2. Hari Pertama

986 79 1
                                    

Hi Hello!

I hope u can enjoy the story, happy reading!

***

Anya menggeliat di kasurnya melirik jam yang menggantung di dinding kamarnya, ah masih jam 8. Dia kembali mencari posisi ternyaman di kasurnya, semakin menggelung badannya dengan selimut kesayangan yang ia dapatkan saat ulang tahun ke empat dari Nenek.

Hangat. Selimut ini benar-benar menghangatkannya saat di luar sedang turun rintik hujan dan tadi dia sempat cek suhu di hp, 16 derajat. Mari bangun siang.

Saat kesadaran Anya kembali hilang dan siap mengarungi mimpi, ketukan pintu yang terdengar tak sabaran membuat dia berteriak kesal.

"APASIH?" tanya Anya.

"Bangun ih, kebo banget sih kamu. Ditanyain Bunda, kamu udah bangun apa belum." Seseorang di balik pintu menjawab, nada suaranya tak kalah kesal.

"Ini weekend Dana, aku mau bangun jam 10. Dah pergi."

"Ngeselin banget, sekalinya pulang malah tidur terus. Gak guna." Sebelum derap langkah kaki terdengar, satu debuman terdengar di balik pintunya.

Anya berdecak sebal, adik pertamanya itu memang harus diajarkan sopan santun.

Tidak ingin terlalu hanyut dalam kekesalan dan merusak weekend nya yang berharga, Anya kembali mengatur posisi untuk tidur ternyamannya.

***

Anya meregangkan badannya, membuka gorden kamar agar cahaya matahari bisa masuk dan menghangatkan kamarnya. Setelah di rasa badannya sudah tidak kaku lagi, dia menuju kamar mandi untuk mencuci muka dan sikat gigir.

Mandi? Tarik aja sekalian ke mandi sore, hemat air untuk anak cucu kita nanti.

Anya keluar kamar, tersenyum lebar karena inilah rumah yang selama hampir seminggu dia tinggalkan. Rindu.

Harum aroma masakan Bunda langsung menyambut begitu dia menuruni satu persatu anak tangga, kegaduhan Arya dan Dana karena engga ada yang mau ngalah memberikan previlage nonton tv, dan Ayah yang lebih memilih duduk di ruang tamu membaca koran harian. Rumah yang sesungguhnya, hangat dan ramai, setelah selama seminggu dia bangun dengan suasana kosong dan sepi.

Walau bagaimanapun, rumah tetaplah rumah bagi Anya, walaupun terkadang Ayah membuat suasana rumah serasa ada di neraka.

"Anak gadis kok bangun jam segini? Udah kuliah Bunda kira kamu bakal berubah." Bunda menyambutnya dengan hangat.

"Power ranger kali, Bun." Anya mencomot gorengan yang ada di meja makan.

"Maksudnya kamu jadi bisa bangun pagi dan bantuin Bunda masak, ini mah kamu bangun pas makanan udah jadi." Bunda sibuk meletakkan makanan di meja makan.

Anya nyengir, "cape banget, Bun. Ospek kemarin aku bangun jam empat subuh terus baru pulang jam 5 sore. Remuk badan Anyaaaaa." Tentu saja ospek kemarin begitu melelahkan, hanya saja Anya menambah bumbu dramatisir agar kegiatan hibernasinya hari ini tidak mendapat omelan Bunda.

"Teh teh, baru segitu aja kamu udah ngeluh capek, belum juga kuliah. Gimana sih." Entah sejak kapan, Ayah tiba-tiba sudah bergabung di meja makan, mengomentari cerita Anya.

Anya fokus memakan gorengan buatan Bunda, tak berniat menggubris omongan Ayah. Pokoknya selama liburan kali ini tidak boleh ada yang merusak moodnya, termasuk Ayah.

***

Suasana meja makan kembali ricuh saat Dana dan Arya berantem memperebutkan kulit ayam. Arya yang emang engga pernah mau makan selain sama kulit ayam atau engga telor, dan Dana yang emang engga mau ngalah.

Grow Up: BersenyawaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang