4

105 15 0
                                    


Bersama bukan berarti menuntut
Suka bukan berarti harus disukai
Karena kita punya hak masing-masing dalam diri'
                      *G.A*

'Fausta Averil'

Meninggalkan kelas disaat jam pelajaran itu bukan kebiasaanku, kecuali seperti saat ini, tidak ada guru. Membuatku lebih memilih menghabiskan waktu di rooftop atau paling tidak membuat keributan dikyantin bersama Chandra, Gavin dan Bayu--sahabatku.

Saat menuju kantin suara cempreng seorang gadis membuatku tertarik sehingga menghentikan langkah di depan perpus.

Suara yang terdengar cempreng dan bawel seolah menghipnotis langkahku, akhirnya aku memilih menyandarkan diri pada salah satu tiang depan perpus, meyimak ungkapkan-ungkapkan kekesalan yang gadis itu lontarkan.

'Quenzha Azkiara, ternyata kau' batinku seraya menatap gadis yang sedang berjalan tergesa-gesa

"Heh, monyet!" ejekku padanya, tapi dia tak menghiraukan ejekanku dan malah terus berjalan melewati

"Sial! Berani sekali mengabaikanku" gumamku kesal lantas menarik pergelangan tangannya

Akhhh ....

Ia berteriak ketika Aku menarik tangannya hingga tubuhnya merapat pada tubuhku

"Sayang, apa sudah mulai tuli, Hah," kataku disamping telinganya, tampak beberapa kali ia mengerjapkan mata. Mungkin kaget, hingga beberapa detik kemudian ia memundurkan tubuhnya menjauhiku

"Kakak ngomong sama Aku? Ck, aku kira orang gila baru" ungkapnya dengan senyum miring, kurang ajar sekali, jadi maksud gadis ini aku orang gila begitu? yang benar saja.

"Memang ada orang gila setampan aku?! Hah?." tanyaku mengintimidasi

"Ada dong" Ara menjawab dengan percaya diri, membuatku mengernyit bingung

"Nah buktinya kamu gila jadi orang gilanya ya kamu sendiri, bodoh!" what? Dia menyebutku bodoh? Lancang sekali.

"Udah ya aku tuh sibuk, jadi nggak punya waktu ngurusin orang gila, apalagi sama cowok aneh kaya Kakak" Ara kembali berucap, telunjuknya menekan dada bidangku

"Jari ini sepertinya mulai nakal ya sayang, kalau mau godain mending jangan disini, ayok kebelakang sekolah" aku tersenyum smirk menggodanya

Ctak

"Heh!, Kami berani menjitak kepalaku? Kamu pikir kamu siapa?" Aku melangkah maju dan mencengkram bahu Ara kuat. Apa dia berniat mempermalukan aku? Enak saja, untung sepi.

"Maaf ya tuan Fausta Averil yang terhormat. Saya tidak peduli siapa anda, yang jelas minggir dari menghalangi jalan saya, ngerti?!" tangan mungil Ara mendorong tubuhku hingga cengkraman itu terlepas

"Sayang, kamu memang perlu dijinakkan rupanya" jemari tanganku membelai pelan pipinya namun langsung ditepis begitu saja

"Berhenti drama Kak Veril, Kakak bukan pacar aku dan nggak akan pernah" seperti Ara yang begitu gencar menolakku maka semakin gencar pula aku menggodanya

"Kamutuh harusnya bersyukur punya cowok ganteng kaya aku. Lihat nih aku ganteng kan?!" menyugar rambut kebelakang lalu menampilkan senyum manis, tapi tetap saja gadis itu merengut

Veril-Ara Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang