2

119 18 1
                                    

Aku bisa berusaha menghentikan langkahmu
Tapi Aku tidak bisa menghentikan pada siapa hatimu tertuju
                      *G.A*
   

Quenzha Azkiara

Gemerlap lampu di sepanjang jalan menjadi pemandangan serta penerang bagi para pengendara. Semakin malam udara semakin dingin, Aku mengeratkan pelukan pada perut kak Angga. Rasanya aku ingin segera merebahkan tubuhku diatas kasur agar kekesalan ini mereda.

Bagaimana tidak? Kak Angga telat jemput, dan lagi cowok disekolah tadi membuatku muak. Masih ingat benar aku dengan kejadian beberapa hari lalu, ketika laki-laki yang mengaku bernama Fausta Averil itu mengklaim diriku sebagai pacarnya. Kenal saja tidak berani-beraninya memberi perintah dan sok peduli.

"Ra?! Ara!!" suara teriakan itu membuyarkan lamunanku

"Apaan sih Kak?! Ara denger kok!" ketusku

"Kakak kira tidur, abis anteng banget, biasanya kan bawel" ujarnya

"Enggak. Ara cuma kesel, kakak kenapa telat jemput sih?!" ucapku sedikit berteriak agar terdengar Kak Angga dari balik helm

"Tadi ada sedikit masalah dikantor, jadi mesti kakak selesaikan dulu. Maaf ya?" jelasnya padaku, Aku hanya mengangguk.

"Yeay malah diem! Kenapa? laper?" tanyanya.

"Tadi Ara udah ngangguk tauk. Iya Ara laper" jawabku kesal

"Eallah bocah, mana lihat kan kakak nyetir motor" ucapnya disertai tawa yang masih bisa kudengar

"Yaudah kita mampir dulu ke cafe" Kak Angga melajukan motornya lebih cepat hingga sampai disebuah cafe. Setelah memarkirkan motor, kak Angga menarik tanganku memasuki cafe.

"Mau pesan apa Ra?" tanya kak Angga

"Samain kaya pesanan kakak aja,"  jawabku, kemudian kak Angga memanggil salah satu pelayan untuk memesan makanan.

Beberapa menit setelah makanan datang kami menghabiskannya tanpa ada percakapan, bahkan sampai rumah pun masih diselimuti keheningan. Baik aku maupun kak Angga tak ada yang membuka percakapan.
'Mungkin Kak Angga juga sedang lelah atau ada masalah di kantor' pikirku

☁️☁️☁️☁️☁️

Pukul tujuh malam aku keluar dari kamar hendak mengambil minum ke dapur. Tapi urung karena langkahku terhenti diruang tamu saat melihat keberadaan seseorang.

"Belum tidur kak?" tanyaku pada laki-laki yang tengah duduk disofa depan televisi. Televisi didepannya menyala tapi sepertinya kak Angga tidak fokus menonton, itu terbukti aku memanggilnya dan ia tersentak kaget. Kalau kak Angga sudah seperti ini aku yakin pasti ada yang mengganggu pikirannya.

"Eh, belum Ra, sini duduk" Ajaknya menepuk-nepuk bagian sofa yang kosong disebelahnya

"Iya kak, Eh mobil kakak kemana? Tadi juga tumben banget jemput Ara pakai motor" tanyaku sembari mendudukan diri disamping kak Angga

"Dibengkel, sebenarnya besok Kakak harus keluar kota, Ra. kamu__"  kak Angga menjeda kalimatnya, aku masih diam menunggu lanjutan kalimatnya

"Kamu gak keberatan kan kakak tinggal sendiri?" lanjut kak Angga, keraguan tampak tergambar jelas dari wajahnya.

Aku memang bergantung dengan kak Angga sendari kecil. Semenjak Ayah dan Ibu tiada kak Angga lah satu-satunya orang yang aku punya.

"Ara bukan anak kecil kak, Ara bisa jaga diri sendiri kok" ucapku meyakinkan pada kak Angga

"Jaga diri? jangan kira kakak nggak tau apa yang terjadi pada kamu disekolah Ra, dengan kamu diam dan nggak cerita ke kakak bukan berarti kakak nggak tau keadaan adek kakak yang cantik ini" ucap kak Angga seraya mengusap-usap puncak kepalaku

"Maksud kakak?" aku tak berniat menjelaskan, aku berusaha setenang mungkin untuk memastikan bahwa arah pembicaraan kak Angga tak akan sampai pada apa yang aku pikirkan, atau lebih baik jika kak Angga hanya asal ceplos saja

"Kamu korban bully?!" aku terdiam mendengar ucapan kak Angga, bagaimana Kak Angga bisa tahu?

"Hahaha kakak becanda ya? Ara kan kuat mana mungkin korban bully" Aku masih berusaha menutup-nutupi dengan tertawa sumbang, sungguh, aku tak mau membuat kak Angga khawatir.

"Gak usah bohong, Ra! Kalo ada apa-apa cerita!, kamu tau kita cuma berdua dan kakak nggak mau kamu kenapa-napa" ucapan Kak Angga yang tegas dengan raut wajah yang sulit dijelaskan, membuatku bungkam. Kalau sudah begini bohong hanya akan memperpanjang perdebatan.

"Maaf," cicitku, ya Tuhan kak Angga sungguh menakutkan sekarang

"Kenapa?"

"Hah?" Aku yang bingung justru menatapnya dengan raut muka bertanya

"Kenapa bisa dibully? Kenapa nggak cerita? Kenapa diem aja?" tanya kak Angga beruntun

"Bukan masalah besar kak, lagi pula mereka pasti kurang kerjaan jadi gapapalah bikin seneng orang" jawabku cengengesan

"Nggak lucu, Ra! Kakak itu khawatir. Kamu malah cengengesan" kak Angga menonyor dahiku membuatku mencebik kesal

"Udah sana tidur, biar besok nggak telat bangun" perintah kak Angga

"Huh kapan sih Ara pernah telat?"

"Sering! Kamu kan kalo tidur kaya kebo," cibirnya

"Bidadari mudun kadi khayangan kaya kie ka dipadakna kebo. Koe ki pie ta mas" ucapku mengerlingkan mata, kak Angga melongo beberapa saat sampai akhirnya kembali menonyor dahiku

"Kebanyakan bergaul sama Raka kamu Ra, geli Kakak," kak Angga bergidik ngeri membuatku terbahak

"Yaudah sana masuk kamar, tidur," aku mengangguk lalu lebih dulu beranjak menuju ke dapur untuk mengambil minum setelahnya masuk kedalam kamar untuk tidur



Veril-Ara Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang