32. Tahun Keempat

556 53 0
                                    

Hallo!

/

/

/

/

/

***

Memasuki tahun keempat hubungan mereka mulai stabil walaupun ya guncangan kecil tetap aja dateng untuk menguatkan hubungan mereka. Namun karena kebersamaan mereka sudah bertahun-tahun, jam terbang lebih banyak jadi mereka sudah tau bagaimana mengatasi kesalah pahaman, mood masing-masing pasangan kalau lagi jelek, dan lain sebagainya.

Hubungan mereka juga sudah secara terang-terangan diperlihatkan ke keluarga. Ghian sering membawa Anya ke acara keluarganya, begitupun Anya sering membawa Ghian ke acara keluarga besarnya.

Seperti sekarang ini, keluarga besar dari Bunda sedang mengadakan arisan keluarga di Bandung. Mau engga mau Anya harus datang, tentu saja dia membawa Ghian bersamanya. Ini pertama kalinya Anya membawa Ghian dateng ke acara keluarga besar 3 generasi dari keluarga besar neneknya.

"Wah Anya bawa calon ya, jadi kapan mau nikah?"

"Kasep pisan cowoknya. Kerja apa, A?"

"Waah udah jadi PNS? Fix ini mah idaman emak-emak."

"Pacar teteh teh dosen? Keren pisan teteh, cepet atuh nikah. Nyari apalagi? Mapan udah, kasep engga usah ditanya, keburu diambil orang kasian juga kalo disuruh nunggu kelamaan, sayang pisan."

Banyak sekali komentar yang Anya dapat, engga jauh-jauh dari nyuruh Anya segera menikah karena Ghian sudah mapan. Anya jadi bete dan nyesel sendiri ngajak Ghian dateng ke acara keluarga besar dari neneknya, kan jadi tertekan.

"Muka lo kenapa butek gitu?" tanya Jeral menghampiri Anya yang sedang duduk mojok sambil makan zupa soup.

"Sebel banget aku disuruh nikah terus. Padahal 'kan kamu lebih tua dari aku, harusnya kamu dong yang ditekan buat nikah."

Jeral tertawa terbahak-bahak, "makannya kagak usah bawa si Ghian dateng kemari. Udah tau dia bibit unggul kesukaan emak-emak. Ghian tuh definisi cowok sukses di mata ibu-ibu karena jadi PNS mana dosen pula."

Anya manyun, "kayak mereka bakal biayain nikahan aku aja."

"Lah, emang kalian masih ngumpulin duit buat nikah?" tanya Jeral, "gue yakin tuh pasti si Ghian udah punya tabungan nikah. Disuruh ijab Kabul sekarang dengan mas kawin pake dollar juga kayaknya dia sanggup deh."

Anya semakin memberenggut, "makannya. Kok aku bisa pacaran sama cowok yang well-prepared macem dia sih? Bikin insecure aja sumpah."

"Kok insecure?" tanya Jeral.

"Ya kamu coba ada di posisi aku, Mas. Pacar aku tuh keren banget, kerjaan udah tetap, tabungan udah direncanakan dari jauh-jauh hari. Dia tuh tinggal nunggu aku buat mutusin settled down, boom! Hidupnya udah sempurna di mata emak-emak."

"Emang lo engga mau nikah sama dia?" tanya Jera heran.

Anya berdecak sebal, "that's not the point. Aku jelas mau nikah sama dia, kalau engga sama dia aku engga ada kepikiran mau sama siapa. Dia tau caranya handle aku. Di sini masalahnya tuh ada di aku. Aku baru lulus, tabungan belom ada, kerjaan masih explore. Aku aja masih bingung tujuan aku ke depannya apa selain nikah sama Mas Ghian. Jujur aku ngerasa kurang keren berdiri di sampingnya dia. Karena aku bukan apa-apa tanpa dia."

"Emang menjadikan pernikahan sebagai tujuan itu salah, Nya?" tanya Jeral.

"Engga ada yang salah, cuman menurut aku kurang keren aja."

Grow Up: BersenyawaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang