Hi Hello!
I hope u guys can enjoy the story, happy reading!
***
Harusnya hari ini Ghian pergi ke kantor dan bekerja, namun nyatanya dia malah duduk di kantin kampus ditemani Jeral yang sedang menyantap ketoprak.
"Gue belum lulus lo udah mau S2 aja anjir, bikin gue insecure aja lu." Jeral sibuk mengoceh sambil sesekali memasukan sesendok ketoprak ke dalam mulutnya.
Ghian terkekeh, untuk makan siang kali ini dia lebih memilih menu ayam geprek, "mumpung ada kesempatan, Je. Lumayan dibiayain dan bisa belajar lebih dalam lagi."
Jeral geleng-geleng kepala, merasa engga relate dengan jalan pikiran Ghian. Orang yang duduk di depannya ini memang dari dulu hobinya belajar dan selalu antusias kalau dikasih kesempatan buat eksplore lebih jauh tentang jurusannya, hukum. Bagi Jeral yang masuk jurusan hukum dengan alasan biar kelihatan keren, tentu saja menurutnya belajar sangat melelahkan.
"Terus rencana lo jadi jaksa gimana?" tanya Jeral.
"Ya engga gimana-gimana, kan bisa gue kejar setelah gue lulus S2, kesempatannya juga lebih gede," jawab Ghian.
"Kerjaan lo?"
"Keluar lah. Tapi Prof. Barli yang merekomendasikan gue buat dapat beasiswa ini ngasih tawaran buat jadi asistennya dia sih."
Jeral hampir menyemburkan makananya, "lo? Jadi asisten dosen?" tanya Jeral setengah tak percaya lalu disusul oleh tawa yang meledak.
Ghian hanya geleng-geleng kepala, melanjutkan makannya.
"Memang apapun makanannya, minumnya tetap jilat ludah sendiri."
Ghian berdecak sebal, ucapan Jeral memang benar adanya, dia menjilat ludah sendiri. Dulu setelah lulus kuliah dengan gelar sarjana, ada beberapa dosen yang menawarkannya untuk menjadi asisten dosen dan tentu saja berprospek jadi dosen. Ghian jelas menolak, karena cita-citanya menjadi jaksa, dan dia engga mau kualat jadi dosen dan berurusan dengan mahasisw-mahasiswa yang susah diatur. Serem.
"Ya gimana, yang nawarin Prof. Barli. Gue mau nolak engga enak, lo tau sendiri kemarin penelitian skripsi gue lancar karena koneksi beliau. Engga tau diri kalau gue nolak udah dibantuin juga."
Jeral mengangguk paham, "ya hubungan lo dengan Prof. Barli kan udah kayak bapak dan anak."
Mereka kembali melanjutkan makan siang dengan khidmat dan sesekali membahas tentang himpunan, kalau sudah bahas tentang himpunan Jeral sudah pasti menjadi pembicara dan Ghian akan menjadi pendengar yang baik.
"Ghi, ini out of topic banget, tapi ya siang ini 'kan kita ngobrol topiknya ngalor ngidul, jadi gapapa 'kan ya gue bahas ini." Jeral menegakkan badannya, atmosfer di sekeliling mereka mendadak serius.
Ghian berdehem sebagai jawaban.
"Lo suka sama Anya ya?" tanya Jeral.
Untung saja sesi makan mereka sudah selesai, kalau sampai Ghian keselek ayam geprek 'kan engga lucu ya, "lo ngomong apaan anjir?" tanya Ghian.
"Ye santai aja anjir, kagak usah ngegas."
"Ya pertanyaan lo gak berbobot banget, gak jelas."
"Ya gue nanya?"
"Kenapa lo bisa berasumsi kayak gitu?"
"Ya gue gak buta anjir, Ghi. Gue walaupun doyannya celap celup sana-sini tapi tingkat kepekaan gue tinggi. Paham betul lah kelakuan lo ke Anya tuh berdasarkan apa."
KAMU SEDANG MEMBACA
Grow Up: Bersenyawa
ChickLit[END] "Gue orangnya selalu fokus sama tujuan dan dia adalah tujuan gue. Tapi kalau pada akhirnya usaha yang gue lakukan tidak dihargai, bukankah artinya gue harus mencari tujuan lain?" -Ghian Barrananta- "Jatuh cinta nggak selalu menyenangkan, ada k...