Bab 9

284 16 2
                                    

Damar terbangun dari pingsannya, ternyata seorang wanita seumurannya ada di sampingnya sambil membatik sebuah kain. "Kisanak...kau masih terlalu lemah." seorang wanita dengan kemban sedada dan rok batik membantu menidurkan Damar yang lukanya di olesi daun sirih dan kunyit yang di haluskan.

Wanita berkemban setengah dada itu menghentikan kegiatan membatiknya. "Saya dimana?" tanya Damar. 

"Kisanak di rumah saya, kau aman dari Belanda sekarang." Wanita itu membantu Damar untuk duduk kemudian meminumkan air di gelas yang terbuat dari bambu, "saya melihat kisanak saat di tembak oleh Belanda, lalu di biarkan di tengah hutan...," jelas wanita berkemban setengah dada itu.

"Kenalkan nama saya Sri, jika boleh tahu siapa nama Kisanak?" tanya wanita itu.

"Damar," ucapnya. 

Wanita berkulit sawo matang itu tersenyum kemudian ia bersyukur, "syukurlah saya menyelamatkan Kisanak, selama ini rakyat kecil terbantu dengan ke hadiran Kisanak." 

Sri menjelaskan ia amat bersyukur pada yang kuasa bahwa dirinyalah yang sudah menyelamatkan Damar, "Sri kamu tinggal disini sendirian." Sri yang sedang mengelapi tubuh damar saat lukanya sudah mengering.

"Inggih, saya tinggal sendirian karena Bopoku tiada saat Belanda membakar rumah kami, dan suamiku mati di tembak Belanda saat berusaha mempertahankan anak kami satu-satunya yang di bawa oleh Belanda untuk di jadikan prajurit." 

"Maafkan saya, Sri saya tidak bermaksud---"

"Tak apa, Damar saya paham." Sri kembali membatik sedangkan Damar melaksanakan solat sambil duduk. 

"Damar, saya mau masak dulu karena saya lagi tidak solat dulu." Sri menaruh kain batik dan cantingnya di atas meja yang jauh dari kasur yang di tempati Damar.

Damar melihat gerakan wanita itu ia jadi mengingat mendiang istrinya sudah lama ia tak menikah lagi, dan hanya fokus mengurus Nindita tapi ia merasa gagal saat Fredrick mengambil paksa putrinya untuk di jadikan gundik.

"Ya allah apa kau mengirimkan saya seorang wanita untuk di peristri setelah lama menyandang status duda." Damar termenung, sekarang ia tak mau fokus mencari istri karena tujuan utamanya menyelamatkan putrinya.

######

Nindita sedang menenun bersama Mbok Munah yang sudah seperti ibu baginya, ia merasa sang ibu hadir kembali saat bersama Mbok Munah. 

"Mbok bekerja di rumah ini sudah lama?" tanya Nindita sambil diajari menenun oleh Mbok Munah.

"Sudah lama, Nyi." 

Nindita tersenyum karena  perasaan amat riang gembira saat Fredrick pergi dinas. Sore ini Nindita memakai kemben setengah dada udara panas di Batavia yang membuatnya mengenakan kemben dan rambut hitamnya di biarkan tergerai  ditambah samping rambutnya ia memakai jepit bungan berwarna emas.

"Mbok, sepertinya kita harus menyiapkan makanan takut Sinyo pulang."

Mbok Munah mengangguk kemudian ia bangkit untuk menuju dapur, saat Nindita sedang memasak tiba-tiba suara mobil di halaman rumah terdengar rupanya benar dugaan Nindita jika Fredrick sudah pulang.

"Nindita!! Dimana Je?!" panggil Fredrick dengan nada berteriak.

"Udah, Nyai ini biar kami saja."

"Matur Nuwun, Mbok."

"Nggih, Nyi." 

Nindita yang mendengar panggilan Fredrick segera berjalan tergopoh-gopoh dari dapur menuju depan pintu rumah, "Nggih, Nyo." Nindita menundukan wajahnya sampai Fredrick meraih dagunya kemudian mencium bibir Nindita.

Gadis itu hanya diam saat setengah kemben yang melekat di dadanya hampir terlepas, Fredrick yang masih dengan seragam militernya mengendong Nindita untuk masuk ke kamarnya tiada penolakan untuk Nindita.

"Ik sudah menahan rasa ini dari tadi." Fredrick menjatuhkan tubuh langsing Nindita di atas kasur kemudian memaksa membuka kemben yang melekat di dada Nindita, pria itu juga meraup dada Nindita dengan mulutnya sampai mereka melepaskan birahi.

Nindita hanya pasrah meskipun rasanya sakit dan pedih ia harus bertahan ini semua demi sang ayah, setelah selesai Fredrick berguling ke samping.

 Fredrick merasa senang lantaran mengikuti saran temannya untuk ke Hindia Belanda. 

Belum ada sebulan ia sudah menemukan gadis yang tepat, di tambah masih perawan dan bisa segalanya. Nindita mengesampikan tubuhnya lantaran terlalu lelah karena hidup ini Fredrick menatap langit-langit kamar ia merasa nyaman saat bersama gadis ini.

Fredrick memakai celananya kemudian menyalakan cerutunya. "Nindita Kuworo...," ujar Fredrick ia memiliki ide untuk menjebak Damar lewat gundiknya ini. 

"Bopo....tolong selamatkan aku...," Nindita membatin sambil terisak ia menutupi tubuh polosnya dengan selimut berharap deritanya cepat berakhir.

#bersambung

Nindita gadis pribumi yang lugu dan bernasib malang

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Nindita gadis pribumi yang lugu dan bernasib malang

1930-1945Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang