Seperti rutinitas, Arleza terbangun ketika suara alarm berbunyi memekakkan telinga. Leza langsung mematikannya, tetapi ia kembali tidur.
Terus berulang hingga 5 kali. Karena tidak ada yang lebih mengerti dirinya selain ia sendiri. Leza sengaja memasang alarm 5 kali.
Leza langsung bangun dan bersiap-siap. Selama masa skorsingnya ini. Tidak satu kalipun Leza membuang waktu untuk mencari uang.
Leza memakai sweater berwarna pink dipadukan celana jeans biru laut. Tangannya bergerak memasukkan dua set pakaian ke dalam ranselnya.
Ia mengambil bucket hat berwarna hitam kesayangannya. Ia langsung berlari keluar ketika alarmnya berbunyi lagi.
"Sisa waktu 5 menit! Sisa waktu 5 menit!" kalimat itu terus berulang.
Tanpa sempat mematikannya. Leza berlari menuju lift. Menekan tombol sengan serampangan.
Pekerjaannya pagi ini, bisa ia tempuh dengan berjalan kaki. Oh, bukan! Tapi lari!
Leza berlari 2 blok ke arah kiri apartemennya. Lalu 2 blok lagi belok ke arah kiri.
Terlihat toko tempat Leza bekerja sudah buka.
Suara lonceng terdengar ketika Leza membuka pintu.
"Tumben telat" tanya seorang laki-laki.
"Hm, gue lupa belom nyiapin semalem" ucap Leza dengan menunjuk ke arah ranselnya.
Leza langsung meletakkan tasnya di loker. Ia segera keluar mengambil lembaran brosur.
"Topi lo mana? Panas banget di luar loh" tanya temannya.
"Oiya, bawa kok. Santai" ucap Leza. Ia mengambil topi yang ia kantongi.
Leza kembali keluar. Kakinya melangkah menuju ke arah lampu lalu lintas berada.
"Udah dari tadi?" tanya Leza. Tangannya menepuk kepala seorang gadis kecil yang duduk di bawah lampu lalu lintas.
"Iya kak, dari habis sholat subuh" ucap anak itu.
"Kok pagi banget? Biasanya bareng kakak datengnya" ucap Leza.
"Iya kak, biar nanti pulang cepet" ucapnya.
"Udah kejual berapa?" tanya Leza, tangannya menunjuk ke arah tumpukan koran yang di pangku anak itu.
"Dua!" seru gadis kecil itu.
"Yaudah ayok jual lagi" ucap Leza ketika lampu berwarna merah menyala.
Di saat Leza membagikan selembaran brosur. Anak kecil itu menawari koran. Ia mengikuti kemanapun Leza melangkah.
"Halo kak, mungkin bisa di lihat-lihat brosurnya" ucap Leza ramah kepada siapapun yang ia beri brosur.
Ketika membagikan selebaran, tanpa sengaja matanya menatap kaki anak kecil itu.
"Loh, kamu ngga pake sandal!?" seru Leza.
Padahal cuaca sepanas ini. Walaupun masih pagi, tapi aspal jalanan saja terasa panas di kakinya yang sudah memakai sandal.
Leza langsung menggendong anak kecil itu. Tidak berat, tinggi anak itu hanya se pinggangnya.
Jadi, kalian tahu kan kalau ia benar-benar masih kecil?
"Duhh, kemana sandal kamu? Kenapa nggak di pakaii??" tanya Leza kesal setelah mereka sampai pinggir.
"Tadi aku pinjemin ke temen" ucap anak itu lirih.
"Ini pake sandal kakak. Hati-hati loh jalannya!" seru Leza.
Ia memasangkan sandalnya ke kaki anak itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
We Don't Know
Teen Fiction"Apa yang lo lakuin...." ucap Arleza dengan suara pelan. Ia... hanya... tidak menyangka. Sebuah pemandangan yang tidak pernah ingin ia lihat dalam bayangannya sekalipun. Sedangkan Alfath membeku, tangannya berhenti. "Za... i-ini..." ucap Alfath ter...