POV Hirasawa Yui
Pagi yang cukup dingin ini membuatku tidak ingin keluar dari kamarku dan hanya ingin berada di atas tempat tidur sambil memakai selimut dan bermain-main dengan gitar. Tapi hari ini adalah hari yang bersejarah bagi kehidupanku, karena hari ini adalah hari pengumuman dimana aku diterima atau tidak di Universitas yang aku incar.
Ujian nasional juga sudah kulakukan dan aku sudah tidak masuk sekolah lagi. Makanya pagi-pagi begini aku masih ada di atas tempat tidurku. Rencananya Mio, Mugi, dan Ritsu akan datang ke rumahku untuk melihat hasilnya secara bersama-sama. Untuk sekedar informasi saja, kami mendaftar di Universitas yang sama, jadi ini juga sekaligus menjadi penentuan nasib Afterschool Tea Time.
Apa kami masih bisa bermain bersama, atau mungkin dipisahkan oleh hal-hal lainnya. Aku tidak terlalu memikirkan hal itu sih. Karena apapun yang terjadi, pasti kami akan terus meneruskan not-not musik kami dan tidak akan berhenti sampai di masa SMA saja.
“Mereka lama sekali, ya,” gumamku.
Dan baru saja aku memikirkan kenapa mereka lama sekali, tiba-tiba bel rumahku berbunyi dan ibuku langsung datang ke dalam kamarku.
“Yui, ada temanmu.”
“Aku sudah dengar, Bu.”Aku langsung bangun dari tempat tidurku dan keluar dari selimutku, meninggalkan gitarku yang masih berlapis selimut di sini. Melewati ibuku yang masih ada di depan ibuku dengan cepat, aku pun menghampiri teman-temanku yang baru saja datang di depan pintu.
“Selamat datang semuanya!” sambutku.
“Yahoo!"
“Maaf mengganggu.”Mereka semua kemudian masuk ke dalam dan langsung menuju ke kamarku. Ibuku juga tidak lupa menyambut mereka dan membawakan mereka minuman ke dalam kamarku.
“Maaf mengganggu,” ucap Mio.
“Tidak apa-apa. Anggap saja rumah sendiri, ya?” ucap ibuku.
“Terima kasih banyak.”
Setelah itu ia keluar dari kamarku. Ritsu yang mengetahui kalau ibuku sudah keluar dari kamarku langsung meminum minuman yang disediakan sampai menyisakan setengah gelas. Sementara yang lainnya hanya duduk diam saja.
Suasana hari ini menjadi sangat tegang. Aku bisa merasakannya dari angin dingin yang tiba-tiba saja berhembus entah dari mana. Dan sebagai cara untuk mencegahnya, Kak Mugi kemudian memulai percakapan.
“Karena pengumumannya masih belum dimulai, bagaimana kalau kita menghabiskan waktu dulu untuk melakukan sesuatu?” ucap Kak Mugi.
“Be-Benar juga, ya."
“Mau makan kue dulu?”Mugi kemudian mengeluarkan beberapa kue dari dalam tasnya. Kue-kue itu ditempatkan di dalam sebuah kotak yang cukup kuat sehingga tidak mudah hancur. Mugi memang hebat, bahkan di saat seperti ini ia masih sempat-sempatnya membawa kue. Lalu Mugi pun membagikannya kepada kami semua.
“Seperti yang diharapkan dari Mugi,” ucap Ritsu.
“Terima kasih Mugi,” ucap Mio.
“Sama-sama.”
Kami pun memakan kue itu dengan tenang. Tapi suasananya lebih sepi dari biasanya. Sepertinya ini semua salah pengumuman universitas itu, kue milik Mugi yang biasanya rasanya sangat enak, sekarang menjadi tidak seenak itu.
Setelah kuenya habis, aku kemudian meminum teh yang sudah dibawakan ibuku. Tapi mau bagaimana pun juga, rasa kue yang dibawakan oleh Mugi selalu enak, entah bagaimana pun suasananya.
Tapi setelah acara makan kue dan minum teh selesai, kami masih saja tetap bingung tentang apa yang ingin kami lakukan saat ini. Masih ada beberapa saat lagi sebelum pengumumannya dikeluarkan. Karena bosan, Ritsu kemudian berkeliling di kamarku memeriksa apakah ada yang bisa dimainkan atau tidak. Dan ia melihat ke arah sebuah papan mading berukuran kecil yang sengaja aku beli untuk menaruh foto-foto di kamarku.