Bab 38

30 6 0
                                    

Masih ditempat yang sama, Khanza dan teman-temannya mulai melaksanakan misi demi membantu Keylin mendapatkan informasi serta bukti-bukti kejahatan yang dilakukan oleh sosok manusia bernama Pradiptya.

Jika kepala keluarga itu berada di Jerman, maka istri dan anak-anaknya berada di Indonesia. Karena itulah, ketika kode misi pertama dikirim langsung oleh anggota dari Jerman, Khanza langsung bergerak cepat.

Dan disinilah sebagian anak muda itu berada, didepan orang-orang bertubuh kekar. Tidak semuanya, hanya tiga orang. Sisanya yang lain masih bersembunyi agar bisa masuk ke dalam tanpa dicurigai.

"Siapa kalian?"

Ketiga cowok yang dikenal bernama Anto, Rama dan Ferdo langsung menunduk, bersimpuh di tanah.

Anto memeluk kaki salah satu penjaga itu kemudian merengek. "To-tolong kami pak, kami nyasar. Dari tadi kami cari jalan keluar, tapi kami malah makin nyasar. Dan saya bersyukur banget bisa ketemu manusia jelek seperti kalian."

Rama dan Ferdo melotot. Sedangkan para penjaga itu terbelalak kemudian menggeram kesal.

Ferdo yang menyadari situasi, langsung saja mencubit betis Anto yang duduk bersimpuh disampingnya.

"Maksud teman saya itu, akhirnya kita bisa ketemu manusia keren seperti kalian. Teman saya emang suka ngomong kebalik pak." Rama memperbaiki, ia takut jika rencananya gagal karena mulut Anto yang suka ceplas-ceplos.

"Huwaaaa maksud saya begitu pak!" Anto meraung kemudian mengeratkan pelukannya pada kaki penjaga itu. "Tolong bantu kami, huwaaaaaaa saya kangen mami saya dirumah. Pasti dia khwatir."

Entah sejak kapan, tapi mata Anton sudah berkaca-kaca. Cowok itu sangat mendalami perannya saat ini.

"Hiks... Biasanya jam segini mami saya nyanyiin saya lagu tidur sambil ngelus rambut saya. Tapi sekarang saya malah nyasar disini. Senyuman mami saya terngiang-ngiang. Kok bapak malah diam aja sih bantu kami?!"

Para penjaga itu saling melirik, mereka terlihat kelabakan. Tidak habis pikir dengan anak muda jaman sekarang, mukanya saja yang terlihat sangar tapi hatinya selembut es krim yang sering anaknya makan.

Merasa prihatin, penjaga itu menepuk bahu Anto. Membantunya untuk berdiri, begitu juga dengan Rama dan Ferdo.

"Karena sudah larut lebih baik kalian istirahat dulu disini. Perjalanan pulangnya dilanjut besok aja." Salah satu penjaga menyarankan.

Dengan semangat 45 ketiga cowok itu mengangguk. Sedikit berpikir lalu Anton mulai menggenggam tangan penjaga yang memiliki tato ular dilehernya.

"Kursi disini gak akan cukup buat kami bertiga. Lebih baik kita buat api unggun didepan sana sambil ngopi, kebetulan saya bawa kopi!"

Orang itu terlihat berpikir sejenak kemudian menjawab, "Tapi kami harus berjaga. Kalau atasan kami tau, bis--"

"Atasan kalian nggak akan tahu. Lagian kalian juga udah kerja tanpa istirahat yang cukup, sesekali aja nyantai." Anton kembali menggandeng lengan orang itu, menariknya kehalaman yang sedikit terbuka menjauhi gerbang hitam tempat mereka berdiri.

Rama dan Ferdo yang melihat aksi Anton, tak meninggalkan kesempatan. Kedua cowok itu melakukan hal yang sama. Setelah berhasil, mereka memaksa panjaga itu duduk membelakangi gerbang.

Mata sipit Ferdo, melirik sekilas bayangan dibelakang pohon besar dekat gerbang. Menggaruk tengkuknya yang tidak gatal lalu berdehem dengan keras.

Khanza, Adit dan Leon yang pada dasarnya mendengar kode yang Ferdo berikan dengan segera mendekati gerbang.

Ketiga manusia itu berusaha membuka gerbang tanpa menimbulkan suara.

Menghadap kebelakang, Khanza kembali mendorong gerbang hingga menimbulkan suara decitan yang cukup kecil. Aman.

REZVANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang