Bab 26

117 11 0
                                    

Pagi ini seorang wanita dengan sanggul berantakan keluar untuk mengisi kendi di sumur, kebaya yang dikenakannya juga mulai lusuh. Tak lama ada seorang anak laki-laki yang baru pulang dari ladang peluh bercucuran menatap ibunya.

"Ibu kapan Mba yu kesini?" tanya Panji kepada Ibunya.

Nindita menatap putranya lalu menyuguhkannya minum dulu, "ini mbok ya minum dulu ngger." Nindita menyuguhkan minuman dikendi tanah liat.

"Mbak yu lagi di rumah eyang, dia tak akan kesini."

"Kenapa Bu?" tanya Panji.

"KARENA MBAK YU MU SELALU MEMBUAT MASALAH! SELAIN MASALAH MELATI JUGA SELALU MENCIPTAKAN KESIALAN!" maki Nindita yang sudah kelewat emosi.

Adi datang dari ladang, "ada apa ini?" tanyanya.

"Tanyakan saja pada anak kowe!" tunjuk Nindita yang marah lalu melenggang masuk kamar.

Panji terdiam lalu ayahnya memelukn tubuh mungil putranya demi menenangkan bocah berusia 8 tahun itu, "ngger sini cah bagus." Adi memeluk putranya.

"Kowe kangen dengan Mbak Yu, Bopo bisa antarkan ke rumah eyang sehabis makan siang." Adi membisikan kepada putranya, untuk menenangkan putranya.

Adi menyesal tak bisa menempati janjinya kepada mertuanya untuk menjaga Melati, karena jujur Adi juga merasa panas dan emosi lantaran tak bisa membayangkan tubuh istrinya di sentuh oleh pria lain.

******

Annastasia tengah menyiapkan pakaiannya untuk pergi ke rumah sang nenek dan tinggal bersama, tetapi ada hal yang membuatnya resah yakni saudaranya Panji ia amat menyanyangginya meski hubungan mereka hanya setengah kandung.

Namanya di daftarkan menjadi bagian keluarga Van berg, Annastasia Van Berg oleh sang nenek, Arabella.

Saat melamun Damar selaku kakeknya memeluk cucunya, "Ono opo nduk?" tanya kakeknya sambil merengkuh tubuh mungil itu.

"Ora apa-apa eyang," ucap Melati berusaha menyembunyikan kesedihannya.

"Melati, wajahmu ora bisa ngapusi mbok ya ngomong."

Damar menangkap kedua wajah cucunya, hidungnya mungil tapi terlihat mancung dan warna matanya seperti orang Belanda, dan bulu matanya berwarna pirang lentik.

"Aku kangen eyang, mengko bisa ketemu eyang?" tanya Annastasia.

"Kowe saben preian sekolah bisa mrene, nginep ketemu eyang." Jeda "Oma Arabella uga ora ngalang-alangi ketemu eyang," lanjut Damar.

Jujur Melati atau Annastasia sangat menyayangi eyang Damar, kare6sendari kecil dirinya selalu mengadu kesedihan kepada Damar.

Dirinya sudah biasa di benci oleh Nindita selaku ibu kandungnya, bahkan tak segan di pukuli.

Damarlah satu-satunya tongkat alasannya untuk berdiri dan hidup, mungkin tanpa adanya Eyang Damar hidupnya tak terbayang lebih buruk lagi.

#Bersambung

1930-1945Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang