The Rejection

531 46 0
                                    

Present day
Jakarta, 2021

Peringatan hari kelahiran selalu di nanti oleh setiap insan. Satu hari istimewa dimana mereka yang bertambah umur diperlakukan bak raja atau ratu seharian. Ada yang memilih untuk merayakannya secara besar-besaran namun ada juga yang hanya memperingatinya dengan orang-orang terdekat.

Bagaimanapun cara merayakannya, hanya satu yang pasti. Hari ulang tahun merupakan hari yang paling membahagiakan dan kedatangannya di sambut dengan suka cita.

Setidaknya untuk kebanyakan orang.

Lain cerita dengan Thitipoom.

Bagi pemuda itu, hari lahirnya tidak lebih spesial dari hari-hari yang lain.

He doesn't like it.

He didn't celebrate it.

Nothing special. There's nothing to make a big deal out of it.

"Hey, birthday boy."

Thi menoleh kearah Sehun yang baru saja mendudukkan diri di sampingnya. Pemuda itu memasang wajah sumringah. Ada sebotol beer dalam genggaman tangannya.

"Hey birthday... supriser?" jawab Thi sedikit ragu. Dibalas Sehun dengan kekehan pelan.

"Is that even a word?"

"Iya itu kata baru dalam kamus bahasa inggris. Gue yang invented."

Tawa Sehun semakin kencang.

"Gue iyain aja soalnya..." pria itu melihat jam di pergelangan tangan. "...9 menit lagi udah bukan hari ulang tahun lo."

Keduanya tertawa kemudian.

"Kak thi kita pulang ya dadah!!"

Thi melambai kearah Purim, Ciize, dan Jan yang baru saja pamit. Diikuti satu persatu oleh 'tamu'-nya yang lain.

"Gue juga ya thi, ni singto udah teler banget." sambar Krist yang tengah memapah sang kekasih. "Wan bantuin, lo yang nyetir ya." ujarnya pada Tawan.

"Nginep lagi?" kali ini Thi mengalihkan pandangan pada pria itu.

Tawan mengangguk.

"Apple pulang ke rumah udah semingguan. Bokap nyokapnya dateng dari Surabaya. Gue kesepian di apart."

"Oh." respon Thi singkat.

Ia bangun dari duduk. Ikut mengantar ketiganya sampai di depan pintu. Tertawa kecil saat melihat Krist dan Tawan kualahan memapah Singto yang tengah melantur tidak jelas.

"Ngomong apasih ni anak!" ujar Tawan kesal lalu menggeplak kepala sahabatnya itu.

"Heh!" seru Krist tidak terima. Dengan refleks langsung balas memukul belakang kepala sang teman. "Sembarangan lo mukul-mukul laki gue!"

Tawan menggerutu tidak terima sambil mengelus bekas pukulan Krist di kepalanya. Matanya melirik Sehun yang masih betah duduk di sofa ruang tamu. Belum ada tanda-tanda bahwa dia akan pulang. Padahal apartemen ini sudah sepi setelah tadi penuh dengan orang-orang yang memberi kejutan ulang tahun untuk Thi.

Tawan sedikit tidak suka dengan si Sehun itu.

Ia memandang ragu pada kepada Thi. Seolah ingin mengatakan sesuatu namun akhirnya dia urungkan.

"Thi."

"Hm?"

"Gak jadi deh."

Piece of HeartTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang