Jika waktu memberi kesempatan untuk bertemu
Bukan tidak mungkin waktu membiarkan jarak memisahkan
*G.A*Fausta Averil
Hembusan angin membuat daun-daun menari, pun menjatuhkannya dari tempat yang menjadi pegangan sebelum akhirnya berakhir terombang ambing dan menyentuh tanah. Cahaya keemasan yang tadi begitu memanjakan mata juga mulai lenyap, langit mulai tampak remang-remang.
Pandangan mataku beralih pada halte sekolah yang kini hanya menyisakan seorang gadis mengenakan seragam putih abu-abu tengah duduk disana, surainya yang hitam tergerai indah dengan jepit rambut bunga berwarna merah disisi kanan.
Aku memerhatikannya sejak dua jam lalu, ketika gadis itu melewati gerbang sekolah dan membaur diantara keramaian.
Aku memang dapat melihat jalan raya, parkiran, juga halte dari gazebo sekolah yang berada lebih tinggi dari jalan karena memang bangunan sekolah dibangun pada tempat dengan tanah yang miring kebelakang.
Terbiasa pulang terlambat sudah menjadi kebiasaan untukku, hanya sekadar menunggu parkiran sepi atau menikmati kilau jingga yang menyembur indah dibarat.
Aku mengambil tas yang masih tergeletak di gazebo lantas melangkahkan kaki menuruni tiap anak tangga menuju halte, entah kenapa terbesit keinginan untuk menghampiri gadis itu lagi, ya, lagi ... karena sepertinya ini akan menjadi pertemuan kedua kami setelah waktu itu di perpustakaan.
'Menunggu seseorang kah?' batinku bertanya-tanya. Aku memperhatikan Gadis itu terus fokus melihat ke jalan raya sampai tidak juga menyadari kehadiranku
"Belum pulang?" aku memutuskan untuk bertanya, dia tampak kaget, sesaat menatapku.
"Menurut kakak?!" dia justru balik melempar tanya dengan nada ketus. Bagaimana bisa ada gadis segalak dan semanis dia? bahkan ini baru pertemuan kedua tapi dia mampu mengalihkan ingatanku tentang___ ah sudahlah.
"Ayo, aku antar?" ucapku lalu menarik tangannya. Dia tampak menghembuskan napas kasar lalu menatapku.
"Nggak! ngapain sih disini?! ganggu!" dia mengehempaskan tanganku dengan kasar. Lihatlah gadis ini, tampak seperti singa yang bertemu musuhnya, 'menarik' pikirku.
"Inikan tempat umum," jawabku santai. Tidak ada tanggapan, gadis itu kembali fokus dengan gawainya.
'Sial dia mengabaikanku' batinku mengumpat
"Kak Angga mana sih?!" gumam gadis itu yang masih terdengar sampai telingaku. Aku memutuskan untuk ikut duduk, tapi kemudian pandanganku jatuh pada buku diary berwarna biru bergambar awan disertai pita hitam bergaris putih yang tergeletak di kursi halte.
"Araa!" suara teriakan itu mengalihkan pandanganku. Tampak seorang pria mengenakan baju merah maron, rambut cepak dan mata hazel tengah bersandar disamping motornya.
"Kak Angga," sapa gadis itu sembari menghampirinya, senyumnya tampak merekah indah. Akhh ... kenapa rasanya dongkol melihat dia begitu manis kepada laki-laki itu? Mereka begitu tampak akrab, siapa sebenarnya laki-laki itu? Mereka saling berbincang, tidak lama memang karena selanjutnya mereka pergi dengan berboncengan.
Aku menghembuskan napas kasar, berdiri hendak mengambil motor diparkiran sekolah, namun urung karena melihat buku diary yang tertinggal. Mungkinkah gadis itu lupa karena terburu-buru? Aku mengambilnya, rasa penasaran ingin membuka dan membaca isinya pun sangat besar menyelimuti pikiran.
'Buka nggak ya? eh tapi inikan privasi, tapi anehnya kenapa aku begitu penasaran dan ingin tahu isinya?' hati dan pikiranku seolah berdebat, bingung antara akan membuang atau menuruti ingin
KAMU SEDANG MEMBACA
Veril-Ara
Teen FictionFausta Averil "Gadis Bodoh! Kamu harusnya tetap beku! Harusnya kamu tidak pernah membuka hati! Harusnya kamu tetap jadi singa betina yang setiap saat marah ketika aku jaili! Quenzha Azkiara "Brengsek! Salahkan sikapmu yang plin plan! Jangan hati ora...