Tahun Kedua (1)

8 0 0
                                    

Sang matahari yang belum penuh sepenuhnya diiringi dengan kicauan burung yang menemani pagi ini. Terdengar bunyi jam alarm yang telah berbunyi selama kurang lebih lima menit, jarum jam itu menunjukkan jam setengah enam lewat lima menit. Disamping jam yang berbunyi itu, terlihat seorang gadis dengan gaya tidur yang tidak teratur dengan selimut yang tidak menutupi seluruh tubuhnya.

Gadis yang tengah tertidur itu pun lama-lama terganggu dengan suara alarm yang sejak lima menit lalu terus berdering. Dan pada akhirnya meskipun dengan mata yang masih setengah terbuka, gadis itu pun kemudian meraba-raba meja di samping tempat tidurnya untuk mencari sumber suara yang mengganggunya dari tadi. Setelah menemukan dan mematikan alarm yang mengganggunya dari tadi, ia pun kemudian duduk di pinggir tempat tidurnya.

"Azusa! Apa kau sudah bangun?! Cepat bangun atau kau akan terlambat di hari pertama tahun keduamu, loh."

Suara ketukan dari luar kamar gadis itu sedikit demi sedikit menyadarkan dirinya yang masih duduk melamun sambil mencoba tidur lagi di pinggir tempat tidurnya.

"Aku sudah bangun ...."

"Apa kau yakin? Suaramu masih terdengar seperti suara orang tidur, lho."

Setelah mendengar hal itu, ia pun langsung membuka matanya lebar-lebar dan sudah sepenuhnya tersadar. Dengan terburu-buru ia membuka tirai jendela kamarnya dan sinar matahari pagi lembut masuk menembus lewat kaca jendelanya.

Gadis itu pun kemudian melihat kearah jam yang ada di mejanya lalu setelah itu melihat kearah seragam SMA yang tergantung di pintu lemarinya. Ia pun kemudian teringat kalau sekarang adalah hari pertamanya di SMA tahun kedua. Tanpa menunggu terlalu lama lagi, ia pun langsung berjalan menuju ke kamar mandi dan bersiap untuk bersekolah.

Setelah selesai mandi, gadis itu mengambil seragam SMA yang ia gantung dan kemudian mengenakannya di depan cermin. Dengan cekatan ia mengatur dasinya dan mengikat rambutnya menjadi gaya twintail. Setelah semuanya siap dan dirasa sudah cukup cantik, ia sedikit bergaya dan berputar-putar ria di depan cermin menyambut hari pertamanya.

"Azusa! Kau sudah siap? Jika sudah, cepat turun lalu sarapan!"

"Gekh ...!"

Gadis itu sedikit terkejut saat ketukan pintu dan panggilan dari ibunya memanggilnya saat ia sedang bergaya, untung saja ibunya tidak melihatnya. Jika ibunya melihatnya, ia bisa karena malu. Ia pun lalu mengambil tas sekolahnya dan bersiap-siap turun kebawah, tidak lupa juga ia membawa sebuah case gitar di punggungnya. Dengan begitu keseharian pagi gadis itu pun selesai.

Yap, gadis itu adalah aku. Nakano Azusa, tahun kedua dari Sekolah Putri Sinar Mentari.

**

Saat sarapan tadi berita cuaca menunjukkan kalau hari ini cerah dan tidak berawan. Ternyata mereka tidak salah, saat ini aku sedang berjalan di bawah sinar matahari yang lumayan terik. Aku sengaja berjalan kaki dari rumah ke sekolah karena selain jarak sekolah yang dekat dengan rumahku, aku juga bisa menghemat biaya jajanku. Makanya aku lebih memilih untuk berjalan kaki. Meskipun aku membawa case gitar di punggungku dan tas sekolah di genggamanku, tapi itu tidak menjadi penghalang bagiku.

Setelah berjalan kira-kira lima belas menit, aku akhirnya sampai di depan pintu gerbang sekolah. Jam besar di gedung sekolahku masih menunjukkan jam enam lewat lima belas menit, itu berarti aku sampai tidak terlalu terlambat. Masih banyak siswi lain yang melewatiku yang terdiam di depan gerbang sekolah.

Aku mendongak ke atas kearah langit biru tak berawan. Dan kemudian menghirup nafasku dalam-dalam lalu mengeluarkannya dengan perlahan.

"Yosh! Ayo kita mulai lagi."

Setelah itu aku pun menggerakkan langkah pertamaku ke dalam area sekolah.

Aku pun kemudian berjalan menuju ke sebuah kerumunan yang tercipta di samping jalan utama. Mereka melihat kearah sebuah papan dengan nama-nama murid semua angkatan dengan tulisan besar di atas tengah 'PEMBAGIAN KELAS'. Aku yang datang sedikit terlambat otomatis berada di barisan paling belakang kerumunan tidak bisa melihat namaku dengan jelas. Karena tinggiku yang kurang dari standar anak-anak tahun kedua, aku mencoba menjinjitkan kakiku berharap bisa melihat namaku lebih jelas.

Kumohon Jangan LulusTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang