7. Ilfeel

512 56 4
                                    

***

Setelah pelantikan dan mereka resmi menjadi anggota biasa di himpunannya, ujian akhir semester langsung menyambut hangat mahasiswa baru. Seperti tidak diijinkan untuk istirahat dan rebahan setelah lelahnya mengikuti pelantikan selama tiga hari lamanya di gunung.

Caca melenguh, merebahkan kepalanya di meja studio, "capek banget. Gue pengen balas dendam tidur seharian."

Wira terkekeh, dia sibuk dengan sketsa gedung sate untuk memenuhi tugas gambar arsitektur yang dijadikan pengganti UAS, "lu kemarin pulang langsung tidur bangun kesiangan, udah cukup kali. Mau latihan meninggal lu?"

Caca mendengus sebal, "masih kurang. Gila ya dua hari kita cuman tidur sejam dua jam tapi kegiatan banyak banget, ya itu artinya gue harus tidur 16 jam buat gantiin tidur yang kurang kemarin."

Wira hanya bisa menggelengkan kepalanya, sudah hafal betul kalau Caca ini tim rebahan sampai mati. Kalau nggak ada tugas ataupun kuliah ya dia lebih memilih rebahan di kasur daripada melakukan kegiatan lainnya.

"Anya kemana dah? Tumben dia dateng telat?" tanya Caca saat menyadari Anya tak ada dalam jangkauan pandangannya. Anya adalah orang rajin kedua di antara mereka bertiga setelah Wira tentu saja.

"Tadi abis absen dia langsung pergi lagi, katanya mau ngerjain ditemenin Rafif," jawab Wira.

Caca menegakkan badannya, "serius? Emang boleh?"

"Boleh, asal absen dulu. Tadi si Bapak dateng ke kelas ngasih absen terus ke luar lagi, katanya kalau ada yang mau ke Gedung Sate buat sketsa ulang diijinin."

"Emang si Anya kudu sketsa ulang gambarnya?" tanya Caca.

"Kagak. Itu mah modus si Rafifnya aja."

Caca kembali merebahkan kepalanya di meja, belum berniat untuk melanjutkan sketsa gambarnya. "Kapan ya gue ada yang nemenin kayak Anya? Ih gue seneng banget akhirnya si Anya ketemu sama cowok yang bener."

"Yakin lo si Rafif ini orangnya bener?" tanya Wira, fokusnya masih belum teralihkan. Wira dan multitaskingnya.

"Kenapa juga engga? Gue yakin sebentar lagi mereka jadian, acara kaderisasi udah selesai 'kan."

"Lo inget siapa yang bantuin si Anya yang hampir mau pingsan pas pelantikan kemarin?" tanya Wira.

"Kang Arbin," jawab Caca.

"Padahal pas Anya udah lemes nggak kuat jalan dan hampir mau pingsan itu ada si Rafif di sana, di depan si Anya, tapi dia cuek aja kagak kelihatan panik sama sekali," kali ini Wira menghentikan gerakan tangannya dan memberikan atensi sepenuhnya kepada Caca.

"Ya lo tau sendiri posisi Kang Rafif di sana 'kan senior, garis bawahi dia alumni, ya dia nggak boleh gegabah lah. Lagian buat apa ada divisi medis."

"Lah si Arbin aja senior dan bukan bagian dari medis ataupun panitia, ya kalo ada yang butuh bantuan dibantu dong, bukannya ngeliatin doang," ucap Wira dengan menggebu.

"Arbin tuh steering committee, inget. Kalau ada apa-apa sama peserta, dia yang bakal kena. Kang Rafif kemarin posisinya sebagai tamu undangan."

Wira menggeleng nggak habis pikir karena Caca begitu membela eksistensi Rafif di hidupnya Anya. Bukan tanpa alasan, tapi ntah kenapa feelingnya sebagai laki-laki mengatakan harus mewaspadai kehadiran Rafif.

"Lo tau nggak si Ca, tongkrongannya si Rafif kayak gimana?" tanya Wira.

"Gimana?"

"Tongkrongannya dia tuh nggak sembarangan, sekalinya nongkrong ya di Holywings atau engga Shelter, temen-temennya udah dikenal penjahat kelamin sama anak tongkrongan lainnya. Otak mereka kalau di belah pasti nggak jauh dari ena-ena isinya."

Grow Up: BersenyawaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang