"Hafalan, Kak," jawab Anisa malu-malu.

"Waah sudah berapa juz? Omong-omong namaku Muzayah, kamu ....?" Muzayah menyodorkan tangannya.

Anisa menyambut tangan Muzayah. "Surah Al-Fath, Kak. Namaku Anisa."

"Waah, keren banget. Susah enggak, sih, hafalan quran? Mungkin, nanti aku mau hafalan habis dari sini," kata Muzayah dengan mata berbinar.

Anisa tertawa malu dan canggung. "Susah, sih, enggak, Kak. Hanya saja malasnya yang susah dikendalikan, tapi bu guru selalu bilang, kalau malas mulai datang ingat orang tua. Ingat bahwa hafalan ini akan menjadi hadiah mahkota bagi ke dua orang tua. Begitu, Kak."

Mata Muzayah berbinar, semangatnya meletup saat dirinya mengingat ayah dan ibunya di rumah. "Muza mau kasih hadiah mahkota buat ibu sama ayah."

"Muza, sini, kita ke kantor yayasan dulu." Yusman memanggil Muzayah saat Yusma sudah di depan pintu.

Anhar dan Raka tidak ada di sekitar mereka. Muzayah mengerutkan kening, mencari mereka berdua. Matanya melirik kanan dan kiri, tetapi tetap tidak menemukan Raka dan Anhar.

"Kak Yusman, Kak Anhar dan Raka di mana?" tanya Muzayah, menyamakan langkahnya dengan Yusman.

Yusman melirik Muzayah di samping kirinya. "Sedang berbicara berdua. Berdiskusi pasal wanita yang mereka sukai. Mungkin."

Muzayah membeku ditempatnya, lalu bergumam pelan, "Raka kampret! Awas saja kalau dia bicara yang tidak-tidak pada Kak Anhar. Haaah! Jangan sampai cinta anak perawan ini kandas sebelum sampai. Ibuuu."

Yusman yang melihat itu hanya menggelengkan kepalanya. "Dasarnya cewe cakep jadi perebutan cowo."

Old PromiseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang