BAB 9

127 54 17
                                    

Sekuat apapun kamu menyuruhku
pergi, jika hati menyuruhku menetap.
kamu bisa apa?
~Keylin Maurena~
🥀🕊🥀🕊🥀🕊🥀🕊🥀🕊🥀🕊🥀





Jam pulang sekolah sudah berbunyi 1 menit yang lalu, Keylin mengetuk-ketukan polpennya pada meja dengan raut wajah gelisah. Hari ini ia tidak membawa kendaraan, menebeng pada Fira saja sungguh tidak mungkin. Dikarenakan, gadis itu sudah pulang sejak tadi untuk mengantar orangtuanya ke bandara. Bahkan teman-teman sekelasnya sudah pulang duluan, menyisakan dirinya sendiri di kelas ini. Lalu bagaimana nasibnya sekarang?

Dengan langkah gontai ia berjalan ke luar kelas. Celingak-celinguk seperti maling adalah hal yang biasa dia lakukan. Membuka aplikasi gojek adalah harapan satu-satunya, kalaupun menunggu Taksi itu juga tidak mungkin. Tidak ada taksi yang lewat jam segini.

Astagfirullah

"Kuota habis. Gimana dong?" ia menggerutu kesal seraya mengehentak-hentakkan kakinya. Tidak ada cara lain, ia harus jalan kaki.

"Masa harus jalan kaki sih?" Gadis itu tetap fokus pada ponselnya, menatap nanar pesan operator yang bertuliskan 'Paket internet anda sudah habis'.

Brukk

Prankk

Karena terlalu fokus, ia sampai tidak sadar menubruk sesuatu yang terasa sangat keras. Matanya yang tadi fokus pada ponsel semakin membola kala melihat benda pipih itu terjatuh dan retak. Ia berjanji tidak akan memaafkan orang yang telah lancang menabraknya. Walaupun faktanya memang dia yang bersalah tapi tetap saja gadis itu tidak terima. Bahkan orang yang menabraknya tidak membantu sama sekali, minta maaf pun tidak.

Gadis itu mendongak dengan perasaan jengkel. Ia tidak akan membiarkan orang ini lolos begitu saja. Namun saat melihat orang yang dia tabrak, niatnya untuk marah ia urungkan. Bagaimana bisa marah jika orang yang dia tabrak adalah pujaan hatinya. Lebay memang, tapi itulah Keylin Maurena.

Ekspresi wajahnya yang tadi kesal berubah menjadi sumringah.

"Eh, Rezvan." Ia menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.

Laki-laki itu menaikkan alisnya sebelah seraya mengedikkan bahunya acuh. Lah-lah Keylin kira laki-laki itu diam karena ingin meminta maaf. Namun sebaliknya, laki-laki itu malah meninggalkannya tanpa mengatakan sepatah kata apapun.

"Rezvan tunggu ...!" Dia berlari menyeimbangi langkah kaki Rezvan.

"Ck! ngapain ...?"

"Kamu ngomong apa?"

"Ngapain ngikutin gue?" ulang Rezvan. Selain polos ternyata gadis disampingnya ini lemot juga.

"Mau minta tebengan lah."

Bukannya menjawab iya, Rezvan malah semakin mempercepat langkahnya. Malas meladeni gadis itu.

"Tunggu Rez, aku mau ngomong!" cegah Keylin. Laki-laki itu menoleh tanpa ekspresi. "Rezvan bisa anterin Key pulang gak? Key gak bawa motor. Mau pesen gojek juga nggak bisa."

"Nggak ...!" desisnya kemudan berlalu meninggalkan Keylin yang cemberut.








🌺🌺🌺

Disinilah Keylin terdampar layakanya gelandangan. Berjalan di trotoar pinggir jalan dengan kaki yang di hentak-hentakkan. Mulutnya tak tinggal diam menggerutu tentang nasibnya hari ini. Kaki pendeknya ia gunakan untuk menendang apapun yang menghalangi jalannya. Baik itu sampah, botol bekas maupun batu krikil. Melihat batu krikil di depannya ia jadi teringat dengan Rezvan. Bukan bermaksud menyamakan laki-laki itu dengan batu krikil, bukan. Ia hanya teringat dengan perkataan Vio di kelas tadi. Sungguh, mood gadis itu benar-benar hancur kali ini. Motornya yang tiba-tiba sakit, kuota habis yang menyebabkan dirinya harus berjalan kaki di tambah lagi dengan ponselnya yang retak.

REZVANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang