Part 19

1.3K 75 0
                                    

Song: I Like Me Better 🎶🎶🎶

* * *

.......

Aku kurang kerjaan 😔

...

Ayunda dan Lendra sedang mencari angin di Sabtu malam. Pukul 19.30 tadi, Lendra meluncur ke rumah Ayunda sembari meminta izin pada orangtua gadis itu karena anaknya ingin dibawa sebentar. Tentu saja niatan Lendra diperbolehkan. Lagi pula, Ayunda sedang tidak sibuk di rumah. Paling hanya marathon drama korea yang sedang ia sukai.

"Langitnya bagus, ya, Pak," celetuk Ayunda sambil mengunyah kacang rebus yang barusan Lendra beli di taman tujuan mereka duduk santai. Lendra pun mendongak pada langit yang terang dipenuhi bintang-bintang. Semilir angin datang menerbangkan pelan apa pun yang ada.

"Banyak bintangnya," balas Lendra.

"Bintang itu kayak gimana, sih, aslinya? Kok kalau digambar punya lima sudut?"

Lendra mengerutkan kening. Ia sedang mengumpulkan ingatan-ingatan lama ketika belajar tentang astronomi di masa sekolah.

"Mau saya tanyakan pakarnya langsung atau gimana?"

Ayunda melirik geli pertanyaan Lendra barusan. Ia terkekeh. "Nggak tau jawabannya pasti," ejeknya meremehkan.

"Kalau saya jelaskan nanti kamu bosan. Lebih baik jangan tanya."

"Hilih. Bilang aja nggak tau. Omong-omong, Bapak ganteng malam ini."

Lendra langsung meletakkan punggung tangannya di kening Ayunda, lalu bergumam, "Nggak panas. Tumben memuji saya?"

"Ish! Dipuji itu harusnya bilang makasih, kek!" sungut Ayunda sok merajuk. Lendra menipiskan bibirnya karena gemas melihat wajah Ayunda yang begitu.

"Terima kasih. Saya memang ganteng."

Kalau penasaran seperti apa tingkat pede seorang Lendra Mahardika, maka jawabannya adalah seribu persen. Itu menurut Ayunda, ya.

Ayunda berdehem-dehem menanggapi ucapan Lendra. Ia tidak akan mencibir secara langsung, tapi dalam hati saja. Biarkan Lendra senang dulu.

"Bagisa mau lamaran bulan depan," kata Lendra setelah beberapa saat menciptakan kebisuan karena sibuk mengunyah kacang rebus.

"Wah, bagus dong. Itu artinya tante Karana bisa cepet nimang cucu."

Lendra melirik gadisnya itu sok serius. Kacamata yang ia pakai agak melorot, tapi tidak berniat dibetulkan.

"Andai saya anak pertama, mungkin saya yang akan menikah duluan dengan kamu."

Ayunda terbahak. Ia tidak maksud mengolok, hanya saja perbedaan usia mereka malah semakin jauh.

"Bapak bercanda? Umur mas Agi aja itu selisihnya lumayan sama Bapak. Makin jauhlah kita."

"Kamu percaya kalau orang semakin dewasa maka auranya keluar?"

"Percaya."

"Nah, itu saya, Ayunda."

Semakin pecah saja tawa Ayunda di malam ini. Padahal Lendra sedang tidak melawak, tapi setiap ucapan yang penuh keyakinan tampak menggemaskan bagi Ayunda. Lain halnya dengan Lendra, pria itu menikmati tawa renyah seorang Ayunda. Lendra pun menyadari banyak yang berubah dari dirinya. Ia bisa seluwes ini bicara, berekspresi, bahkan sikapnya tampak manis  untuk Ayunda.

Di mata Lendra, Ayunda adalah gadis periang. Terkadang bisa menjadi pemalu hingga agresif. Entahlah, Lendra tidak terganggu sama sekali dengan tingkah Ayunda. Yang ada, ia malah rindu. Ah, apa dirinya 'bucin'? Oh, jangan sampai. Ia sudah hampir tua.

Status Kita Apa? Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang