Kita tidak tahu seberapa besar pengaruh amarah yang keluar dari mulut seseorang. Tapi yang jelas amarah bisa membuat orang pandai jadi bodoh.
_Fausta Averil_
"Kak, kita mau kemana sih?" aku terus menarik tangan Ara tanpa menghiraukan pertanyaannya
"Loh kok ke parkiran sih?! Bentar lagi masuk kak, nanti kalo telat masuk kelas bisa kena ceramah guru ih!" ujarnya memperingati, aku terus mengabaikan ocehannya, memilih ke parkiran, mengeluarkan motor berwarna merah yang tadi berjajar rapi diantara motor-motor lain, mengambil kunci dari saku lalu menstarternya.
"Naik!" perintahku pada Ara
"Nggak! Udah mau bel kak, Ara masuk kelas aja ya?" Ara berbalik hendak meninggalkanku namun urung karena aku lebih dulu menggenggam pergelangan tangannya
"Cepet naik Ra, nggak usah bantah bisa kan?"
"Tap__"
"Naik!!" Ara tampak mengerucutkan bibir, tapi tetap menuruti perintahku. Baru beberapa meter motor melaju seorang berseragam satpam menutup pintu gerbang membuatku menghentikan laju kendaraan.
"Mas Andik, bisa tolong buka gerbangnya" ucapku meminta
"Yo ndak bisa, kan belum waktunya pulang. Kalian ini pasti mau bolos kan?" kata Mas Andik
Aku teringat sesuatu, segera kurogoh saku celana mencari kertas dengan tanda tangan dari salah satu guru BK. Sesaat kemudian Mas Andik mengernyit seusai menerima surat yang kusodorkan
"Kenapa Mas?" tanyaku
"Surat ijin ini hanya atas nama kamu, dan ijinnya pun untuk membeli kebutuhan praktik untuk dikelas kenapa___"
"Alat praktiknya banyak Mas, makanya saya bawa temen tapi tadi lupa nulis nama temen saya ini" kataku cepat memberi alasan, Mas Andik tampak berpikir sejenak kemudian membuka pintu gerbang mempersilakan kami keluar
"Segera kembali" ucap Mas Andik yang kubalas anggukan. Kembali menjalankan motor membelah ramainya jalan raya
****
Berpuluh menit mengendarai motor akhirnya sampai juga ketempat yang kutuju, aku memberhentikan motor dipinggir jalan meminta Ara turun terelebih dulu, setelahnya kuparkirkan motor di sepetak lahan kosong dengan tulisan 'Tempat Parkir' pada papan kayu. Aku berjalan mendekati Ara, menggenggam tangannya agar mengikutiku berjalan melewati jalan setapak. Entah mengapa rasanya bukan hanya kaki yang lelah tapi pikiranpun juga ikut lelah hingga tak menemukan topik percakapan yang bisa membuat Ara berhenti ngedumel sendari tadi. Yah, sendari tadi Ara sudah marah-marah.
"Wahhh bagus banget kak" decak Ara kagum melihat keadaan tempat ini. Sekarang kami berdiri di taman dengan banyak bunga dan kupu-kupu, disisi kanan terdapat persawahan sedang disisi kiri terdapat sungai dengan air mengalir deras
"jadi udah ngedumelnya?" tanyaku pada Ara, ia hanya nyengir memperlihatkan deretan gigi putih dengan sepasang gigi kelinci ditengahnya
"Wow ada patung guritanya! Kok kakak tahu tempat sebagus ini sih? Eh itu rumah pohon kak? wahh ada ayunannya juga ayok kak kesana!" Ara menarik tanganku menuju ayunan ia tampak begitu menikmati suasana ditempat ini.
"Kamu aja, aku mau kesana" Aku menunjuk pondok yang terletak sekitar dua meter didepan ayunan. Pondok yang terbuat dari bambu dan beratap jerami, ada kentongan juga yang tergantung entah untuk apa? Mungkin hanya sekadar mempercantik tempat pikirku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Veril-Ara
أدب المراهقينFausta Averil "Gadis Bodoh! Kamu harusnya tetap beku! Harusnya kamu tidak pernah membuka hati! Harusnya kamu tetap jadi singa betina yang setiap saat marah ketika aku jaili! Quenzha Azkiara "Brengsek! Salahkan sikapmu yang plin plan! Jangan hati ora...