"Berusaha melupakanmu mungkin sulit. Namun, sebelum perasaan ini terjatuh begitu dalam kepadamu maka melupakan adalah pilihan yang terbaik."
~Azima~
Jam sudah menunjukkan pukul 15:00. Setelah melihat Ken keluar dari ruangan Shakeel, Azima pun memutuskan untuk memberikan surat pengunduran dirinya kepada Shakeel.Dengan langkah pelan kini Azima mendekati ruangan Shakeel. Sebelum mengetuk pintu ruangan Shakeel, Azima lagi-lagi terdiam dan perlahan menghirup napasnya dalam-dalam lalu mengembuskannya begitu saja.
Azima menetralkan perasaannya sejenak lalu mengetuk pintu ruangan Shakeel sambil mengucapkan salam dan setelah mendengar suara Shakeel yang mempersilakannya masuk, barulah ia melangkah mendekati meja kerja Shakeel.
Seperti biasanya sesibuk apa pun ia, jika yang ada di hadapannya adalah Azima dengan senang hati Shakeel akan menghentikan aktivitasnya dan fokus pada Azima.
"Ada apa Azima?" tanya Shakeel sambil menatap wanita yang kini berdiri di hadapannya.
"Maaf jika saya mengganggu waktu Bapak, saya hanya ingin mengantar surat ini," jawab Azima sambil meletakkan surat yang terbungkus oleh amplop berwarna putih tersebut.
"Apa ini?" tanya Shakeel kembali sambil menatap amplop tersebut.
"Bapak bisa membacanya setelah saya keluar dari ruangan Bapak."
"Maksud kamu apa sih? Saya tidak mengerti," ucap Shakeel sambil meraih amplop tersebut dan perlahan membukanya.
Netra Azima seketika membulat saat Shakeel tiba-tiba saja merobek surat tersebut.
"Saya butuh penjelasan kamu mengenai surat ini!"
"Tidak ada yang perlu dijelaskan, Pak. saya hanya ingin berhenti dari pekerjaan saya."
"Kenapa Azima, apa saya punya salah sama kamu?"
"Tidak, Pak."
"Terus apa alasan kamu dengan tiba-tiba saja memberikan saya surat pengunduran diri?"
"Tidak semua hal memiliki alasan, Pak. Terkadang ada sesuatu yang tak bisa kita ungkapkan dengan kata-kata."
"Jika kamu tidak memiliki alasan lalu bagaimana saya bisa menerima semua ini. Saya tidak mau kamu berhenti bekerja," ucap Shakeel sambil menatap lekat wajah Azima.
"Tapi saya tidak bisa lagi menjadi asisten Bapak maafkan saya Pak dan izinkan saya untuk pergi."
"Tunggu Azima, apakah semua ini ada hubungannya dengan pernyataan saya kemarin kepadamu?" tanya Shakeel yang lagi-lagi tatapannya tak pernah teralihkan dari wajah Azima.
"Ini tidak ada hubungannya dengan apa yang Bapak katakan, semua ini murni keinginan saya untuk berhenti bekerja, Pak."
"Azima apa kamu benar-benar tak menyukai saya?" tanya Shakeel sambil berdiri dari duduknya dan mensejajarkan tubuhnya dengan Azima.
Azima meneguk salivanya dengan susah, jantungnya lagi-lagi berdetak tak karuan ketika mendengar Shakeel menanyakan hal tersebut, perasaan aneh yang selalu muncul tiba-tiba saat bersama Shakeel selalu saja mampu membuatnya terdiam tanpa kata. Perasaan aneh yang pada awalnya tidak ia mengerti, tapi sekarang Azima sadar jika dirinya juga menyukai Shakeel. Namun, hal itu tak semestinya tumbuh di hatinya karena bagaimana pun juga ia dan Shakeel tak akan pernah bisa bersama.
"Azima jawab saya."
"Saya tidak bisa menjawab pertanyaan Bapak dan saya mohon izinkan saya untuk pergi, Pak. Assalamu'alaikum," jawab Azima dan pergi begitu saja tanpa menunggu respon dari Shakeel.
KAMU SEDANG MEMBACA
AZIMA [END]
Teen FictionFollow dulu sebelum baca! Azima Faza. Nama yang melekat pada dirinya di usia 16 tahun. Identitas baru yang tak seorang pun tahu, bahkan kedua orang tuanya sekali pun. Usia 16 tahun, di mana gadis-gadis seusianya menghabiskan waktu bersama keluargan...