Hi, Nice To See You Again

1.7K 93 0
                                    

a/n: halooo cerita ini alurnya agak maju mundur. jadi ada beberapa chapter yang flashback. mohon perhatikan waktu dan tempatnya yaa supaya gak bingung hehe. untuk present time, setting waktunya antara 2020 - 2021. silahkan untuk kritik dan sarannya aku tunggu. enjoy!! :))

--Piece of Heart--

Milan, Italy
December 2018

"Luke, can I get the usual please?" Si bartender itu menoleh kearah suara pelanggan yang baru saja memanggil namanya. Luke mengukir senyum tipis. "Vodka, right?" Ia bertanya. Sang pelanggan mengangguk. Wajahnya ditekuk kedalam. Kedua alisnya bertaut tajam kemudian menjatuhkan kepalanya diatas meja. Luke tahu si pemuda manis ini sedang kesal. Beberapa kali terdengar gerutuan tidak jelas yang keluar dari bibirnya. Luke terkekeh pelan kemudian menaruh dua buah sloki vodka dihadapan Thitipoom, si pelanggan. 

"Thanks." ujar Thi -panggilan Thitipoom-  kemudian menenggak habis satu sloki. Ia kembali menghela nafas dengan kasar.

"What's the matter with you tonight?" tanya Luke membuka pembicaraan. Thi mengangkat wajahnya, menatap Luke dengan pandangan yang sulit diartikan. "You haven't slept, have you?" tanya Luke lagi ketika menyadari kantung mata milik Thi semakin menebal diiringi dengan warnanya yang menggelap.

Thitipoom menggeleng. "I'm so fucked up." ujarnya.

"They are going to transfer me back to Jakarta. Katanya HRD disana butuh pembenahan. So, they promoted me as the new HR manager." 

"Wow!" Luke berujar antusias. "Congratulation?" sambungnya tidak yakin.

"Aren't you supposed to be happy with that? Kamu baru dapet promosi loh?"

Thitipoom mendelik tidak suka. Menenggak kembali sloki kedua hingga abis. "No! I don't want to go back there." serunya kesal. Jemarinya terulur mengambil kacang rebus yang ada di meja. "I don't like it there. The city, the humidity, the people... ugh! I hate it." gerutunya sembari menguyah.

"Gak enak tau disana tuh. Setiap sudut kotanya nyebelin. Nyebelin banget pokoknya." Luke mengerutkan kening ketika Thi mulai berbicara dalam bahasa ibunya. "Udah macet, gerah, aduh gak enak deh pokoknya."

"Yeah, I don't know how to respond to that. You do know that I don't understand Bahasa Indonesia, right?"

Thi menghentikan gerutuannya lalu tertawa dengan keras. Baru sadar akan kebodohannya yang mengumpat dalam bahasa asli. Luke pun ikut tertawa. Keduanya terus berbincang seiring malam berjalan. Sesekali Luke menjeda untuk melayani pelanggannya yang lain kemudian kembali melanjutkan obrolan.

Bar tempat Luke bekerja ini merupakan salah satu tempat hangout andalan Thi untuk melepas penat. Letak bar yang berlokasi tepat di sebrang gedung kantornya membuat bar ini menjadi tujuan favorites, tidak hanya untuk dirinya namun juga anak-anak kantor tempat dia bekerja.

Kalau ada yang bilang bartender memegang rahasia terbesar kita, itu Thi setuju. Mulutnya jadi sangat tidak terkendali saat sudah mabuk. Dikala seperti itu biasanya Thi akan mengoceh tidak jelas dan Luke hanya bisa diam dan sesekali menenangkan. Luke itu tidak pernah menghakimi. Dia pendengar yang baik. Makanya Thi lebih suka melimpahkan segala unek-unek hatinya pada Luke dibanding bercerita dengan pacar atau temannya.

"So, how is Namtan? Does she know about your transfer?" Thi mengangguk. Senyumnya perlahan menghilang.

"What did she say?

"Don't want to talk about it." ujarnya. Luke mengerti. Si bartender kembali menuangkan shots kelima untuk pemuda dihadapannya. "This one is on the house." Thi tersenyum tipis. Menggumamkan terima kasih. Ia melirik kearah ponsel miliknya yang sedari tadi berbunyi. Itu panggilan kelima dari Namtan, pacarnya.

Piece of HeartTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang