24

20 4 0
                                    

Senyum kak Veril melengkung saat menatap keberadaanku yang tengah duduk di bangku kantin. Detik berikutnya tangan laki-laki itu melambai seakan memanggil, langkah laki-laki itu terus mendekat. Duh, malas sekali harus menanggapinya lebih baik aku pergi. Baru saja berbalik dan akan melangkah tangan seseorang lebih dulu mencekal pergelangan tanganku

"Maaf," ucapnya, aku tersenyum remeh. Sebegitu mudah seseorang mengucapkan maaf tanpa ia tahu kesalahannya itu membuat orang lain sakit. Eh, tunggu! sakit? apa harus aku merasakan sakit karena tindakannya? tentu saja harusnya tidak.

"Lepasin!" ucapku datar, menepis tangan Kak Veril kasar, tetapi ia malah mengeratkan genggamannya pada pergelangan tanganku

"Aku salah, aku minta maaf" ucapnya

"Nggak perlu"

"Ra, dengerin aku" pintanya

"Maaf Kak, tapi Ara sibuk"

"Bisa nggak jangan kaya bocah!!" sentaknya membuatku berjingkat karena terkejut. Untunglah suasana kantin cukup sepi jadi tak terlalu banyak mengundang perhatian.

Huh! rasanya ingin kucolok saja kedua matanya, tapi melihat tatapan tajamnya membuatku bergidik takut. Ah, yang benar saja, sejak kapan seorang Quenzha Azkiara takut pada orang lain? tapi masa bodo! yang terpenting aku harus mencari cara untuk menghindari kak Veril. Setidaknya untuk saat ini.

"Ara mau ke perpus dulu, e ... iya ke perpus mau ambil buku. Jadi kak Veril ngomongnya nanti aja," kilahku, sebab aku belum ingin berbicara dengannya. Entahlah, apa aku benar-benar kecewa dengan sikapnya yang meninggalkanku atau apa? aku pun tak mengerti.

"Oke, pulang sekolah kita bicara" putusnya seraya melonggarkan cekalan pada tanganku

"Ya udah sana katanya mau ke perpus, belajar yang rajin, karena pacar seorang Fausta Veril kudu pinter" ucapnya lembut, tangannya mengacak puncak kepalaku pelan, sikapnya itu menghadirkan rasa hangat yang sulit untuk dijabarkan.

Aku mengangguk menanggapi, lantas beranjak pergi, namun baru beberapa langkah suara kak Veril kembali terdengar

"Nanti pulang aku anter" aku menggigit bibir bawah. Diam-diam mengumpat kasar, niat hati ingin menjauh malah akan berduaan kalau sampai kak Veril mengantar pulang. Aku menengoknya---hanya beberapa detik--sambil menampilkan senyum yang kubuat semanis mungkin.

"Dasar mulcab! seenaknya main perintah" gerutuku masih terus melangkah menuju kelas, iya kelas sebab perpus hanya sebuah alasan untuk menghindari obrolan dengannya

🕊️🕊️🕊️🕊️🕊️

Suasana sekolah sudah mulai sepi semenjak bel pulang berbunyi, aku berjalan tergesa menuju kelas kak Raka--dengan harapan laki-laki itu belum pulang, setidaknya agar aku punya alasan untuk tidak pulang bareng dengan kak Veril

"Hei, aku cari-cari ternyata disini," aku mematung ketika seseorang merangkul bahuku secara tiba-tiba, suaranya cukup kukenal.

"Eh, e ... Iya maaf kak Ara gak bisa pulang sama Kak Veril, ternyata pagi tadi Ara udah janjian mau pulang bareng kak Raka" jawabku gugup, kulirik air muka laki-laki yang masih berdiri disampingku dengan tangan masih merangkul bahu, ia tersenyum aneh dengan satu alis terangkat

"Apa kamu yakin My Lion Queen?" tidak kuduga, ia malah bertanya membuatku salah tingkah sendiri karena memang sebenarnya aku hanya ingin mencari kak Raka dan memintanya mengantar pulang. Jadi, bisa dipastikan ini bukan janji

"Apa Raka tidak memberitahu, kalau dia akan menghadiri rapat kelas?"

"Mati aku" gumamku tanpa sadar

Veril-Ara Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang