Bab 16

928 155 22
                                    

Karya ini dilindungi oleh undang undang hak cipta no. 28 tahun 2014. Segala pelanggaran akan ditindak sesuai hukum yang berlaku di Indonesia. 

Pencipta Benitobonita.
Apa Ramaik bisa merapikan tempat itu? 

Perasaan Angelina menjadi gundah. Bahkan, di sana tidak ada sapu. Gimana caranya dia bisa bersihin sisa rambut di lantai?

Angelina duduk di kursi kamar tidur dengan resah. Wanita itu meniup uap kopi yang mengepul dari cangkir sambil mengamati jendela. 

Arakan awan putih bergerak perlahan di langit biru terang. Aneh, hari ini tidak terlihat kesibukan di atap gedung. Tidak ada deru helikopter saat kemarin malam ataupun pagi ini.

Bunyi bel kamar seketika mengejutkan Angelina. Tubuh wanita itu sampai terentak dan dia menatap heran ke arah satu-satunya jalur keluar dari kamar itu. Siapa? Biasanya mereka langsung buka pintu tanpa sopan santun.

Pendengaran Angelina kembali diketuk oleh dering berirama. Dia akhirnya bangkit berdiri dan berjalan mendekati sumber bunyi. Pada awalnya, wanita itu hendak membuka pintu. Namun, jemarinya terhenti saat menggenggam knop. Bukannya selalu kekunci? Emang ada gunanya aku coba buka?

Akan tetapi, suara yang semakin terasa nyaring membuat Angelina spontan menekan ke bawah gagang besi tersebut. Keanehan lain membuat dia menahan napas. Pintu berbahan kayu itu mengayun santai dan menampilkan sosok yang tidak disangka-sangka oleh dirinya.

“Paul?”

Mata Angelina sama sekali tidak berkedip saat melihat suaminya. Wangi parfum bernuansa laut tercium lembut dan senyum berlesung pipit pada pipi kanan, yang merupakan ciri khas Paul dan selalu sukses membuat para gadis kebat-kebit, dipertontonkan secara cuma-cuma.

Anehnya, setelah beberapa hari berlalu, efek pesona itu seakan luntur. Angelina tidak lagi merasakan debaran jantung yang bertalu-talu ataupun menjadi kikuk seperti biasa. Kini, tatapannya lebih menunjukkan rasa keheranan dibandingkan bahagia.  

“Ke-kenapa kamu ada di sini? Gi-gimana caranya kamu naik?”

“Angel, jangan bilang kamu lupa kalau ini hari Sabtu. Apa kamu betah banget di sini?” 

“Hah?” Wanita itu melongo tidak percaya. “Ku-kupikir ini masih Jumat.”

Helaan napas panjang diperdengarkan Paul. Pria itu mencubit pelan hidung istrinya sambil berkata, “Dasar pikun, lagi-lagi lupa waktu.”

Angelina dengan wajah pura-pura cemberut langsung menelengkan kepala untuk melepaskan diri. “Aku cuma lagi banyak pikiran. Jadi, bagaimana caranya kamu naik?”

“Tentu saja pakai lift.” Paul menunjuk ke arah lorong dengan ibu jarinya, sebelum bersedekap. “Hmm, enggak ada ciuman selamat datang atau pelukan?”

"Eh …." Pipi Angelina sontak menghangat. Wanita itu menatapi suaminya dengan malu-malu.

"Jadi? Ciuman singkat di pipi?" goda Paul. Pria itu sedikit membungkuk dan memiringkan kepala. 

Jantung Angelina sontak berdebar cepat. Dia menempelkan bibir pada pipi suaminya hanya dalam hitungan detik dan melengkungkan punggung untuk menjauh. 

Paul sepertinya cukup puas dengan tingkah istrinya, sebab pria itu tidak menyatakan protes dan menegakkan tubuh. "Ayo, ambil tasmu. Kita pulang sekarang."

***

Mata Angelina terus-menerus mengamati gedung Genma yang terlihat mengecil dari kaca spion dengan perasaan tidak percaya. Lima hari terkunci di bangunan yang dihuni oleh manusia-manusia tidak waras dan korban percobaan mereka, sepertinya memang mengikis keoptimisan dia untuk bisa merasakan dunia luar.

“Kamu benar-benar betah kerja di sana, ya?”

Pertanyaan bernada kurang enak itu membuat Angelina tersenyum kikuk. “Bukan, hanya rasanya kaya lama sekali di sana. Mungkin rasanya kaya jet lag.”

Paul langsung mendengkus ketika mendengar jawaban ngawur dari istrinya. Kendaraan roda empat itu melaju melintasi jalanan panjang yang sepi. Hanya ada satu dua motor melintas, itu pun dalam jeda cukup lebar. 

"Sebelum pulang, kita belanja bulanan dulu dan makan siang, gimana?" tanya Paul sambil menatap ke jalan. 

"Boleh …."

Mata Angelina tanpa sadar mengamati lapangan-lapangan kosong yang masih dihampari ilalang saat pikirannya kembali ke gedung itu. Sebuah keraguan bersarang pada hatinya. 

Apa yang harus kulakukan?

Bayangan Ramaik yang berada di dalam kandang, pertarungan antar binatang hingga tewas, berkelebat pada benak Angelina. 

"Untung aja kamu udah berhenti dari kebun binatang." Ucapan spontan Paul membuat Angelina menoleh dan memberikan tatapan kebingungan. 

"Kamis lalu, ada berita tentang dokter hewan lain yang tewas, kali ini karena diterkam singa di Malang. Aneh banget, dua kali berturut-turut," balas Paul sambil melirik singkat ke arah Angelina. "Korban kedua malah dokter perempuan."

Napas Angelina sontak tertahan. Wanita itu menelan ludah saat teringat ucapan Fonda sebelumnya. 

"Kecelakaan bisa terjadi di mana saja …."

Apa kematian yang ini juga ada hubungannya sama Genma?

"Angel, Dokter Sandi telepon nanyain kabar. Katanya mau diskusi tentang kondisi Bowo. Dia bingung kenapa HP kamu enggak aktif. Coba kamu telepon dia dulu," lanjut Paul sambil menurunkan gas kendaraan. 

Mobil berhenti mulus di perempatan lampu merah. Angelina pun merogoh tas dan meraih gawai yang dalam keadaan mati selama beberapa hari lalu. Dia menyalakan benda itu sambil menoleh ke arah suaminya.

"Paul, aku beberapa kali coba telepon ke kamu lewat resepsionis, kok, enggak diangkat?"

"Eh? Masa?" Wajah Paul seketika menunjukkan rasa terkejut. "Aku enggak terima kok. Aku juga lupa nanyain nomor rumah sakit, jadi enggak bisa telepon kamu."

Kening Angelina mengerut curiga. Apa orang-orang gila itu sengaja mutusin kontak? 

"Angel, coba telepon dulu Dokter Sandi. Dia bilang penting banget."

Desakan Paul membuat Angelina langsung menuruti perintah suaminya. Wanita itu mencari kontak mantan rekan kerjanya dan menekan tombol dial.

*****

Waktu sudah hampir pukul delapan malam saat Angelina keluar dari kamar mandi sambil memakai piama kuning dengan motif bunga-bunga raksasa. Aroma sabun dan sampo tercium lembut dari tubuh wanita itu.

Dia berjalan menuju ranjang tempat Paul berbaring santai. Pria itu sudah mandi terlebih dahulu dan memakai piama hitam. 

Paul menggunakan kedua lengannya yang tertekuk sebagai sandaran kepala. Mata pria itu mengamati gerakan Angelina tanpa berkata-kata.

Dia membiarkan istrinya mengucek rambut yang masih lembab dengan handuk putih yang terkalung pada leher sebelum bertanya, "Angel, apa besok beneran mau coba cukur janggut?"

"Eh, iya." Gerakan tangan Angelina terhenti. Wanita itu teringat akan kondisi pria lain yang masih terkurung di kandang bawah tanah dengan penampilan amburadul. "Apa boleh?"

Bibir Paul sontak melengkung. Dia memiringkan tubuh saat menjawab pertanyaan istrinya. "Tergantung, kalau Angelku pintar membujuk, mungkin aku bersedia."

"Hah? Tunggu, Paul …. Rambutku masih ba--"

Protes Angelina sontak terputus saat bibir mereka bertemu. Wanita itu pun membiarkan jemari Paul melucuti pakaian mereka sebelum keduanya melepas rindu hingga lelap menjemput.

Pembaca, tolong tekan tanda bintang hingga berwarna non-putih.^^

5 Maret 2021

Benitobonita


Menjinakkan Inyiak [ Genma Series #1 ] Telah TerbitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang