BAB 22

69 16 3
                                    

Happy reading
.
.
.
.
.
.
.
.

Keylin berjalan melewati lorong sekolah sendirian. Arkan tidak bersamanya, laki-laki itu pergi ke ruangan Pak Tono --guru fisika-- untuk mengumpulkan tugasnya yang tertunda. Jika bertanya soal Fira, gadis itu mungkin sudah berada di dalam kelas sejak tadi.

Keylin berjalan sembari menenteng tas belakang dengan riang, tak perduli dengan tatapan aneh semua orang. Suara tepuk tangan serta tawa sinis terdengar dari arah samping. Keylin berhenti, ia menoleh. Disana ada dua orang siswi menertawainya sinis. Keylin tahu salah satu perempuan itu, dia Cindy. Perempuan yang selalu mengejar Rezvan selain dirinya.

Rani berjalan memutari Keylin dengan tatapan mengejek. "Sin, ada ustazah nih."

"Iya. Ustazah yang penuh kebusukan dan murahan tentunya, ups." Cindy membekap mulutnya lalu tertawa lagi.

"Contoh kebusukannya kayak apa Sin?"

"Pelukan ditengah bandara terus gandengan tangan di tempat umum. Benar 'kan Keylin Maurena? Nggak malu tuh?" Cindy mengibaskan rambutnya.

Keylin mengerutkan keningnya agar tetap tenang. Dia tidak ingin terpancing emosi, karena tujuan utama musuh adalah membuat lawannya tersulut emosi. Dan Keylin tidak menginginkan itu terjadi.

"Btw lo beneran niat pakai hijab? atau cuma akal-akalan lo doang buat dapetin hati Rezvan?" timpal Rani lagi.

"Atau cuma buat nutupin kebusukan lo doang?"

Gelak tawa terdengar dari mulut keduanya. Mereka adalah ratu buli sekaligus orang yang merasa paling berkuasa di sekolah ini.

"Palingan cuma akal-akalan. Lo tahu nggak sih Ran, kemarin gue lihat nih cewek jalan sama cowok lagi." Cindy tersenyum remeh.

"Iya-iyalah orang dia murahan! Mau aja sama banyak cowok. Bilangnya suka Rezvan, tapi pas ditolak, malah langsung cari yang baru."

"Cewek genit dengerin gue ya, harusnya lo tuh sadar diri. Gimanapun penampilan lo, itu semua nggak akan ngerubah hati Rezvan yang udah terlanjur dikuasi rasa benci." Cindy bersedekap dada.

Keylin tersenyum merkah. Jauh dalam hati, tersirat sesuatu yang penuh arti.

"Kata orang, benci sama cinta beda tipis. Bisa aja 'kan Rezvan cinta sama aku tapi dianya nggak sadar," balas Keylin dengan tenang.

"Oh ya satu lagi, Coba angkat kaca yang kalian bawa terus ngaca," Senyum miring terlihat jelas pada wajahnya. "Yang butuh nasihat kayak gitu, kamu atau aku?"

Keduanya terbelalak. Mereka menatap Keylin dengan tajam, merasa terhina dengan ucapan Keylin yang begitu singkat.

"Lo udah berani kurang ajar ...?" Cindy mulai terbawa emosi.

"Siapa? Aku?" Keylin menunjuk dirinya sendiri. "Aku cuma kasih tahu apa yang seharusnya kalian tahu."

"Jangan kurang ajar ya ...!" gertak Rani, ia menatap Keylin nyalang. Jangankan takut Keylin malah terlihat biasa saja.

"Yang kurang ajar disini itu kalian, bukan aku. Jangankan punya masalah sama kalian, kenal pun aku nggak," sarkas Keylin.

"Dasar cabe. Jangan nantangin gue ...!"

Keylin menghela nafas pelan. "Aku nggak pernah nantangin. Kalian sendiri yang buat aku berhenti disini. Selagi kalian ngomong aku dengerin, kalau omongan kalian butuh jawaban, pasti bakalan ku jawab."

Cindy tersulut emosi. Tangannya sudah melayang hendak menampar Keylin, Namun tangan itu tertahan kala mendengar suara yang mengintrupsikan.

"Pilih sentuh dia atau lo berurusan sama gue?" Seorang laki-laki mendekat. Ia menatap tajam ke arah Cindy dan Rani, tatapan datar namun penuh emosi.

REZVANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang