Keesokan harinya saat pulang sekolah, kami berlima menunggu rak kami datang di depan gerbang sekolah. Karena aku tidak sabar menunggunya datang, akhirnya aku menunggunya di depan sekolah, tapi tidak kusangka kalau yang lainnya akan ikut menunggunya bersamaku. Ini malah semakin menyenangkan.
"Kenapa tidak menunggunya di dalam saja sih, Kak Yui?"
"Ehehehe ...."
"Sudahlah, kurasa Yui sudah tidak sabar."
"Akhirnya aku bisa mengucapkan selamat tinggal pada gudang yang berantakan itu."
"Tapi kita masih harus membereskan dan membuang barang-barang yang tidak di perlukan, loh."
"Eh~ ...? Apakah harus?"
"Harus!"
"Ah itu dia truknya!"
Memotong percakapan Mio dan Ritsu, aku menunjuk ke arah truk yang sedang datang ke arah sini sambil membawa sebuah rak pesanan kami di belakangnya. Aku melambai-lambaikan tanganku dan kemudian truk itu pun berhenti di depan gerbang sekolah. Setelah para petugas itu membawanya ke atas dan ke depan ruang klub. Kami pun mulai mempersiapkan diri kami untuk membersihkan gudang kami sebelum membawa rak itu masuk ke dalam.
Aku menggulung lengan bajuku sampai sejajar dengan siku agar debu-debu yang beterbangan saat kami bersih-bersih nanti tidak menempel terlalu banyak. Untuk bagian rambut, aku tidak perlu mengaturnya terlalu banyak karena pada dasarnya rambut coklatku ini memang sudah pendek.
Berbeda dengan Mio yang harus mengikat rambut panjangnya menjadi model kuncir kuda karena akan mengganggu saat bersih-bersih nanti. Kami juga melepas sepatu kami dan menaruhnya di depan ruang klub karena sekalian akan kami pel seluruh ruangan ini. Setelah semua siap, akhirnya kami pun memulai bersih-bersih ruang klub hari ini.
"Ayo kita mulai bersih-bersihnya!" ucap Ritsu semangat.
"Ayo!"
Mula-mula kami secara estafet memindahkan kotak-kotak kardus dari dalam gudang ke luar, ternyata jumlahnya lebih banyak yang dari kami duga dan membutuhkan waktu lebih lama. Setelah itu Mugi membersihkan rak kaca yang sebelumnya ia bawa dari rumah saat kami kelas sepuluh untuk memajang teko-teko dan cangkir teh yang biasa kami pakai.
Karena tinggi rak yang lebih tinggi dari tinggi Mugi, akhirnya ia menggunakan kursi untuk berdiri di atasnya dan menemukan alat pembuat kopi yang berada di belakang peralatan-peralatan tehnya yang sudah kelihatan berdebu dan usang. Ia pun kemudian mengambilnya dan sedikit mengusapnya.
"Hmm ... dulu aku membawa ini, tapi sampai sekarang malah tidak terpakai sama sekali. Lebih baik kubawa pulang, deh," gumam Mugi.
Ia pun kemudian mengopernya ke arahku untuk dikeluarkan dari ruang klub nanti. Ternyata alat itu lebih berat dari yang kuduga dan membuatku harus mengangkatnya dengan kedua tangan, tapi Mugi dengan mudah mengangkatnya dengan satu tangan. Aku kembali mengambil beberapa cangkir lagi dan sedikit memperhatikannya. Ternyata cangkir-cangkir itu memiliki corak yang indah dengan warna emas yang membuatnya semakin mewah.
"Nee, Mugi, dari mana keluargamu mendapatkan cangkir-cangkir ini? Ini kelihatan mewah sekali."
"Hmm .... Aku tidak tahu pastinya, tapi aku rasa keluargaku pernah bilang kalau mereka mendapatkannya dari Kerajaan Belanda."
"Kerajaan ...."
"Woopss! Hampir saja!"
Saat mendengar kata 'Kerajaan', tiba-tiba tanganku dan kakiku menjadi kaku dan tanpa sengaja menjatuhkan cangkir yang sedang kupegang saat ini. Tapi untungnya Ritsu dengan sigap langsung menjatuhkan dirinya dan menangkap cangkir itu tanpa masalah sedikit pun.