Bab 27

122 10 1
                                    

Pagi ini Nindita berjalan bersama putranya yang riang gembira menuju kediaman Damar, Panji berjingkrak riang tak sabar bertemu sang kakak.

"Ibu Aku ora sabar ketemu mbak Yu," ujar Panji memakai kaus lusuh dan celana pendek, kakinya juga berjalan ceker tanpa alas.

"Kowe selalu ngomong Mbak yu, ngono opo sih Karo Mbak yu mu?" tanya Nindita berwajah kecut dan malas bertemu putrinya.

"Mba yu baik, ibu Kok ora seneng ama mbak yu?" tanya Panji yang masih setia mengandeng tangan ibunya.

Nindita malas menjawab pertanyaan putranya, dia malah dengan ketus menyuruh Panji diam dan tak perlu banyak bicara.

Tanpa sadar mereka sampai di kediaman Damar, "Assalamualaikum Bopo!" panggil Nindita dengan malas, matanya lesuh.

"Nggih sebentar," ujar Damar berjalan tergopoh-gopoh karena baru saja membereskan kamar Melati yang sudah pergi barusan.

"Eh putuku."

"Eyyyyang!!" Panji berteriak sampai melompat ke pelukan Damar, lalu mereka bercengkrama satu sama lain.

Nindita menyalami ayahnya, lalu Panji mengatakan hal yang membuat Nindita malas.

"Eyang, Mbak Yu ngendi?" tanya Panji.

Damar bingung harus menjawab apa lantaran Melati sudah pergi dibawa oleh Arabella, ke sebuah rumah elit khusus orang Eropa.

"Mbak Yu mu___emmm___ke." Bagaimana Damar harus menjelaskannya ia tak mau menyakiti hati cucunya, meski ia menyayangi Melati tapi kasih sayangnya sama adil.

"Mbak yu mu dibawa wong Londo," jelas Damar nanti ia akan menjelaskannya kepada Panji.

Penjelasan Damar tentu membuat Nindita dan Panji membulatkan mata, Panji langsung mengajukan seribu pertanyaan sambil menarik kaus Damar.

"KOK ISO MBAK YU DIBAWA WONG LONDO!!!" jerit Panji yang sudah berfikir tidak-tidak kepada kakeknya, Nindita masih terdiam seharusnya dirinya yang lebih banyak bertanya.

Damar mulai menjelaskan jika Melati di bawa oleh Arabella untuk tinggal, dan akan kesini saat liburan sekolah.

Nindita tersenyum tipis, akhirnya dirinya bisa bernafas lega.

"Akhirnya bocah itu pergi dibawa karo Londo asu, Muga-muga bocah apes kuwi ora bali." Nindita membatin dalam hatinya sambil tersenyum tipis.

Panji merengek menangis lantaran ia amat merindukan kakaknya, "eyang aku mau ketemu Mbak yu." Rengek Panji.

******

Melati masih terdiam antara canggung dan bingung, ia terduduk di sebuah mobil klasik.

Arabella memegang pundak cucunya lalu tersenyum, "Annastasia liefste?" panggil Arabella dengan lembut.

"Nggih Mevrouw." Refleks Annastasi mengatakan itu, Arabella dengan topi kecil jaring-jaring menatap cucunya.

"Panggil ik dengan sebutan Oma, karena ik tak terbiasa dengan panggilan itu."

Annastasia atau Melati hanya menganggukkan kepala, tanda ia masih amat canggung.

Arabella membelai rambut cucunya yang berwarna pirang terang kecoklatan, dirinya jadi berkaca pada masa kecilnya melihat cucunya.

Hasil buah kelakukan putranya, yang tentu sama brengseknya dengan kakeknya yakni Hanson Van dergin.

#Bersambung

1930-1945Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang