Seorang gadis kecil berjalan-jalan dengan kaki mungilnya, ia merasa ada yang mengikutinya karena takut langkah kakinya menjadi dipercepat.
Sesampainya di persimpangan jalan dirinya menatap seorang wanita Belanda dengan wajah iba menatap kaki sampai ujung kepalanya.
"Het spijt me mevrouw," ucap Annastasia kepada wanita Belanda itu.
"Gunakan bahasa Inlander, ik bisa paham bahasa inlander." Wanita Belanda dengan rambut sebahu bergelombang menatap gadis kecil itu.
"Ik tahu, je punya mama adalah Inlander." Dirinya seolah berucap merendahkan Annastasia.
Annastasia menatap wanita Belanda ini dengan kesal lalu pergi begitu saja, tanpa di duga tangannya di tahan oleh wanita Belanda ini.
"Je mau kemana?" tanyanya kepada Annastasia dengan mencengkram erat.
Tak lama ada seorang penjaga sepertinya polisi tengah berjaga, karena pengeboman tempo hari. "Je apakan anak ini?" ujarnya kepada wanita Belanda ini.
Karena wajah Annastasia tengah menangis saat di cengkraman kuat, ditambah wajahnya pucat.
****
Arabella di rumah tengah semangat membuat kue kering dan semacamnya, karena dirinya sangat bahagia mengetahui cucunya sangat menyukainya.
Hari ini Annastasia tengah bermain di rumah keponakannya, Iva Van Dergin anak dari adiknya Joseph Van Dergin.
Jujur saja sebelum Annastasia ke rumah Iva, Arabella membuatkan kue terlebih dahulu untuk keponakannya itu.
Arabella merasa beruntung lantaran masih ada orang yang mau menerima cucunya dengan senang hati, tapi dirinya tak habis pikir dengan Fredrick yang amat tak suka dengan putrinya.
Tangannya yang putih masih sibuk mengaduk adonan kue, Yap Arabella memiliki hobi dan kemampuan memasak dirinya ingin memiliki restoran sendiri.
Semuanya sudah terjadi dirinya akan membesarkan cucunya dari usaha restorannya itu, saat tengah menunggu kue yang ada di oven tiba-tiba seorang bendide hadir dan memberikan kabar yang membuat Arabella panik.
"Mevrouw, Juffrouw Anna menangis dan wajahnya pucat." Mendengar itu Arabella langsung panik.
"Meni tolong nanti kuenya diangkat dan ik akan menemui cucu ik dulu," perintah Arabela dengan nada yang panik.
"I-iya Mevrouw," patuh Meni.
Di depan pintu Arabella langsung memeluk anak berusia 9 tahun itu, wajahnya dipenuhi linangan air mata dan tentu saja hal itu sudah membuat Arabella panik dan bertanya-tanya apa yang sudah terjadi.
"Oma Ik-ik tadi---hiks--hiks,"ucapan Anna terputus-putus lantaran dirinya sudah sangat ketakutan tentang ancaman wanita Belanda tadi.
"Katakan, Nak. Dengar jangan takut karena ik akan selalu bersama je," kata Arabella menatap mata cucunya yang bermata biru sama seperti dirinya.
"Oké, laten we eerst naar binnen gaan, ik heb een cake en een bak met warm water voor je klaargemaakt."
(Oke, kita masuk dulu, aku sudah menyiapkan kue dan wadah berisi air hangat untukmu.)
Anna masuk dengan masih terisak-isak dan tangan mungilnya di tuntun oleh Arabella, saat masuk ia melihat ayahnya yang tengah membaca koran.
Annastasia langsung bicara kepada neneknya, "Oma siapa Emma Van Dergin?" Pertanyaan yang terlontar dari mulut Annastasia atau Melati membuat Arabella membulatkan mata, dan Fredrick yang tengah menyeruput kopinya langsung menyembur.
"Dia-dia-dia adalah---"penjelasan Arabella malah di potong oleh Frederick dan mengatakan yang sebenarnya.
"DIA ADALAH ISTRI IK, DAN DIA NYONYA RUMAH INI ANAK IK NANTI AKAN LEBIH TERHORMAT DARIPADA JE."
Penjelasan Fredrik membuat Arabella menatap putranya dengan tajam lalu menggendong dan memeluk cucunya, "tutup telingamu, je punya papa sedang tak waras karena pekerjaan." Arabella berbisik di telinga cucunya lalu pergi menuju dapur.
#BERSAMBUNG
KAMU SEDANG MEMBACA
1930-1945
Historical Fictionkisah karangan yang diambil dari tahun 1930 sampai 1945 tentang fredrick van berg perwira asal Belanda yang mencintai gundiknya Nindita kuworo. tanpa di sadari dari hasil hubungannya dengan Nindita. Fredrick di karunia seorang putri karena tak mau...