Sudah empat hari semenjak menghilangnya Keylin tanpa kabar, membuat suasana disekitar Rezvan begitu menegang. Bahkan laki-laki itu tidak segan untuk membentak siapapun yang berniat mengganggunya.
Rangga, Kenzo dan Vion yang merasakan hawa mengerikan dari sang ketua berusaha semaksimal mungkin agar tidak membuat kesalahan.
"Apa gak ada informasi lain lagi?"
Sorot mata tajam itu semakin menajam dengan rahang yang mengeras, ketika mendapati teman-temannya mengatupkan bibir rapat. Rambut yang biasanya acak-acakan semakin berantakan namun ia semakin terlihat begitu menawan.
"Kalian gak punya mulut?!"
Suara itu naik satu oktaf. Hawa dingin kembali hadir disekitar mereka yang merasa seperti sedang di ekskusi.
Meneguk ludah kasar seraya meringis pelan. Laki-laki yang duduk memangku laptop langsung berkata, "Ini aneh. Tapi dari sekian banyak informasi yang gue cari dari kemarin, cuma itu yang gue dapat."
Dengan tangan gemetar laki-laki itu memberikan laptopnya pada sang ketua. Lagi-lagi ia meringis melihat rahang ketuanya yang semakin mengetat.
Rezvan. Laki-laki itu menarik nafas dalam, menghalau rasa khwatirnya agar merasa lebih tenang. Tangan kekarnya kini beralih mengambil benda itu, membiarkan jari-jarinya mengetik sesuatu di dalam laptop Rangga yang sedari tadi menemaninya.
Matanya fokus membaca sederet angka juga tulisan bahkan video CCTV yang sudah berhasil Kenzo retas.
Namun dari semua Video CCTV tidak ada petunjuk sama sekali. Hanya sebuah alat pendeteksi yang berguna, itupun hanya mampu memberikan Rezvan satu petunjuk bahwa lokasi terakhir Keylin ada di bandara. Setelah itu, hanya gelap yang terlihat bahkan sesekali laptop itu menampilkan kata eror.
Kening Rezvan sedikit mengerut kala tidak menemukan apapun selain informasi yang Rangga berikan sejak tadi. Benar, ini sangat aneh. Jejak maupun dimana keberadaan Keylin sekarang seperti sengaja dihilangkan.
"Damn it!"
Memejamkan mata sejenak seraya meraup wajah kasar, Rezvan kembali mengetikkan sesuatu. Baru saja pencarian itu sedang berjalan tiba-tiba laptop tersebut kembali mati secara mendadak.
Jantung Rezvan berpacu cepat. Keringat dingin tiba-tiba muncul dari pori-pori kulitnya yang tak terlihat diiringi nafasnya yang memburu. Bayangan Keylin saat dulu mengganggunya berputar begitu saja dipikirannya. Bagaimana dulu gadis itu selalu bertanya apakah ia sudah mencintainya atau belum. Bayangan sewaktu Keylin mengajaknya untuk berbaikan seakan berputar begitu cepat.
Otaknya kini terngiang perkataan Keylin satu minggu yang lalu. Dimana gadis itu memintanya untuk menjaga diri seakan mau pergi ke suatu tempat yang lumayan jauh.
Pikiran tidak-tidak mempengaruhi otak Rezvan yang berusaha berpikir positif.
"Sialan!"
Berusaha menenangkan pikiran, tangannya beralih meraih ponsel lalu menghubungi seseorang yang menjadi dalang kekhawatirannya.
Tangan yang satunya tak tinggal diam, ia berusaha menyugar rambutnya kebelakang.
"Lo dimana sih?" Rezvan menggerutu saat telponnya tak bisa tersambung.
Mata yang tadinya menajam berubah menjadi sayu. "Lo berhasil bikin gue khawatir sialan!"
Vion yang mendengar gerutuan Rezvan menepuk bahu ketuanya itu guna menenangkan. "Jangan kayak gini Van. Mendingan lo tenangin diri dulu. Gue yakin kok, Keylin pasti baik-baik aja!"
"Gimana kalau dia kenapa-napa?"
Mulut Vion terasa kelu untuk menjawab. Namun sedetik kemudian Laki-laki itu berdecak kesal lalu menabok lengan kekar ketuanya itu. "Pikiran lo negatif mulu. Ingat ya Van, lo sendiri kan yang sering bilang kalau ucapan itu adalah do'a. Maka dari itu jangan ngomong sembarangan!"
KAMU SEDANG MEMBACA
REZVAN
Teen FictionAku adalah langit yang selalu ada di saat bintang pergi maupun kembali. _Keylin Maurena. Bagiku kamu adalah pluto. Salah satu planet yang ada di alam semesta namun tak pernah aku anggap ada. _Rezvan Aditya. Ini tentang dia, dimana cinta ingin terus...