"Sebenarnya apa yang aku inginkan tidak sulit, aku hanya ingin melihat senyuman di wajahmu setiap bersamaku dan setiap berada di hadapanku."
~ Shakeel Faeyza Farzan ~
•
•
Happy Reading 💛"Aku nggak tau Bang, tapi rasanya aku pernah melihatnya di kantor Shakeel."
"Apa dia salah satu karyawan Shakeel?" tanya Fahreza, namun Azima hanya mengedikkan bahunya.
Kini Fahreza dan Azima tiba di sebuah restoran, mereka duduk dibagian pojok kanan restoran tersebut.
Fahreza mengangkat tangannya untuk memanggil pelayan, namun saat pelayan itu menghampiri mereka, tanpa sengaja tatapan Azima tertuju pada pria yang tiba-tiba berdiri dari kursi bagian tengah restoran tersebut, hingga membuat pandangan mereka bertemu walau hanya beberapa detik. Rasanya dunianya terlalu sempit, hingga ia harus bertemu Shakeel disaat ia berusaha menetralkan perasaan aneh yang selalu muncul di hatinya.
Shakeel masih berdiri sejenak sebelum memutuskan untuk pergi dari restoran tersebut.
Namun mengapa Azima merasa tatapan Shakeel terlihat kecewa, 'kecewa? tidak mungkin, kenapa juga ia harus kecewa, mungkin hanya pikiranku saja.' lirih batin Azima yang berusaha menepis anggapannya sendiri.
"Azima, kamu mau makan apa?" tanya Fahreza, membuat Azima tersadar dari lamunannya.
"Hemmm, samain aja sama pesanan Bang Reza."
"Bang, aku bisa minta tolong?" tanya Azima setelah pelayan itu pergi.
"Soal apa?"
"Selama seminggu, tolong suruh orang lain untuk memantau perkembangan di perusahaan Shakeel. Aku tak ingin terlewatkan sesuatu yang penting selama aku tak ada di sana."
"Iya, kamu tak perlu memusingkan hal itu, nanti biar Amar yang mengambil alih selama kamu tak di sana." jawab Fahreza dan Azima hanya menganggukkan kepalanya.
🍃🍃🍃
Pukul 14:30.
Azima kini disibukkan dengan ulah Shakeel yang menyuruhnya melakukan hal-hal yang membuatnya harus bolak-balik pantry.
Entah apa yang ada di pikiran bosnya itu, hingga menyuruhnya membuatkan secangkir kopi. Jika hanya membuat secangkir kopi, bagi Azima itu mudah, namun kali ini membuat secangkir kopi sangatlah sulit, lebih sulit dari menahan rasa gugupnya saat berada di dekat Shakeel.
"Pak ini kopinya," ujar Azima sambil meletakkan secangkir kopi di hadapan Shakeel.
Shakeel meraihnya dan mencicipinya. "Terlalu pahit, buatkan yang baru."
Azima masih tersenyum lembut, saat Shakeel mengatakan hal tersebut, lalu ia mengambil cangkir kopi di hadapan Shakeel dan kembali ke pantry.
Beberapa menit kemudian, Azima kembali dan membawakan cangkir kopi yang kedua.
"Ini Pak kopinya."
Shakeel tanpa sepatah kata langsung mencicipinya, sementara Azima masih berdiri memperhatikan bosnya.
1 detik, 2 detik, 3 detik.
"Ini kemanisan, ganti yang baru," ujar Shakeel sambil menatap wajah Azima. 'Sabar Azima,' lirih batin Azima, dan masih mengukir senyuman ramah di bibirnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
AZIMA [END]
Teen FictionFollow dulu sebelum baca! Azima Faza. Nama yang melekat pada dirinya di usia 16 tahun. Identitas baru yang tak seorang pun tahu, bahkan kedua orang tuanya sekali pun. Usia 16 tahun, di mana gadis-gadis seusianya menghabiskan waktu bersama keluargan...