Extra Chapter: The Reason Why I Choose Him

1.1K 55 9
                                    

Hallo!

/

/

/

/

***

"Kenapa lo bisa seyakin itu kalau Bang Ghian adalah the right one yang selama ini lo cari?" tanya Caca, yang pada saat itu sedang galau karena keluarganya sudah menyuruhnya untuk segera menikah, sedangkan Caca masih belum sepenuhnya yakin untuk melanjutkan hubungannya dengan Satria ke jenjang yang lebih serius.

"Karena dia Mas Ghian. We completed each other, kalau lo udah menemukan orang yang bisa membuat lo merasa lengkap. Apalagi yang harus dicari?" tanyaku.

"Kenapa lo yakin untuk menikah sama dia? Sedangkan pernikahan 'kan semua orang pengennya satu kali seumur hidup, kayak gimana lo bisa yakin kalau sama dia itu bakal selamanya?" Caca kembali bertanya.

"Karena gue udah menemukan orangnya, Ca," aku terkekeh melihat Caca yang nampak gelisah duduk di kursinya, "lo tau sendiri kita udah lewatin banyak sekali rintangan selama pacaran, dan kita bisa bertahan selama hampir 7 tahun. Mas Ghian itu engga banyak nuntut, dia sabar banget dan selalu nunjukin gimana caranya biar gue merasa dicintai. Setelah gue pacaran sama dia, gue merasa banyak perubahan baik di diri gue. Which is good for me, karena katanya kalau lo menjalin hubungan yang baik, itu bakal bawa diri lo dan pasangan lo ke versi terbaiknya masing-masing."

Caca tanpa sadar mengangguk membenarkan ucapanku.

"Emang kenapa sih takut banget diajak nikah? Kayaknya Pak Satria bisa menhandle lo at your worst deh."

"Itu benar, tapi yang gue takutkan itu ada di diri gue sendiri. Kayak gue selalu mikir kalau selama ini tuh gue not good enough for him."

"Lo udah coba ngobrol sama dia tentang keresahan yang lo rasakan selama ini?" tanyaku.

Caca menggeleng lemah, "gue takut dia pergi ninggalin gue karena ternyata apa yang gue takutkan selama ini benar."

Aku meringis, ingin menyentil kening Caca, tapi dulu juga aku pernah ada di posisi Caca dimana aku meragukan apa yang ada pada diriku sendiri. "That's the point. I've been there. Emang insecure dan overthinking tuh musuh alami kita deh, tapi kuncinya ya lo obrolin sama Pak Satria.

Kalau kata Bunda gue, engga adil buat dia kalau kita terus-terusan membiarkan ketakutan membelenggu kita tanpa dia tau. Pak Satria mungkin selama ini sudah berjuang berusaha buat ngertiin lo, dan engga adil rasanya kalau lo terus gantungin dia tanpa alasan."

"Gue takut beneran deh, Nya. Masalahnya kalau dia gak nerima gue, kayak gue engga tau ke depannya bakal kayak apa, karena udah kebiasa ada dia di hidup gue."

Aku menepuk bahunya, "engga usah terlalu dipikirin. Rasa takut yang ada di pikiran lo tuh belum tentu bakal terjadi."

Hingga akhirnya sore itu Caca dijemput pulang oleh Pak Satria di coffee shop tempat kita bertemu dan ngobrol. Aku engga tau kelanjutannya gimana, tapi aku selalu berdoa yang terbaik untuknya.

***

The reason why I choose Him

1. Obrolan kita satu frekuensi, walaupun kadang aku harus mendengarkan jokes receh karena keseringan gaul sama bapak-bapak di kampus.

Dari arah kamar, aku mendengar keributan grasuk-grusuk hingga si biang keributan memunculkan batang hidungnya di dapur, di mana aku sedang menyiapkan makan malam.

"Kenapa sih ribut banget, Mas?" tanyaku, melirik dia yang sekarang sedang duduk di stool bar dan sibuk dengan ipadnya.

"Ada gossip baru, yang."

Grow Up: BersenyawaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang