18

51 7 0
                                    

Ketika dua orang memilih untuk saling terhubung
Mereka kerapkali tidak sadar bahwa takdir juga punya peran untuk tidak menjadikannya satu

_Quenzha Azkiara_

Sinar mentari terlihat indah dari bingkai jendela kaca, suara burung yang berkicau terdengar merdu saling bersahutan. Angin berhembus lembut menyapa daun-daun.

Aku baru saja keluar dari kamar lantas menuju dapur berniat memasak. Aku membuka kulkas mengambil beberapa kentang dan telur untuk membuat perkedel, baru saja meletakkan bahan suara bel rumah terdengar

Ting ... Tong ... Ting ... Tong....

Aku mempercepat langkah menuju pintu karena bel terus-menerus dipencet tanpa henti. Heran juga, memang siapa orang yang bertamu sepagi ini? Yang bahkan memencet bel dengan tidak sabaran.

Saat pintu dibuka seorang laki-laki perlente menyelonong masuk tanpa permisi, kemudian menuju sofa dan mendudukkan bokong disana, aku yang tersadar akan ulah laki-laki tersebut menggeram kesal lantas menghampirinya.

"Kak Verilll alias Mulcab!!" teriakku, biar saja suara cempreng nan melengking milikku merusak gendang telinganya

"Apaan sih?!" sahut kak Veril seraya mengusap-usap telinga yang mungkin berdengung

"Ngapain kesini? Lagian hari inikan libur jadi Ara nggak sekolah, mending kakak pulang sekarang!" usirku menunjuk pintu

"Bawel ah! Udah cepet sana mandi!" ucapnya memerintah

"Bodoamat! Ara gak mau mandi lagi mager" tolakku

"Cepet Ra, temenin aku ke suatu tempat!"

"Ribet banget sih! Kan bisa ajak temen kakak, kenapa harus Ara coba?!" tanyaku

"Astagfirullah, punya pacar kok mulutnya kek toa, nggak mau nurut pula. Tinggal nurut doang apa susahnya sih? Apa perlu aku mandiin?" ucapnya membuatku melotot

"Mandi atau aku mandiin!" ancamnya saat aku hendak memprotes. Aku mendengus kesal lantas berlalu menuju kamar untuk mandi dikamar mandi atas. Beberapa puluh menit kemudian aku turun menghampiri kak Veril dengan keadaan sudah rapi, kali ini aku memilih mengenakan sepatu kets yang dipadupadankan dengan celana jeans dan kaus oblong serta memakai kemeja longgar tanpa di kancingkan. Urusan make up pun aku hanya memakai sedikit pelembab dan lipstik kalem.

"Nah, gitu kan cantik" ucap kak Veril ketika melihatku yang sudah berdiri didepannya

"Sabodo!" ketusku, lantas beranjak mengambil gawai yang sebelumnya di charger, memasukannya kedalam slimbag berwarna biru yang akan kubawa.

"Udah sarapan?" tanya kak Veril

"Belum lah! gimana mau sarapan? pagi-pagi aja udah didatengin demit, belum juga sempat masak" tuturku

"Idih iya-iya, stop ngedumel, okay?. Lagian meskipun demit kan ganteng, sampai bisa buat kamu klepek-klepek" ucap kak Veril PD, tangannya bergerak memencet hidungku.

"Ishhh sakit kak!" aku menepis tangannya kasar, kak Veril terkekeh seolah itu hal lucu

"Ayok" ucap kak Veril, berjalan sambil menarik tanganku keluar rumah.

Aku mengedarkan pandangan ke setiap sudut halaman, tidak ada motor berwarna merah yang biasa kak Veril bawa, yang ada justru mobil mewah berwarna hitam mengkilap, entahlah mobil siapa aku tak tahu. Sekarang aku beralih menatap kak Veril, Apa maksudnya ini? Apa Ia berniat mengajakku jalan kaki? Jika iya, maka aku tidak akan mau. Bukan bermaksud matre karena untuk naik angkutan umum saja aku biasa,  tapi ini masalahnya berbeda, waktu libur itukan waktunya menselonjorkan kaki, memainkan gawai, dan rebahan. Karena menurutku kalau sampai capek sama saja tidak libur.

Veril-Ara Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang