Lari Marathon (2)

1 0 0
                                    

Kami mengikuti Bu Yamanaka sampai ke depan sebuah cafe dan tetap dalam mode menguntit. Meskipun orang-orang yang lewat memandangi kami dengan tatapan yang aneh, tapi sepertinya para kakak kelasku tidak terlalu peduli. Yang terpenting bagi mereka adalah rasa penasaran mereka.

“Sebenarnya siapa yang Bu Yamanaka tunggu, ya?” tanya Kak Ritsu.
 
“Apa jangan-jangan pacarnya?” ucap Kak Mugi.

“Tidak mungkin! Orang seperti Bu Yamanaka?!”

“Kenapa kau sangat terkejut soal itu? Ya tapi kurasa agak repot juga jika teman-temannya tahu kalau Bu Yamanaka sudah punya pacar,” ucap Kak Mio.

Kami terdiam dengan kata-kata yang diucapkan oleh Kak Mio. Lalu setelah itu menengok ke arah Kak Mio semua yang membuatnya bingung. Setelah suasana diam yang kami rasakan selama beberapa detik tadi, Kak Ritsu kemudian membuka pembicaraan.

“Kalau dilihat-lihat wajahmu cantik juga, Mio.”

“Eh?!”

“Kau terlihat sudah berpengalaman ya, Mio?” ucap Kak Mugi.

“Eh?!”

“Selamat ya, Mio,” ucap Kak Yui.

“Eh?! Tidak, ini tidak seperti yang kalian pikirkan. Azusa! Kau percaya padaku, kan?”

Kak Mio meminta pembelaan dariku. Tapi kali ini aku lebih percaya pada yang lainnya dari pada Kak Mio sendiri. Lagipula Kak Mio itu orangnya cantik, dewasa, dan juga keren. Tentu saja banyak orang yang suka padanya. Jadi aku yakin setidaknya Kak Mio sudah berpacaran minimal satu kali. Aku hanya diam saja dan menunggu penjelasan yang sebenarnya dari Kak Mio. Itu artinya aku tidak membelanya kali ini.

Merasa tidak ada yang membelanya kali ini, Kak Mio pun menunduk lemas dan menjelaskan perasaan yang sebenarnya kepada kami semua.

“Aku benar-benar belum pernah berpacaran. La-Lagipula ... aku sudah menganggap klub musik ini sebagai pacarku.”
 
Kak Mio mengatakan hal itu dengan suara yang kecil dan wajah yang merah padam. Ditambah ia memainkan kedua tangannya sebagai tanda kalau ia gelisah karena membicarakan hal ini. Kami semua yang mendengarnya terdiam. Aku juga tidak menyangka kalau Kak Mio menjawab pertanyaan kami dengan jawaban yang seperti itu.
 
“Pfft!” Kak Ritsu tidak bisa menahan tawanya.

“Ja-Jangan ketawa!”

Setelah mendapat klarifikasi dari Kak Mio, kami pun kembali fokus kepada Bu Yamanaka yang sejak awal menjadi fokus kami. Setelah menunggu lama, tiba-tiba dari arah lain ada seorang laki-laki yang memakai seragam kepolisian menghampiri Bu Yamanaka.

“Laki-laki!”

“Ternyata dugaanku benar!”

“A-Aku tidak menyangkanya.”

“Bu Yamanaka sudah besar, ya?” ucap Kak Mugi bangga.

“Dia kan memang sudah dewasa, Kak Mugi,” ucapku.

Mereka berdua langsung masuk ke dalam dan kami juga bergegas mengikuti mereka. Keadaan di dalam cafe untungnya sedang tidak terlalu ramai, tapi kami tidak bisa masuk ke dalam begitu saja. Karena Bu Yamanaka bisa dengan mudah mengetahui keberadaan kami. Jadi kami memutuskan untuk mengendap-endap di dekat pintu keluar.

“Aku tidak bisa mendengarnya.”

“Aku juga.”

“Tapi kalau lebih dari ini, kita bisa ketahuan.”

Kami berdesak-desakan dan sebisa mungkin tidak mengganggu orang yang lalu lalang di sini. Tapi tetap saja perilaku kami menarik perhatian, terutama kasir cafe ini.

Kumohon Jangan LulusTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang