Hallo!
/
/
/
/
/
/
***
"Nya lo gapapa?" tanya Wira yang baru saja masuk ke ruang panitia dan mendapati Anya yang sedang merebahkan kepalanya di atas meja beralaskan tangan.
"Pusing banget, Wir." Anya mengangkat kepalanya, rasa pusing kembali ia rasakan. Sekarang lebih kuat, kayak ada yang lagi mukul-mukulin kepalanya pake palu.
"Pucet banget buset," Wira menanggapi, "pulang deh, Nya, gausah nunggu mumas kelar."
"Enggapapa?" tanya Anya, karena sekarang rasanya dia pengen minum obat pereda sakit kepala dan merebahkan dirinya di kasur.
"Gapapa, daripada lo kenapa-kenapa. Istirahat aja malam ini." Wira melirik jam tangan yang melingkar di tangannya, "tapi ini udah jam 3 subuh. Lo berani pulang ke kos sendirian? Gue engga bisa nganter soalnya mau keluar sama Bang Hanan."
"Enggapapa, santai aja. Aku biasa pulang sendiri ke kosan dan engga ada kejadian apa-apa."
"Apa mau gue minta tolong ke panitia lain buat anter lo pulang?" tanya Wira.
"Engga usah, Wira. Yang lainnya 'kan lagi ada jobdesk dan sebagiannya lagi pada istirahat, udah gapapa aku pulang sendiri." Anya segera membereskan barang-barang miliknya dan memakai jaketnya.
"Kalau udah nyampe kosan kabarin ya," pinta Wira.
"Iya, yaudah aku pulang duluan ya. Bye Wira."
***
Anya semakin merapatkan jaketnya, udara kota Bandung jam 3 subuh dinginnya bukan main. Anya berusaha untuk tetep fokus di tengah-tengah rasa pusing yang melandanya.
Jarak dari fakultasnya ke kosan engga begitu jauh, bisa ditempuh dengan jalan kaki hanya lima menit saja. Anya melewati jalanan yang hanya bisa muat oleh satu mobil saja, semakin meraptkan jaketnya saat dirasa angin semakin kencang berhembus.
Anya terdiam sebentar saat menemukan seseorang yang sedang berdiri di depan gerbang kosannya.
Rafif.
Anya berusaha memberanikan diri terus berjalan mendekati gerbang kosannya, semakin mendekati Rafif jantung Anya semakin berdegup dengan kencang, begitu sampai di depan Rafif, Anya rasanya ingin lari dan masuk ke dalam kosan. Anya takut.
Anya mencium bau alkohol.
Rafif menyeringai menyadari kehadiran Anya. Kesadarannya sudah ditelan habis oleh alkohol, dia berjalan mendekat menghampiri Anya begitu hanya tinggal beberapa langkah, tangannya mencekal kuat tangan Anya dan menyeret Anya ke gang sempit yang ada di depan kosannya, gang yang hanya cukup dilalui oleh satu motor saja.
Anya ingin beteriak, tapi tangannya gemetar, kepalanya kembali seperti dihantam oleh sebuah palu, dan poisisi Rafif yang sangat-sangat dekat dengan Anya hingga tidak berjarak benar-benar membuat Anya merasa takut dan engga tau harus berbuat apa.
"Gue engga pernah ingkar sama omongan gue. Gue bakal bikin lo nyesel karena udah bikin gue sakit hati sama kata-kata lo." Rafif benar-benar memojokkan Anya ke tembok, mengusap kepala Anya, menyampirkan rambut Anya ke belakang telinga dan mengelus pipi Anya.
Rafif menyeringai, merasa puas dengan apa yang ia lakukan malam ini. Muka judes dan sombong yang ia dapat tadi di Plaza sudah hilang berganti dengan raut wajah yang panik dan ketakutan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Grow Up: Bersenyawa
Chick-Lit[END] "Gue orangnya selalu fokus sama tujuan dan dia adalah tujuan gue. Tapi kalau pada akhirnya usaha yang gue lakukan tidak dihargai, bukankah artinya gue harus mencari tujuan lain?" -Ghian Barrananta- "Jatuh cinta nggak selalu menyenangkan, ada k...