Para pramugari-pramugara sibuk membersihkan kekacauan yang terjadi. Makanan, kertas-kertas, benda-benda kecil berserakan.
Arleza, sumber kekacauan ini sudah tenang. Perempuan itu, kini tertidur lelap di pangkuan Kylen akibat dari obat bius.
"Biarkan aku yang memangku nya" ucap Owen.
"Aku saja" sahut Max.
Perdebatan itu sudah dimulai sejak 5 menit lalu. Mereka ingin menyentuh kulit lembut Arleza. Sebelum perempuan itu berubah nanti, bukankah kesempatan bagus jika bisa memangku nya?
"Terlalu mirip" ucap Sanders dengan raut muka stress. Ia mengacak rambutnya. Diumur hampir menyentuh angka 40, laki-laki itu masih terlihat sedikit muda. Bahkan tidak ada keriput di kulitnya.
"Cinta membuatmu gila, Pa?" sindir Max.
"Diam kamu. Kamu tidak pernah ada tanpa Mama kamu" sahut Sanders kesal.
"Ya, tapi bukankah menghasilkan anak tidak perlu cinta?" sahut Max.
"Biarkan saja Pa, dia akan mati stress gara-gara perempuan nanti" sahut Owen.
"Tidak akan terjadi" sahut Max.
"Dia mengerti komputer?" tanya Kylen. Ia dengar apa yang ditertawakan Max, saat kekacauan terjadi tadi.
"Iya! Woah darimana dia mempelajarinya? Aku jadi bertanya-tanya. Apakah memang sejak dulu dia tahu siapa keluarganya? Tidak mungkin tanpa alasan dia tiba-tiba mencari tahu tentang kita bukan? Bahkan sempat menembus keamanan kita 7 detik!" seru Max semangat.
"7 Detik!? Apakah kemampuanmu menurun Max!? Kenapa aku tidak pernah mendengar laporan itu?" sahut Sanders.
"Aku pikir bukan masalah, Pa. Tidak ada yang dilakukannya. Saat itu aku pikir, hanya orang iseng yang memang membuat keamanan kita sebagai percobaan" sahut Max.
"Dia tidak melakukan apapun?" tanya Owen.
"Mencuri informasi?" tanya Kylen.
"Tidak, tiga detik setelah ku tunggu apa yang akan dilakukannya. Hanya sebuah kalimat yang muncul di layar" sahut Max.
"Apa? Dia mengancam mu?" tanya Kylen.
"Tidak, dia berkata 'Apa aku berhasil? Sungguh!' hanya itu. Setelah itu langsung aku usir. Dan, memang sulit mencari siapa pelakunya." sahut Max.
"Sulit?" tanya Owen.
"Ya, aku sudah mengirim beberapa orang menuju lokasi dimana dia meretas. Ternyata hanya gedung kosong. Ada beberapa sidik jari yang tertinggal di bungkus snack. Tapi, anehnya. Sidik jari itu tidak terdaftar. Tidak ada nama manusia dengan sidik jari itu" sahut Max.
"Mama tidak mendaftarkan nya? Ahh... pintarnya. Seandainya Mama ada disini akan bagus bukan?" sahut Owen.
"Yahh... sudah belasan tahun kita dibuang pada manusia sepertinya" sahut Max, tangannya dengan tidak sopan menunjuk ke arah Sanders.
"Hei! Bagaimanapun aku butuh seorang penerus!" sahut Sanders tak terima disalahkan.
"Mohon maaf Tuan, pesawat akan segera mendarat" ucap seorang pramugari.
Max segera menutup laptopnya. Mereka dengan tenang menunggu.
Begitu pesawat mendarat, Kylen menggendong Leza menuruni pesawat hingga mobil.
Leza terus tak sadarkan diri, hingga keesokan harinya.
Perempuan itu terbangun dengan baju yang sudah diganti. Ia langsung melompat terkejut ketika menyadari itu bukan kamarnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
We Don't Know
Teen Fiction"Apa yang lo lakuin...." ucap Arleza dengan suara pelan. Ia... hanya... tidak menyangka. Sebuah pemandangan yang tidak pernah ingin ia lihat dalam bayangannya sekalipun. Sedangkan Alfath membeku, tangannya berhenti. "Za... i-ini..." ucap Alfath ter...