Lendra sedikit meringis ketika sentuhan kapas yang dibasahi alkohol itu menyentuh permukaan sudut bibirnya yang terluka. Setelah Ayunda berhenti menangis saat di dalam mobil tadi, ia memutuskan untuk membawa Ayunda pulang ke rumah. Masih terlihat mata sembab Ayunda serta hidung yang memerah akibat menangis beberapa menit lalu. Lendra hanya diam sedari tadi, meskipun bibirnya gatal ingin membuka suara. Namun ia berpikir untuk diam dulu sembari mengendalikan emosi masing-masing.
Ayunda sadar kalau Lendra sedari tadi menatapnya intens, bahkan bibirnya berulangkali terbuka lalu terkatup kembali. Ayunda menghela nafas berat melihat luka di wajah Lendra. Tampak mencolok warna lebam dengan kulit Lendra.
"Ngilu?" bisik Ayunda di depan wajah Lendra yang terlihat meringis pelan.
"Sedikit," jawab Lendra berusaha tenang agar Ayunda tidak begitu khawatir. Lendra menangkap tangan kanan Ayunda hingga gadis itu menatap pada kedua matanya yang beriris coklat. Tatapan mata itu tampak berbeda. Baik Ayunda maupun Lendra merasakan percikan hangat di hati mereka. Perlahan-lahan, Lendra memajukan wajahnya hingga Ayunda spontan memejamkan kedua matanya. Lendra memiringkan kepalanya ke arah kanan, seperti mencari posisi yang pas untuk mencoba merasai Ayunda. Embusan nafas hangat Lendra tercium oleh Ayunda dan itu sangat dekat hingga Ayunda dapat merasakan sentuhan hangat dan lembut tepat di bibirnya yang terkatup rapat.
Jantung mereka berdebar menyakitkan tetapi juga nikmat. Lendra merengkuh Ayunda lebih dekat, lalu mencoba menekan bibirnya ke bibir Ayunda. Lima detik hanya saling menempelkan bibir, Lendra mencoba yang lebih. Ia membuka bibirnya, lalu mengulum pelan bibir bawah Ayunda yang terbuka kecil. Ciuman bibir pertama di antara mereka dan rasanya benar-benar gila. Ini salah, tapi juga nikmat. Ciuman itu lembut dan pelan, bahkan bibir Ayunda yang semula hanya diam kini ikut bergerak seirama.
"Saya frustrasi ketika Dimas menuduh kamu dengan hal yang tidak saya sukai," ucap Lendra setelah ia melepas ciuman lebih dulu. Ayunda masih memejamkan mata. Nafas mereka memburu hangat. Ayunda merasakan sensasi aneh di bagian perut, seperti banyak kepakan sayap kupu-kupu berterbangan dan jantung yang berdegub tidak karuan.
Ayunda membuka mata. Ia menggeleng pelan. Tangannya bergerak mengusap rahang bawah Lendra dengan pelan. Wajah Lendra bersih, bahkan tidak ada kumis atau jenggot.
"Dia bohong. Kami nggak pernah ngelakuin hal di luar batas kecuali pelukan atau gandengan tangan."
"Jadi, ini yang pertama?" goda Lendra disertai wajah jahil. Ayunda terkekeh sambil mengangguk mengiyakan.
"Hm ... Ya," jawab Ayunda agak malu-malu.
Ayunda tenggelam dalam pelukan Lendra. Keduanya tertawa entah untuk apa, tapi ada rasa bahagia yang mereka rasakan. Lendra menarik nafas panjang dan kembali tertawa.
"Jangan dekat-dekat dengan laki-laki lain kecuali orang yang kamu kenal. Sekalipun itu kenal, jangan terlalu dekat dan jangan sampai menyukainya. Mau berjanji?"
"Nggak bisa janji, Pak. Aku punya pacar soalnya."
"Siapa?"
"Ada deh. Bapak nggak kenal dia. Dia jauh banget."
"Kamu terlalu halu."
"Nggak apa-apa. Lebih baik halu ketimbang menunggu yang pasti tapi nggak ada status," gerutunya. Ayunda sengaja mengeluarkan unek-uneknya di depan Lendra. Berharap sekali kalau pria di depannya ini paham, tapi yang ada Lendra malah memasang wajah bingung.
"Kalau ada yang dekat dan nyata, untuk apa menunggu dia? Sama saya saja."
Tuh, kan! Lendra ini tidak peka atau pura-pura saja, ya? Sudah jelas sekali kode itu untuk Lendra, tetap saja dialihkan ke makna lain. Menyebalkan sekali bapak dosen satu itu. Ayunda pasrah.
"Pak," panggil Ayunda yang suaranya teredam dalam pelukan Lendra. Bukannya menjawab, yang ada Lendra malah semakin mengeratkan pelukan mereka. Ia pun mencium kepala Ayunda dengan sayang. Ayunda menggeram gemas. Ia menguseli pundak Lendra, lalu dengan isengnya menggigit pundak kokoh itu hingga Lendra mengaduh kesakitan. Ayunda tertawa kencang sampai mengeluarkan air mata. Lendra menggeleng pelan, kemudian beranjak dari sofa.
"Mau ke mana?" tahan Ayunda heran.
"Masak."
"Emang bisa masak?" tanyanya dengan nada meremehkan. Lendra tertawa kecil dan dengan sengaja menyentil kening Ayunda, lalu berganti mengusapnya pelan. Ayunda merengut di tempat.
"Kamu harus belajar masak dari saya, supaya bisa terus masak buat saya nantinya."
"Cuma jadi tukang masak aja?"
"Ya sepaket jadi istri saya, dong!"
Ayunda melepas tawanya. Entah kenapa hari ini ia ingin tertawa terus di dekat Lendra. Terasa lucu saja. Padahal tadi ia habiskan untuk menangis di mobil, lalu setelah selesai menangis, ia mengobati luka di wajah Lendra dan berakhir dengan ciuman pertama di antara mereka. Ck! Ayunda merasakan mulas pada perutnya.
"Oke, ayo masak!" Sejurus kemudian, Ayunda mendorong Lendra menuju dapur. Pria berkacamata itu hanya menghela nafas sembari melipat lengan kemejanya lebih dulu hingga sebatas siku. Lendra membongkar isi kulkas mencari bahan masakan yang tersedia. Kemarin sang mama sudah mengirimkan beberapa bahan masakan, sehingga Lendra tidak perlu repot-repot berbelanja sendiri.
"Besok ada acara setelah kuliah?" tanya Lendra ketika mulai mencuci sayuran di wastafel. Ayunda yang berdiri dan bersandar pada meja langsung menggeleng.
"Kenapa?"
"Ya, tidak ada."
"Nggak ada gimana? Ngapain terus nanya gitu?"
"Memangnya sejak kapan bertanya itu dilarang?" Lendra menahan tawa geli. Ia sengaja saja mengusili Ayunda. Ayunda berdecak gemas. Ingin sekali memukul Lendra dari belakang tapi takut karma. Ia pun memilih mengabaikan Lendra dan mengambil satu buah apel lalu memakannya.
"Sini aku bantu dong," pintanya masih berusaha.
"Jangan. Ini masakan pertama saya untuk kamu, jadi biarkan murni hasil sendiri supaya kamu ketagihan dengan rasa orinya."
"Nyindir banget bahasanya, Pak!" sungut Ayunda memicingkan matanya sinis.
"Faktanya begitu, kan?"
"Nyebelin!"
"Tapi kamu sayang."
"Narsis banget!" Sinisan Ayunda membuat Lendra tertawa juga. Ia mengabaikan Ayunda di belakangnya, sedangkan ia fokus memasak.
"Sekalipun kamu tidak bisa masak, saya tetap suka kamu, Ay."
"Hah? Apa, Pak?!"
"Angin lewat," balas Lendra malas.
.
.
.
.
TbcSori aku apdet telat dan kalau isinya kurang nampol. Haha. Sehat selalu gaes!
KAMU SEDANG MEMBACA
Status Kita Apa?
Romance"Saya memang tampan sejak lahir," ucap Lendra percaya diri. Kali ini Ayunda yang mendengkus. "Iyalah. Dosen Akuntansi mah bebas. Satu tambah satu belum tentu jadi dua." Lendra terkekeh. "Bisa jadi dua kalau di dalamnya ada kamu dan saya." ---sekila...