"Jangan pernah berharap bahwa sesuatu yang pernah kaulakukan kepadaku dulu, bisa dengan mudahnya kau lakukan kembali, dulu aku mencintaimu namun sekarang wanita lain sudah mengisi ruang kosong yang telah kaugores itu."
~ Shakeel Faeyza Farzan ~
___________________________
Shakeel membasuh wajahnya kembali lalu mengerikannya dengan tisu. Setelah membuang tisu itu ke tempat sampah, ia pun berjalan menuju kursi kerjanya.
Dari kejauhan Azima menatap Shakeel dari kaca jendela yang transparan, sehingga pandangannya bisa leluasa menatap ruangan kerja Shakeel. Azima tidak mengerti mengapa ia merasa khawatir dengan keadaan Shakeel saat ini.
Pria yang tengah duduk di kursi kerjanya itu terlihat frustasi, seakan amarah masih membelenggu dirinya.
Ingin rasanya Azima bertanya siapakah wanita itu, tapi pada siapa ia akan bertanya.
"Jika ada Neva pasti akan mudah untuk mendapatkan informasi itu," lirih Azima sambil kembali menatap Shakeel.
Azima mengalihkan pandangannya, saat Shakeel berdiri dan melangkah meninggalkan ruangan kerjanya.
Shakeel membuka pintu ruangan kerjanya dan melangkah mendekati meja kerja Azima.
Azima hanya terdiam, berpura-pura fokus pada komputer di hadapannya, meski ia tahu bahwa Shakeel sekarang berdiri di hadapannya.
"Azima." Panggilan itu membuat Azima menatap Shakeel.
"Iya Pak."
"Saya mau keluar dulu, jika ada tamu yang mencari saya, bilang saja saya ada urusan di luar dan tak bisa diganggu."
"Baik Pak."
"Ya sudah. Assalamu'alaikum,"
"Waalaikumsalam."
Setelah mengucapkan salam, Shakeel pun berjalan meninggalkan Azima. Azima yang masih penasaran dengan apa yang sedang terjadi pada Shakeel, hanya bisa menatap punggung kokoh pria itu berlalu pergi meninggalkannya.
Shakeel memasuki kendaraan pribadinya dan mengendarainya menuju apartemen, Shakeel merasa lelah dan tak fokus dengan pekerjaannya, sehingga ia lebih memilih untuk mengistirahatkan tubuhnya di apartemen.
🍃🍃🍃
Amar perlahan mendekati meja Azima setelah ia memastikan keadaan kantor mulai sepi, karena sudah memasuki jam makan siang.
Azima menatap Amar dengan mengangkat sebelah alisnya.
"Ada apa?" tanyanya.
"Dia ke mana?" tanya Amar sambil menunjuk ke arah ruangan kerja Shakeel.
Azima hanya mengedikkan bahunya, yang pertanda bahwa dirinya juga tak tahu.
"Bukannya tadi kamu pergi dengan dia untuk bertemu klien?"
"Iya, tapi pertemuannya gatol."
"Gatol?"
"Gagal total."
"Kok bisa?"
"Aku juga nggak ngerti, Shakeel malah marah dengan wanita yang menjadi klien kita tadi."
"Marah?" Amar kembali memastikan perkataan Azima dan Azima pun menganggukkan kepalanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
AZIMA [END]
Teen FictionFollow dulu sebelum baca! Azima Faza. Nama yang melekat pada dirinya di usia 16 tahun. Identitas baru yang tak seorang pun tahu, bahkan kedua orang tuanya sekali pun. Usia 16 tahun, di mana gadis-gadis seusianya menghabiskan waktu bersama keluargan...