27. Another Confession

525 50 0
                                    

Hello!

/

/

/

/

***

Setelah kepergian Ghian dari kampus Anya, sekarang dia lagi sibuk menyelami pikirannya sendiri di depan kosan Anya. Masih duduk di dalam mobil tanpa punya niatan sedikitpun untuk keluar. Bagaimana Anya menyembunyikan hal sebesar ini darinya, ntah kenapa membuat Ghian sakit dan kecewa di waktu yang bersamaan.

Anya memang tipe orang yang suka menceritakan apapun kepada Ghian, tentang himpunan, tugas, dosen yang rese, Wira si biang gossip andalan di jurusannya, dan lain sebagainya. Ghian baru menyadarinya, selama ini Anya hanya menceritakan tentang apa yang dia lalui sehari-hari tanpa menceritakan masalahnya.

Ghian berusaha memahami dari sudut pandangan Anya yang tidak mau berbagi masalah dengannya. Hanya dengan ini dia bisa menaham emosi dan rasa kecewa dalam dirinya, bagaimanapun juga Anya sudah melewati masa sulit selama lima hari dan dia engga mau menemui Anya dengan emosi yang meledak.

Anya pasti membutuhkannya.

Tanpa terasa matahari sudah menyembulkan dirinya. Ghian tidak tidur sama sekali, yang ia lakukan selama semalam hanya memandangi pintu gerbang kosan Anya dan sibuk menyelami pikirannya sendiri. Dia menegakkan tubuhnya saat melihat sosok Caca keluar dari gerbang kosan Anya, maka Ghian buru-buru turun dari mobil dan menghampiri Caca.

Caca tampak terkejut mengetahui keberadaan Ghian. Caca tau betul kalau Anya sampai sekarang memutuskan buat engga cerita apapun ke Ghian, katanya dia belum siap menerima tanggapan Ghian tentang dirinya. Anya selalu berfikir dia menghianati Ghian dan tentu saja itu menyakitinya secara perlahan.

"Mau kemana, Ca?" tanya Ghian.

"Nyari sarapan." Pada akhirnya mau engga mau Caca tetap harus menghadapi Ghian dan memberi tau Ghian apa yang terjadi, karena menurutnya Ghian berhak tau. Tentu saja dengan batasan dia sebagai teman Anya.

"Gue anter. Kebetulan gue belum sarapan juga."

***

"Is she okay, Ca?" tanya Ghian begitu semangkuk bubur di depannya sudah habis tak bersisa, begitupun dengan milik Caca.

"No, I guess," jawab Caca, "lo udah tau? Dari Wira?" tanya Caca.

Ghian mengangguk, "kemarin malam gue ke kampus lo buat nyariin Anya karena dia engga bisa dihubungi selama lima hari, terus ketemu Wira dan dia ceritain secara garis besarnya, terus gue ketemu senior lo."

Bagian itu dia udah tau, kemarin malam Wira cerita kalau Ghian datang ke kampus dan nonjok Rafif habis-habisan. Caca sangat mendukung apapun yang Ghian lakukan kepada Rafif. "You okay?" tanya Caca.

Ghian tersenyum kecil, "ofcourse, no."

Caca menggaruk belakang kepalanya yang tak gatal karena menanyakan hal bodoh. "Eum, gimana kalo lo aja yang kasih sarapan ini ke Anya? Gue harus balik ke kosan buat beres-beres dan mandi."

"Is it okay?" tanya Ghian, dalam lubuk hatinya dia ingin sekali bertemu Anya, tapi kalau hal itu membuat Anya engga nyaman, lebih baik engga usah.

"Gapapa. Kayaknya Anya lebih butuh lo daripada gue. Selama lima hari kebelakang gue udah berusaha buat Anya berhenti menyalahkan dirinya sendiri, tapi engga bisa. Dia selalu kepikiran lo, reaksi lo kalau tau apa yang terjadi sama Anya. Dia overthinking, just comfort her. I know, she need you, Bang."

***

Ghian memandangan pintu kamar kosan Anya, setelah tadi dia bisa masuk ke dalam kosan berkat penjaga kosan yang mempersilahkan masuk. Ghian masih betah mandangin pintu kamar di depannya, di tangannya ada satu bungkus bubur ayam tanpa kecap dan kacang kesukaan Anya.

Grow Up: BersenyawaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang