PoV Nakano Azusa
Bel pulang sekolah telah berbunyi. Dan saat ini aku sedang berjalan ke arah ruang klub musik. Dan saat aku masuk ke dalam, kakak kelas ku yang lain telah datang mendahuluiku seperti biasanya. Saat ini Kak Yui, Kak Ritsu, dan Kak Mugi sedang berada di depan akuarium, menyamakan tinggi wajahnya agar setara dengan tinggi akuarium itu.
Ini sudah dua minggu semenjak kedatangan ‘anggota baru' klub musik. Sepertinya mereka mencoba menghiburku dengan membelikanku sebuah kura-kura yang waktu itu aku lihat di Ace Hardware. Sebenarnya kura-kura yang kami beli adalah jenis kura-kura bertempurung lunak atau biasa disebut sebagai labi-labi. Kak Yui sepertinya mengira kalau aku menyukai labi-labi ini, padahal aku hanya melihatnya saja. Dan sepertinya yang menyukainya adalah Kak Yui sendiri.
Aku menaruh case gitar dan tas sekolahku lalu segera menghampiri mereka semua. Kak Yui yang melihat Oci yang sedang berenang-renang kesana kemari dan tertawa sampai menempelkan hidungnya di kaca akuarium. Ternyata benar, Kak Yui yang lebih menyukainya daripada aku.
Dan Kak Yui baru menyadari kedatanganku dan telat untuk menyambutku.
“Azusa! Kau baru datang? Cepat lihat Oci, dia sepertinya sedang senang.”
“Aku sudah datang dari tadi sebenarnya,” ucapku datar.
Tapi Kak Yui sepertinya tidak mendengarnya dan kembali mengalihkan perhatiannya kepada Oci lagi.
“Apa Kak Yui sudah memberi Oci makan?”
“Tenang saja! Sebelum masuk ke kelas pada pagi hari dan saat datang kesini pas pulang sekolah, aku selalu memberinya makan tepat waktu.”
Ia memberikan pose hormat di depan dahinya seperti seorang prajurit yang telah melakukan tugasnya. Aku hanya bisa menghela nafas. Setidaknya Kak Yui memberinya makan, tinggal membersihkan akuariumnya saja yang dibersihkan secara bersama-sama.
Saat yang lainnya sedang sibuk memperhatikan Oci, aku kemudian melihat ke arah Kak Mio yang dari tadi selalu berada di belakang kami dan seperti menjaga jarak dari akuarium. Apa jangan-jangan Kak Mio takut? Aku pun mencoba memanggil dan bertanya kepadanya langsung untuk sekedar memastikan.
“Kak Mio, ada apa?”
“Eh?! Ah ... tidak ada apa-apa ....”
Kak Mio mengarahkan pandangannya ke arah lain yang membuktikan kalau dia sedang berbohong. Sebenarnya dari nada bicaranya saja aku sudah bisa menebaknya.
“Apa jangan-jangan Kak Mio takut?”
“Tidak ...! Bukan begitu, aku hanya ... kau tahu ... ya seperti itulah.” Kata-kata Kak Mio menjadi kacau dan tidak tersusun rapi.
“Tidak perlu takut Mio. Ayo, coba kau panggil Oci,” ucap Kak Yui.
“O-Oci ....”
Meskipun masih takut-takut, tapi Kak Mio berusaha sekuat tenaganya untuk memanggil nama Oci. Kak Yui dan Kak Ritsu sedikit menyingkirkan kepalanya agar pandangan Kak Mio terhadap Oci terlihat jelas. Seakan merespon panggilan dari Kak Mio, Oci pun berenang mendekati sisi kaca dan melihat langsung ke arah Kak Mio.
“Lihat, lihat itu Mio! Dia menengok ketika dipanggil olehmu!”
“Ka-Kau benar ....”
“Tuh kan sudah kubilang kalau Oci itu lucu, kan?”
“Iya dia lucu.”
Sepertinya Kak Mio sudah berhasil mengalahkan rasa takutnya pada Oci. Bisa gawat juga jika ia takut terlalu lama.
Saat kami semua sedang sibuk bermain dengan Oci, tiba-tiba smartphone milik Kak Ritsu berbunyi dan ia pun segera berjalan keluar untuk mengangkatnya. Kami semua melihat Kak Ritsu dalam diam dan mulai membicarakannya.